Setelah selesai memblokir nomor Sara dan menghapus semua catatan panggilan yang ada, Jefri pun melemparkan ponselnya ke sembarang arah.Jihan yang baru berjalan masuk ke rumah pun refleks mengernyit menatap ponsel Jefri yang tergeletak di atas lantai."Oh, Kak Jihan sudah pulang?""Kok basah kuyup begitu, Kak Jihan?" tanya Jefri dengan khawatir sambil bangkit berdiri dari sofa.Jihan tidak menjawab, dia hanya melepaskan jasnya dan mengambil handuk yang dibawakan oleh pelayan.Sambil mengeringkan rambutnya, Jihan pun bertanya pada Jefri, "Ngapain kamu di sini?"Jefri menghela napas, lalu menjawab dengan nada malas, "Aku bosan banget nggak ada kerjaan di akhir pekan begini, jadi aku ke sini buat mengajak Kakak minum-minum."Jihan balas menatap adiknya dengan dingin. "Kalau bosan, sana pergi ke Benua Andila dan ambil alih pekerjaan Jonas."Begitu mendengar "Benua Andila", Jefri sontak bergidik dengan ngeri. "Kak Jihan, Kak Jonas itu memang nggak takut matahari, kulitnya saja kayak kulit b
Saat Wina bangun, hari sudah malam. Karena habis menangis, mata Wina pun tampak sangat merah dan bengkak.Wina mengusap-usap matanya, lalu saat membuka matanya, tiba-tiba pandangannya menjadi buram.Wina pun duduk diam di tepi kasur untuk waktu yang lama hingga pandangannya kembali fokus ....Setelah bisa melihat dengan jelas lagi, barulah Wina mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada George."Dokter George, pandanganku kabur lagi."Karena George tidak kunjung menjawab, Wina meletakkan ponselnya dan menyibakkan selimutnya, lalu turun dari kasur.Wina membuka pintu dan berjalan turun, lalu melihat sosok Alvin yang sedang duduk di ruang tamu sambil menatap Sara.Wina refleks melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Oh, ternyata sudah pukul 22.00. Pantas saja Alvin ada di sini.Wina pun menghela napas. Awalnya, hari ini dia ingin mengajak Sara menemui Ivan. Namun, mereka tidak mungkin bisa pergi karena hari sudah sangat larut.Begitu melihat Wina sudah bangun, Sara pun bangkit
Ekspresi manajer itu langsung terlihat susah hati. Walaupun begitu, dia masih tetap tersenyum sambil berkata, "Tolong tunggu sebentar, Tuan Artha. Biar saya telepon bos saya lagi ...."Manajer itu pun berbalik dan berjalan keluar, senyumannya perlahan-lahan berubah menjadi ekspresi khawat.Tidak ada yang berani berbuat onar semenjak kepemilikan klub ini berubah. Manajer itu tidak menyangka sekelompok pemuda kaya nan berkuasa itu akan datang hari ini.Dia sudah menyuruh setengah stafnya untuk melayani mereka. Dia mengira keuntungan yang akan dia dapatkan malam ini akan berlipat ganda, tetapi tidak menyangka tamu yang dia layani dengan sepenuh hati itu malah datang untuk mencari masalah.Manajer itu menghela napas untuk merutuki kesialannya sendiri, lalu tiba-tiba melihat Sara yang mengenakan gaun hitam dengan model punggung terbuka sedang berjalan mendekat dengan sepatu hak tingginya."Bos, Bos akhirnya datang! Mereka bilang kalau Bos tetap nggak datang, klub ini bakal ditutup!""Jangan
Jefri mengenakan setelan jas berwarna putih. Dia duduk menyilangkan kakinya sambil memegang gelas anggur, dia terlihat seperti seorang pria berkuasa yang sedang malas-malasan.Walaupun ekspresinya terlihat tidak peduli, matanya tetap melirik Sara yang sedang menenggak anggur.Gaun hitam dengan model kerah V yang Sara gunakan membuat lekuk tubuhnya yang ramping menjadi menonjol. Cahaya lampu membuat Sara tampak begitu seksi dan menawan.Efek alkohol dari anggur pun mengubah wajah anggun Sara perlahan-lahan menjadi kemerahan, kulitnya yang putih terlihat makin merona.Bahkan aura orang paling bermartabat sekalipun terasa kalah jauh dari Sara ....Sikap Sara yang begitu mendominasi membuat para pemuda kaya itu sontak berimajinasi dengan liar ....Begitu menyadari bahwa semua pria di situ sedang menatap dada Sara yang menyembul dari balik potongan gaunnya, ekspresi Jefri pun sontak menjadi lebih serius. Dia sontak melemparkan gelas anggur yang dia pegang.Bunyi gelas pecah pun terdengar de
Wina memaksakan dirinya untuk tetap tenang, lalu mengeluarkan ponselnya dan melapor kepada polisi.Sayangnya, polisi tidak bisa datang secepat itu. Setelah mesin mobil dimatikan, suhu di dalam mobil pun menjadi sangat panas.Suasana yang sesak dan pengap ini sontak membuat Wina makin sulit bernapas.Karena polisi belum datang juga, Wina pun menelepon Sara.Akan tetapi, Sara tidak mengangkat teleponnya. Itu karena dia sedang bergegas ke klub malam untuk mengurus masalah yang ada dan meninggalkan ponselnya di dalam mobil.Wina berulang kali berusaha menelepon Sara, tetapi akhirnya menyerah karena tidak kunjung diangkat ....Wina pun menengadah menatap pintu vila yang tertutup, matanya sudah tampak berkaca-kaca. Tidak ada yang keluar untuk menyelamatkannya.Sensasi sesak dan lemas karena kekurangan oksigen ini tiba-tiba membuat Wina merasa marah.Wina membenturkan ponselnya berulang kali ke jendela mobil hingga layar ponselnya retak, tetapi dia tidak berhenti.Belum pernah Wina merasa sem
Begitu melihat sosok Wina yang sedang meringkuk di tepi jalan, jantung Jihan sontak berhenti selama sepersekian detik."Berhenti!"Zeno langsung memperlambat laju mobil dan menepi, lalu bertanya, "Ada apa, Tuan?"Jihan segera membuka pintu mobil, lalu turun dan menghampiri Wina.Walaupun tidak bisa melihat dengan jelas, Wina bisa merasakan ada yang berjalan mendekatinya. Dia pun langsung bangkit berdiri dan melangkah mundur."Jangan mendekat!"Respons penolakan Wina yang sedemikian kuatnya membuat Jihan mengira Wina tidak ingin dia mendekat. Jihan pun langsung berhenti berjalan.Jihan berdiri diam di tempat sambil menatap Wina tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Matanya yang dingin diwarnai dengan sedikit warna merah, bahkan ujung matanya pun merah...Barulah pada saat ini Jihan menyadari bahwa segalanya sudah usai. Dia bahkan tidak bisa mendekati Wina lagi.Wina tidak tahu siapa yang berdiri di hadapannya, yang jelas orang itu tidak berani melangkah maju setelah dia tegur.Namun, siap
Wina merasa konyol saat mendengar kata 'pulang'. "Itu rumahmu, bukan rumahku."Dari dulu Wina memang tidak punya rumah. Awalnya dia pikir akan punya tempat untuk kembali setelah bertemu kakaknya, tetapi orang di hadapannya ini, yang mengaku sebagai kakak iparnya, pernah mengunci Wina di dalam mobil karena terlambat pulang. Wina hampir saja mati lemas karena kejadian itu, jadi mana mungkin sekarang dia sudi pulang dengan pria ini?Melihat Wina menolak pulang, Alvin pun berujar dengan santai, "Itu rumah yang kubelikan untuk kakakmu, jadi itu rumahmu juga."Wina menyunggingkan seulas senyum dingin, "Demi bisa melepaskan diri darimu, Kakak sampai rela bunuh diri. Artinya, sebenarnya Kakak nggak mencintaimu. Rumah, mobil dan semua harta lain itu bukan punya Kakak, melainkan wujud dari mimpimu yang ingin memberikan Kakak segalanya."Seketika wajah Alvin menjadi kelam dan tatapannya menjadi tegas. "Kalau dia nggak mencintaiku, kenapa dia berusaha keras mengejarku? Selama 10 tahun pula. Jelas-
Wina mau menangis, tetapi dia masih mengumpulkan keberanian dan berkata pada Alvin, "Tuan Alvin, aku takut sekali padamu. Boleh nggak aku nggak ikut kamu pulang?"Bahkan mesti Wina buta sesaat, dia tidak mau pulang dengan Alvin.Wina sangat takut Alvin akan kembali mengurungnya. Pengalamannya yang begitu dekat dengan kematian membuat Wina sangat ketakutan.Alvin bisa menangkap ketakutan dari sorot mata Wina dan membuat ekspresinya kembali tidak bisa dijelaskan.Setelah menatap Wina cukup lama, Alvin pun menghela napas dan menjawab, "Nanti kita bicarakan lagi setelah pulang."Ketika Wina mendengar ini, dia tahu tidak ada ruang untuk negosiasi.Wina pun berhenti meronta dan menyambut uluran tangan Alvin. Lalu mengikuti pria itu dengan pasrah menuju mobil yang hampir membuatnya mati sesak napas.Mereka berada tidak jauh dari vila, jadi mereka pun sampai dalam beberapa menit.Alvin meraih lengan Wina dan mengantarkannya ke kamar, lalu membawakannya sekotak obat."Ini obat dari George untuk