Wina jadi merasa agak kesal setelah menyadari bahwa dialah yang James maksud sebagai cucu. Dia saja sudah sulit menerima kenyataan bahwa dia memiliki suami dan anak, sekarang ditambah dia punya kakek.Sara melirik Wina yang mengusap dahinya dengan agak cemas. "Dia lagi nggak bisa distimulasi sekarang. Kalau memang kamu ingin membantu memulihkan ingatannya, tunggu sampai dia terbiasa dulu baru coba lagi."James mengangguk mengerti, tetapi tidak berjalan pergi. Dia malah berjalan memasuki kamar rawat dengan tongkat berjalannya. "Aku tahu sekarang bukan momen yang tepat, tapi Wina dan Jihan nggak punya waktu untuk menunggu."Rasanya jantung Sara seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik. Dia takut James akan mengucapkan kata-kata yang terlalu menstimulasi sehingga Wina pingsan lagi, jadi dia hendak melangkah maju untuk menghentikan lelaki tua itu. Namun, James menyelanya, "Nona Sara, benar? Boleh tolong keluar dulu dan biarkan aku bicara empat mata sebentar dengan Wina?"Setelah
Beberapa saat kemudian, tanda-tanda vital Wina kembali pulih walaupun dia tetap tidak sadarkan diri. Entah apakah kali ini Wina masih bisa siuman atau tidak."James, kali ini kamu kelewatan. Kalau dia nggak bangun lagi, selamanya dia nggak akan sadar ...."Setelah selesai mengobati Wina, Moran melirik ke arah James yang duduk di samping dengan rasa bersalah itu."Sekalipun kita ingin memicu ingatan pasien agar kembali, kita harus menggunakan metode yang lembut dan nggak terang-terangan. Kalau terlalu radikal, pasien bisa saja kehilangan nyawanya."James tidak menjawab apa-apa, dia hanya menatap wajah Wina yang pucat dan menunggu cucunya itu sadar dalam diam.Jika memang Wina mencintai Jihan cukup dalam, Wina pasti akan bertekad untuk sadar kembali setelah mendengar Jihan akan mati dan anak mereka hendak dibuang.Keturunan Keluarga Ivoron adalah pribadi yang sangat tangguh. Jika mereka tidak tangguh, mereka tidak pantas berdarah Keluarga Ivoron.James yakin sekali Wina akan sadar, dia j
Saat membayangkan betapa menderitanya Jihan, Wina merasa begitu sedih sampai sesak napas. Air matanya pun mengalir turun ....Pantas saja waktu itu Jihan memaksanya bercerai, ternyata itu karena dia dikendalikan oleh hal semacam ini. Wina pikir awalnya Jihan diancam oleh Winata dan kemudian oleh James, tetapi ternyata inilah penyebabnya ....Wina justru merasa makin sedih setelah mengetahui semuanya. Dasar Jihan si bodoh itu! Jihan tidak pernah memberi tahu Wina apa-apa karena takut Wina akan khawatir! Jihan memilih untuk menanggung semuanya sendirian ....Bukan hanya itu, tetapi Wina juga hilang ingatan dan hanya ingat 18 tahun pertama hidupnya. Dia hanya ingat momen saat dia mencintai Ivan dan benar-benar melupakan Jihan ....Wina jadi ingat betapa putus asanya sorot tatapan Jihan saat mendengar bahwa Wina takut kepadanya. Hati Wina jadi terasa begitu pilu dengan sakit.Dia juga tidak mengerti kenapa Jihan bisa-bisanya mengatakan bahwa tidak masalah Wina melupakannya asalkan Wina siu
Ternyata yang Jihan pikirkan bukanlah Wina yang hilang ingatan, melainkan kenyataan bahwa Wina hanya mengingat Ivan dan bukan dirinya setelah hilang ingatan. Jihan pikir itu karena orang yang sebenarnya paling Wina cintai jauh dalam lubuk hatinya adalah Ivan.Wina juga tidak mengerti kenapa yang dia ingat justru adalah Ivan dan bukan Jihan.Wina hanya terdiam menatap Jihan dengan penuh perhatian, membuat Jihan sesaat merasa sedih. Namun, Jihan menahan rasa sedihnya dan melepaskan tangan Wina, lalu menyentuh wajah istrinya."Sudahlah. Asalkan kamu baik-baik saja, aku juga nggak peduli sekalipun orang yang paling kamu cintai itu Ivan."Demi melahirkan anak mereka, Wina sampai mengalami pendarahan hebat, komplikasi, koma, serta nyaris meninggal. Wina bisa siuman saja sudah merupakan keajaiban, jadi buat apa Jihan mempermasalahkan siapa yang sebenarnya paling Wina cintai?Jihan hanya menginginkan Wina dan anak mereka baik-baik saja. Karena sekarang Wina sudah siuman dan anak mereka juga su
"Cuma?""Jihan, kamu selalu saja membuat lukamu terdengar sebagai sesuatu yang biasa saja," sahut Wina sambil tersenyum dengan getir. "Padahal, apa yang terjadi padamu itu bersifat fatal. Tapi, kamu selalu menyembunyikannya dariku dan tidak memberitahuku apa-apa."Setelah itu, Wina pun perlahan bangkit berdiri sambil berpegangan pada pagar kasur. Bangkit berdiri saja sudah membuatnya dibanjiri peluh.Wina masuk dalam posisi setengah berlutut, jadi Jihan tidak melihat darah di tubuhnya. Namun, setelah Wina bangkit berdiri, sekarang Jihan bisa melihat semua darah itu dengan jelas. Tubuhnya sontak menjadi kaku. Jihan bergegas turun dari kasur dan langsung memegangi istrinya yang terhuyung."Dokter!"Jihan menggendong Wina sambil berseru memanggil dokter, tetapi Wina menghentikannya. "Rasa sakitku nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit yang kamu rasakan akibat cip itu. Biarkan aku menemanimu kesakitan."Jihan sedikit mengernyit, tetapi alisnya kemudian meregang lagi karena dia
Jihan pulih lebih cepat daripada Wina, jadi Jihan-lah yang sebagian besar merawat Wina. Saat Wina membuka matanya, dia melihat Jihan sedang menyeka kakinya dengan lembut menggunakan handuk yang sudah dicelup air hangat.Hari ini hujan tidak turun. Matahari bersinar dengan terang, sinarnya yang keemasan masuk melalui kaca jendela dan menyinari sosok Jihan yang terlihat dingin dan kurus itu. Rasanya hati Wina jadi hangat.Gerakan Jihan sangat terampil dan lembut. Jihan mengelap dengan begitu hati-hati karena takut membangunkan Wina dan membuatnya jadi merasa tidak nyaman. Jihan tiba-tiba menoleh ke arah Wina, sepertinya dia menyadari tatapan Wina yang penuh kasih sayang."Dokter bilang koma kelamaan membuat peredaran darah di bagian kaki menjadi tidak lancar. Jadi, lebih baik dilap dengan handuk hangat setiap hari."Jihan menjelaskan secara singkat kepada Wina, lalu berbalik ke samping dan mengganti handuknya. Dia menaruh handuk itu di atas betis Wina untuk menghangatkan bagian itu, kemu
Tubuh Jihan masih terasa seperti tersengat listrik, tetapi dia terpaksa melepaskan Wina. Kemudian, dia memalingkan pandangannya yang kecewa dan menatap Jefri yang sedang menarik Sara keluar dengan dingin. "Masuk saja sini biar nggak kecewa."Jefri pikir dia sudah tidak tahu malu, ternyata Jihan lebih berani lagi daripadanya. Dia langsung menyeletuk, "Ya ampun, ternyata kakakku seberani ini. Kamu bahkan berani menyiarkannya secara langsung."Jihan merilekskan kepalan tangannya, lalu merapikan kemejanya yang berantakan akibat ulah Wina. Setelah itu, dia bersandar di sofa sambil mengangkat dagunya ke arah Jefri, "Aku sih berani-berani saja siaran langsung, tapi memangnya kamu berani menontonnya?"Jefri yang sudah masuk pun menarik kursi dan duduk di hadapan Jihan. "Apa dipungut biaya? Kalau gratis, aku terpaksa jadi penonton pertama."Wina menutupi wajahnya dengan malu. Ya ampun, apa sih yang biasanya diobrolkan oleh kakak beradik satu ini? Masa hal semacam ini bisa mereka bicarakan secar
Entah hatinya tergerak atau tidak, yang jelas memandangi nyawa satu ini membuat Jihan mendadak mengerti kenapa waktu itu Wina lebih memilih mengambil risiko 10% hidup.Orang tua mana pun lebih rela mengorbankan diri untuk anak mereka. Inilah sifat dan naluri orang yang berhati baik yang menyebabkan kehidupan itu bisa berkelanjutan.Wina menatap Jihan yang menggendong bayi mereka di bawah sinar matahari sambil tersenyum itu dengan mata yang berkaca-kaca. Demi melihat pemandangan ini, berapa kali pun dia harus memilih, dia pasti akan selalu memilih untuk melahirkan anak itu.Jefri mengeluarkan ponselnya dan memotret Jihan, lalu mengirimkannya ke grup keluarga tanpa Jihan. "Coba lihat ini. Kak Jihan yang sudah kayak orang tua itu ternyata bisa menggendong anak! Benar-benar mengejutkan!"Setelah mengirim pesan, Jefri pun menunggu balasan dari saudara-saudaranya. Akan tetapi, Sara tiba-tiba menyikutnya. "Hei, hapus pesanmu. Kamu mengirimkannya ke grup keluarga ...."Senyum Jefri sontak menj