Ternyata yang Jihan pikirkan bukanlah Wina yang hilang ingatan, melainkan kenyataan bahwa Wina hanya mengingat Ivan dan bukan dirinya setelah hilang ingatan. Jihan pikir itu karena orang yang sebenarnya paling Wina cintai jauh dalam lubuk hatinya adalah Ivan.Wina juga tidak mengerti kenapa yang dia ingat justru adalah Ivan dan bukan Jihan.Wina hanya terdiam menatap Jihan dengan penuh perhatian, membuat Jihan sesaat merasa sedih. Namun, Jihan menahan rasa sedihnya dan melepaskan tangan Wina, lalu menyentuh wajah istrinya."Sudahlah. Asalkan kamu baik-baik saja, aku juga nggak peduli sekalipun orang yang paling kamu cintai itu Ivan."Demi melahirkan anak mereka, Wina sampai mengalami pendarahan hebat, komplikasi, koma, serta nyaris meninggal. Wina bisa siuman saja sudah merupakan keajaiban, jadi buat apa Jihan mempermasalahkan siapa yang sebenarnya paling Wina cintai?Jihan hanya menginginkan Wina dan anak mereka baik-baik saja. Karena sekarang Wina sudah siuman dan anak mereka juga su
"Cuma?""Jihan, kamu selalu saja membuat lukamu terdengar sebagai sesuatu yang biasa saja," sahut Wina sambil tersenyum dengan getir. "Padahal, apa yang terjadi padamu itu bersifat fatal. Tapi, kamu selalu menyembunyikannya dariku dan tidak memberitahuku apa-apa."Setelah itu, Wina pun perlahan bangkit berdiri sambil berpegangan pada pagar kasur. Bangkit berdiri saja sudah membuatnya dibanjiri peluh.Wina masuk dalam posisi setengah berlutut, jadi Jihan tidak melihat darah di tubuhnya. Namun, setelah Wina bangkit berdiri, sekarang Jihan bisa melihat semua darah itu dengan jelas. Tubuhnya sontak menjadi kaku. Jihan bergegas turun dari kasur dan langsung memegangi istrinya yang terhuyung."Dokter!"Jihan menggendong Wina sambil berseru memanggil dokter, tetapi Wina menghentikannya. "Rasa sakitku nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit yang kamu rasakan akibat cip itu. Biarkan aku menemanimu kesakitan."Jihan sedikit mengernyit, tetapi alisnya kemudian meregang lagi karena dia
Jihan pulih lebih cepat daripada Wina, jadi Jihan-lah yang sebagian besar merawat Wina. Saat Wina membuka matanya, dia melihat Jihan sedang menyeka kakinya dengan lembut menggunakan handuk yang sudah dicelup air hangat.Hari ini hujan tidak turun. Matahari bersinar dengan terang, sinarnya yang keemasan masuk melalui kaca jendela dan menyinari sosok Jihan yang terlihat dingin dan kurus itu. Rasanya hati Wina jadi hangat.Gerakan Jihan sangat terampil dan lembut. Jihan mengelap dengan begitu hati-hati karena takut membangunkan Wina dan membuatnya jadi merasa tidak nyaman. Jihan tiba-tiba menoleh ke arah Wina, sepertinya dia menyadari tatapan Wina yang penuh kasih sayang."Dokter bilang koma kelamaan membuat peredaran darah di bagian kaki menjadi tidak lancar. Jadi, lebih baik dilap dengan handuk hangat setiap hari."Jihan menjelaskan secara singkat kepada Wina, lalu berbalik ke samping dan mengganti handuknya. Dia menaruh handuk itu di atas betis Wina untuk menghangatkan bagian itu, kemu
Tubuh Jihan masih terasa seperti tersengat listrik, tetapi dia terpaksa melepaskan Wina. Kemudian, dia memalingkan pandangannya yang kecewa dan menatap Jefri yang sedang menarik Sara keluar dengan dingin. "Masuk saja sini biar nggak kecewa."Jefri pikir dia sudah tidak tahu malu, ternyata Jihan lebih berani lagi daripadanya. Dia langsung menyeletuk, "Ya ampun, ternyata kakakku seberani ini. Kamu bahkan berani menyiarkannya secara langsung."Jihan merilekskan kepalan tangannya, lalu merapikan kemejanya yang berantakan akibat ulah Wina. Setelah itu, dia bersandar di sofa sambil mengangkat dagunya ke arah Jefri, "Aku sih berani-berani saja siaran langsung, tapi memangnya kamu berani menontonnya?"Jefri yang sudah masuk pun menarik kursi dan duduk di hadapan Jihan. "Apa dipungut biaya? Kalau gratis, aku terpaksa jadi penonton pertama."Wina menutupi wajahnya dengan malu. Ya ampun, apa sih yang biasanya diobrolkan oleh kakak beradik satu ini? Masa hal semacam ini bisa mereka bicarakan secar
Entah hatinya tergerak atau tidak, yang jelas memandangi nyawa satu ini membuat Jihan mendadak mengerti kenapa waktu itu Wina lebih memilih mengambil risiko 10% hidup.Orang tua mana pun lebih rela mengorbankan diri untuk anak mereka. Inilah sifat dan naluri orang yang berhati baik yang menyebabkan kehidupan itu bisa berkelanjutan.Wina menatap Jihan yang menggendong bayi mereka di bawah sinar matahari sambil tersenyum itu dengan mata yang berkaca-kaca. Demi melihat pemandangan ini, berapa kali pun dia harus memilih, dia pasti akan selalu memilih untuk melahirkan anak itu.Jefri mengeluarkan ponselnya dan memotret Jihan, lalu mengirimkannya ke grup keluarga tanpa Jihan. "Coba lihat ini. Kak Jihan yang sudah kayak orang tua itu ternyata bisa menggendong anak! Benar-benar mengejutkan!"Setelah mengirim pesan, Jefri pun menunggu balasan dari saudara-saudaranya. Akan tetapi, Sara tiba-tiba menyikutnya. "Hei, hapus pesanmu. Kamu mengirimkannya ke grup keluarga ...."Senyum Jefri sontak menj
Sara tahu apa yang ada dalam pikiran Wina, jadi dia berujar dengan nada serius, "Wina, selama enam bulan ini, Jihan melakukan segalanya demi membuatmu siuman. Dari ucapan dan tindakannya, aku bisa melihat kalau rasa cintanya untukmu lebih dalam daripada Ivan. Mulai sekarang, perlakukanlah dia dengan baik. Buat dia merasakan betapa indahnya dicintai oleh orang yang dia cintai."Apa yang ada dalam hubungan suami istri tidak semerta-merta rasa cinta saja, tetapi seiring berjalannya waktu, juga rasa sayang sebagai sebuah keluarga. Jihan belum pernah merasakan rasa sayang itu sejak kecil, jadi Wina yang merupakan istrinya harus bisa menjadi keluarga juga bagi Jihan dan memberikan rasa sayang itu kepada Jihan.Wina dengan mengangguk penuh semangat, lalu menunduk menatap bayi yang mengantuk dalam pelukannya dengan lembut, "Sekarang, cuma ada dia dan bayi ini dalam duniaku. Tentu saja aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperlakukannya dengan baik. Masalahnya cuma ...."Mata Wina menjadi b
"Sara tadi habis menamai anak kita, tapi anaknya menolak," jawab Wina sambil tersenyum. "Dia menangis kencang sekali sampai menendang-nendang. Aku takut banget, kupikir dia lagi nggak enak badan. Saat aku mau panggil dokter, Sara bilang aku ganti saja namanya. Barulah setelah itu dia berhenti menangis ...."Jihan meletakkan satu tangannya di ranjang rumah sakit dan sedikit membungkuk. Dia bersandar di samping wajah Wina, lalu menunduk menatap bayi dalam pelukan Wina. "Memangnya nama apa yang dikasih sampai dia menolak begitu?"Pertanyaan itu ditujukan untuk Sara. Karena sekarang yang bersangkutan sudah ada di sini, Sara jadi merasa agak malu untuk mengatakannya. Namun, saat Jihan menengadah menatapnya, Sara langsung menjawab dengan pasrah, "Jitana, dari Jihan cinta Wina."Bayi itu sontak menangis lagi dengan begitu sedih sambil menendang-nendang. Terlihat jelas bahwa bayi itu lebih tidak menyukai nama pemberian Sara daripada Ninel.Sara segera menepuk-nepuk perut bayi itu dan membujukn
Sam melirik Jefri yang tinggi dan berotot, lalu ke lengan dan kakinya yang kurus. Akhirnya dia menurunkan kembali lengan bajunya yang digulung. "Selanjutnya, selanjutnya ...."Jefri hanya bisa menaruh harapannya pada Kristofer. Dia menggendong putranya itu dan bergumam, "Kristofer, kamu nggak boleh meniru kakakmu dan cuma peduli dengan uang, ya. Kamu harus banyak belajar biar kaya ilmu, oke?"Keluarga Lionel, beserta Andrew dan kedua kakaknya sampai tidak bisa berkata-kata lagi dengan ulah Jefri. "Tuan Muda Jefri, anakmu masih kecil banget, tapi kamu sudah menekannya begitu. Jadi anakmu capek juga, ya."Jefri balas memutar bola matanya tanpa rasa peduli. Dia terus berbisik ke telinga bayi itu, "Nanti habis Ayah turunkan, kamu langsung ke buku tersohor di dunia yang ada di tengah itu, ya. Begitu kamu mengambil buku itu, kamu akan menjadi orang paling pintar di Keluarga Lionel. Ayah bisa menggunakan pencapaian prestasimu untuk mentertawakan Jihan!"Setelah itu, Jefri menurunkan bayinya d