"Sara tadi habis menamai anak kita, tapi anaknya menolak," jawab Wina sambil tersenyum. "Dia menangis kencang sekali sampai menendang-nendang. Aku takut banget, kupikir dia lagi nggak enak badan. Saat aku mau panggil dokter, Sara bilang aku ganti saja namanya. Barulah setelah itu dia berhenti menangis ...."Jihan meletakkan satu tangannya di ranjang rumah sakit dan sedikit membungkuk. Dia bersandar di samping wajah Wina, lalu menunduk menatap bayi dalam pelukan Wina. "Memangnya nama apa yang dikasih sampai dia menolak begitu?"Pertanyaan itu ditujukan untuk Sara. Karena sekarang yang bersangkutan sudah ada di sini, Sara jadi merasa agak malu untuk mengatakannya. Namun, saat Jihan menengadah menatapnya, Sara langsung menjawab dengan pasrah, "Jitana, dari Jihan cinta Wina."Bayi itu sontak menangis lagi dengan begitu sedih sambil menendang-nendang. Terlihat jelas bahwa bayi itu lebih tidak menyukai nama pemberian Sara daripada Ninel.Sara segera menepuk-nepuk perut bayi itu dan membujukn
Sam melirik Jefri yang tinggi dan berotot, lalu ke lengan dan kakinya yang kurus. Akhirnya dia menurunkan kembali lengan bajunya yang digulung. "Selanjutnya, selanjutnya ...."Jefri hanya bisa menaruh harapannya pada Kristofer. Dia menggendong putranya itu dan bergumam, "Kristofer, kamu nggak boleh meniru kakakmu dan cuma peduli dengan uang, ya. Kamu harus banyak belajar biar kaya ilmu, oke?"Keluarga Lionel, beserta Andrew dan kedua kakaknya sampai tidak bisa berkata-kata lagi dengan ulah Jefri. "Tuan Muda Jefri, anakmu masih kecil banget, tapi kamu sudah menekannya begitu. Jadi anakmu capek juga, ya."Jefri balas memutar bola matanya tanpa rasa peduli. Dia terus berbisik ke telinga bayi itu, "Nanti habis Ayah turunkan, kamu langsung ke buku tersohor di dunia yang ada di tengah itu, ya. Begitu kamu mengambil buku itu, kamu akan menjadi orang paling pintar di Keluarga Lionel. Ayah bisa menggunakan pencapaian prestasimu untuk mentertawakan Jihan!"Setelah itu, Jefri menurunkan bayinya d
Setelah Sam membuat pengumuman, dia mengembalikan bola kertas itu kepada si bayi. Bayi itu memegang bola kertas di satu tangan, sementara tangannya yang satu lagi memegang belati emasnya.Dengan kepribadian bayi itu, semua orang merasa nama yang dipilih memang terkesan agak dingin. Namun, tidak ada yang berani berkomentar. Mereka semua memberi selamat kepada Jihan dan Wina dengan sopan, mengatakan bahwa akhirnya si bayi mendapatkan nama yang memuaskan.Jefri yang sedang menggendong anak kembarnya pun mendengus dengan dingin, "Nama itu nggak sekeren 'Caldre Lionel' yang kupilih. Entah siapa yang dendam sama Kak Jihan sampai-sampai memilih nama kayak gitu ...."Para anggota Keluarga Ivoron yang masih sibuk membual pun sontak berhenti bicara. Andrew refleks melirik ke luar pintu. Rumah itu agak besar dan di kejauhan sana, dia bisa melihat seseorang berdiri di luar gerbang besi.James-lah yang berdiri di sana sambil mengenakan topi hitam. Dia memandangi pemandangan bahagia di dalam rumah.
Fred tidak tahu harus berkomentar apa saking bingungnya, tetapi James juga tidak ambil pusing. "Apa yang telah Kakek lakukan terhadapnya penuh dengan kebohongan dan bahkan agak kejam. Lebih baik dia membenci Kakek daripada memaafkan Kakek."Fred refleks mengernyit. Kakeknya baik sekali kepadanya. Kakeknya selalu memujinya tampan dan tidak kalah dari para bintang dunia itu. Jadi, mana mungkin Fred akan diam saja menerima kenyataan bahwa kakeknya sudah menyerah atas hidupnya?James tahu apa yang ada dalam benak cucunya, jadi dia menatapnya dan tersenyum. "Fred, Kakek paling sayang padamu waktu kamu masih kecil. Kakek tahu kamu pasti nggak akan rela melepaskan Kakek, tapi manusia pasti ujung-ujungnya akan mati. Kenapa kamu takut berpisah?"James mengembuskan asap rokoknya, wajahnya yang tua sudah melalui berbagai macam badai kehidupan. Dia terlihat begitu acuh tak acuh dan bebas karena dia sudah tidak terikat lagi dengan dunia ini.Saat masih muda, James bertahan hidup selama sekian tahun
Ketika kabar kematian James datang, Wina sedang menggendong bayinya dan menemani Gisel mengerjakan PR. Prestasi akademis Gisel tidak terlalu baik, terutama dalam matematika. Dia tidak bisa mengerjakan soal aritmatika yang paling dasar, sama seperti Wina dulu.Untungnya, Wina masih bisa mengajarinya materi sekolah dasar. Wina mengajari Gisel dengan sabar, sementara Delwyn bersandar dalam pelukannya. Bayi itu selalu bergumam setiap kali melihat Gisel menggaruk kepala dan telinganya.Delwyn meremas rambut Gisel. Sekali, lalu dua kali. Gisel awalnya tidak ambil pusing, dia pikir adik sepupunya itu memang suka bergumam tidak jelas. Setelah kelima kalinya, Gisel akhirnya merasa ada yang tidak beres. Dia pun memperhatikan Delwyn dengan matanya yang besar.Delwyn yang sedang memainkan pena pun merasakan tatapan Gisel. Dia tiba-tiba memiringkan kepalanya, lalu mengangkat dagunya ke arah Gisel dengan sombong. "Hmph ...."Setelah mendengar dengan jelas, Gisel pun menunjuk ke arah Delwyn yang somb
Wina sebenarnya agak enggan melepaskan putranya, tetapi dia tahu dia tidak bisa mengabaikan perasaan suaminya. Dia pun mengangguk. "Oke, biar nanti malam Gisel mengajaknya tidur habis kumandikan."Jihan sedikit mengangkat alisnya yang tebal, suasana hatinya terasa baik. Dia pun mengulurkan jari-jarinya untuk menyentuh wajah putranya, tetapi Delwyn berbalik badan dan memeluk Wina. Dia membenamkan kepalanya dalam pelukan Wina, sama sekali tidak memberikan ayahnya kesempatan untuk menyentuhnya.Jari-jari Jihan sontak berhenti di tengah udara, lalu memukul bokong Delwyn. Delwyn terus memutar tubuh mungilnya dengan kesal dan meronta.Jihan langsung tahu apa yang ada dalam pikiran anaknya. Dia tidak menyangka Delwyn yang masih sekecil ini ternyata tahu maksudnya. Bukankah itu berarti Jihan sedang bersaing dengan putranya sendiri untuk memperebutkan Wina?Mereka sekeluarga pun makan malam, lalu Wina mengajak Delwyn mandi. Memang ada pengasuh yang dipekerjakan, tetapi Wina tidak ingin terlalu
Wina refleks mendekat ke tubuh Jihan. Kulitnya yang terasa panas pun menempel erat di dada Jihan yang kekar, membuat mereka makin mesra.Jihan melakukan pemanasan yang cukup hingga Wina mendesah. Di saat Wina hendak memintanya, Jihan meraih tangannya dan mengambil kondom yang diletakkan di samping. "Kamu yang pasang."Wina membuka matanya yang kabur, lalu mengikuti pandangan Jihan yang memerah ke arah kondom yang Jihan pegang. Wina merasa sangat malu, tetapi tetap membuka lipatannya dan memasangnya ....Begitu terpasang, Jihan menjadi makin tidak sabar. Jihan memang dianugerahi dengan fisik yang memesona, bagian kejantanannya saja sangat besar. Wina langsung tidak sanggup setelah beberapa kali ....Sekujur tubuhnya gemetar, tetapi dia ingin lebih dekat dengan Jihan. Punggungnya terasa seperti digantung dan tidak bisa menyentuh seprai. Jelas-jelas dia yang berada di bawah, tetapi Wina berpegangan pada Jihan.Jihan benar-benar dibuat mabuk kepayang dengan betapa sempitnya Wina. Dia mendo
Dari usia satu hingga tiga tahun, Jihan pasti akan memikirkan cara untuk menidurkan Delwyn terlebih dulu sebelum menikmati malamnya bersama Wina. Akan tetapi, setiap kali itu pula Delwyn akan bangun dan berulah.Demi bisa melakukan tujuh hingga delapan ronde sekaligus seperti dulu, Jihan mengirim anaknya ke rumah Jefri.Awalnya baik-baik saja, tetapi Jefri jadi curiga karena hal seperti ini terlalu sering terjadi. Setelah diperhatikan, dia akhirnya menyadari bahwa nafsu Jihan terlalu besar. Jihan merasa putranya menghalangi nafsunya tersalurkan, itu sebabnya Jihan mengirim Delwyn ke rumahnya.Jadi, setiap kali Jihan datang untuk mengantar putranya, Jefri pasti mentertawakan Jihan. Sayangnya, Jihan terlalu bermuka tembok sampai-sampai dia langsung berjalan pergi setelah menitipkan anaknya.Akan tetapi, Delwyn tidak membutuhkan waktu lama untuk merusak trik ayahnya.Jefri bilang Ethel dan Edna tidak pernah bisa mengalahkan Ninel, bahkan setiap harinya selalu menangis karena kesal dengan