James sontak tercekik saat mendengar nama "Michael Elfitra". Rasanya seperti ada batu yang menimbulkan gelombang tsunami dan menghantam hati James."Rustadi balas dendam ke Ishara karena aku membunuh Michael?"James benar-benar tidak percaya. Dialah yang membunuh Michael, jadi wajar saja jika Keluarga Elfitra ingin balas dendam. Masalahnya, sedari awal dia juga sudah menyelidiki Keluarga Elfitra, tetapi sama sekali tidak ada petunjuk yang mengarah pada Rustadi.Rustadi juga selalu merendah di hadapan Keluarga Ivoron, apalagi di hadapan ayahnya. Walaupun putranya sudah tiada, Rustadi bahkan tidak berani menanyai James.Pria pengecut seperti ini ternyata berani mendirikan organisasi ilegal? Bahkan menghapus semua informasi di belakangnya, lalu membunuh Ishara dengan cara yang begitu kejam?"Ada yang aneh."James masih terlihat ragu."Karena Rustadi tahu aku yang membunuhnya, kenapa dia nggak langsung balas dendam padaku?""Rustadi nggak bisa balas dendam langsung padamu karena dia punya
Jihan mengangguk kecil.Rustadi hanyalah seorang preman jalanan dengan pendidikan rendah. Mana mungkin preman sepertinya bisa bersaing dengan James yang kuat?Bahkan jika Rustadi menyatukan banyak preman untuk membentuk Pimedus, akan membutuhkan waktu lama untuk membentuk kekuatan yang cukup untuk membunuhnya."Sayang, Rustadi dibunuh oleh orang kedua di Pimedus sebelum dia bisa membalas dendam."James memahaminya, tetapi dia tidak menyangka dirinya selama ini hidup dalam rencana Rustadi.Rustadi sudah dari awal membunuh Petra, jadi James tidak akan mencurigai orang mati yang tidak dikenalnya.Kemudian semua bukti pemerkosaan masal Ishara terus menerus diarahkan ke musuhnya, Keluarga Nebena.Kemudian, Rustadi memanfaatkan waktunya untuk menyelidiki ke mana-mana, mencoba memperluas organisasi Pimedus dan kemudian menggunakan kekuatan organisasi tersebut untuk membalas dendam padanya.Rencana yang sempurna, sayangnya Rustadi tidak berumur panjang dan disingkirkan oleh saudara-saudaranya.
James tiba-tiba meninggikan suaranya, dipenuhi dengan kebencian yang tak berujung seolah dia ingin segera menghancurkan Jovan.Jihan melirik acuh tak acuh dan melaporkan lokasi Jovan dengan tenang."Walston, Britton."Kedua tempat ini sering dikunjungi oleh Jovan. Adapun apakah dia telah mengubah lokasinya sekarang, itu tidak ada hubungannya dengan Jihan.Setelah Jihan memberitahunya, dia menghilangkan tatapan tajam dan arogannya dari James dan menatap Wina melalui kaca antipeluru."Lepaskan dia."James yang sudah mendapatkan posisi musuh, mengikuti arah pandang Jihan dan melirik ke arah Wina.Aura membunuh yang memenuhi pupil matanya perlahan memudar saat melihat wajah Wina yang begitu familier di matanya.Dia menggunakan Wina untuk mendapatkan informasi yang diinginkannya, meski tampaknya dia sudah mencapai tujuannya, nyatanya dia gagal total.James melirik ke bawah dan menatap konsol. Asal dia menekan tombol pintu, pasangan itu bisa pergi dari sini.Dia sebenarnya ingin Wina tinggal
Tangan Jihan bergerak dengan sangat cepat, dia menembakkan pistolnya satu kali dan langsung membunuh si pria berbaju hitam.Saat Jihan hendak membidik yang lain, titik-titik merah pun langsung menutupi tubuh Wina.Pada saat yang bersamaan, pria itu menempelkan mulut pistolnya di kepala Wina."Tuan Jihan."Tiga orang anggota pun perlahan berjalan keluar dari dalam bilik ruang permainan gelap dengan membawa senapan."Kami akan melepaskan istrimu asalkan kamu menyanggupi syarat dari 2-5. Kalau nggak ...."Begitu salah satu anggota selesai berbicara, si pria berbaju hitam langsung menekankan mulut pistolnya di kepala Wina dengan keras."Jangan sakiti dia!"Pria berbaju hitam itu hanya bermaksud mengancam, tetapi Jihan sudah ketakutan dan panik.Terlihat jelas posisi Wina lebih tinggi daripada nyawanya sendiri bagi Jihan.Itu sebabnya Jihan langsung gelisah sekalipun Wina hanya terluka sedikit."Urusanmu denganku, jangan sentuh dia."Jihan tidak jadi berani menembak 2-5 sekarang, sorot tata
Sekujur tubuh Wina terasa gemetar dalam pelukan Jihan, tetapi perlahan-lahan kembali tenang setelah mencium aroma tubuh Jihan yang familiar.Dia perlahan menengadah menatap Jihan dengan garis rahang yang tegas, sementara Jihan juga menunduk menatapnya.Sosok mereka saling terpantul di bola mata masing-masing. Yang satu terlihat pucat, sementara yang satu lagi terlihat mantap. Mereka berdua sama sekali tidak memalingkan wajah."Yuk kuantar pulang, Wina."Jihan menggendong Wina seperti tuan putri tanpa mengacuhkan luka tembak di bahunya.Tenaga yang mendadak Jihan kerahkan itu membuat darah yang mengalir di bahunya menetes ke wajah Wina. Wina sontak memekik dengan kaget."Turunkan aku!"Bisa-bisanya Jihan masih menggendongnya di saat dia sedang terluka? Apa Jihan cari mati?Wina pun meronta berusaha turun, dia takut Jihan akan kesakitan.Jihan menunduk dan mencium kening Wina."Ayo, nurut, jangan gerak-gerak."Mata Wina sontak menjadi berkaca-kaca lagi mendengar perintah Jihan yang famil
Hari ini Jihan Lionel kembali dari luar negeri. Wina Septa, kekasih rahasia Jihan, langsung dibawa ke Rumah Mansion No. 8.Seperti yang disepakati sebelumnya, Wina harus membersihkan dirinya terlebih dahulu agar tidak ada aroma parfum maupun bedak kosmetik.Wina dengan ketat memenuhi semua kesukaan Jihan. Setelah membersihkan diri dan mengenakan piama sutra, Wina masuk ke kamar tidur di lantai dua.Jihan sedang duduk di depan komputer melakukan pekerjaannya. Tidak ada emosi yang terlihat dari matanya ketika dia melihat Wina masuk."Kemari."Nada suaranya juga terasa tidak ada emosi apa pun. Hal ini membuat Wina merasa sedikit menyedihkan.Jihan dikenal sebagai orang yang tidak banyak bicara dan bertemperamen tidak stabil. Karena takut dia marah, Wina tidak berani berlama-lama dan langsung berjalan menghampirinya.Sesampai di depan Jihan, pinggangnya langsung ditarik mendekat dan dagunya dicubit.Jihan menunduk dan mencium bibir merah Wina. Selanjutnya, Jihan membuka paksa giginya dan m
Setelah Jihan pergi, asisten pribadi Jihan, Daris Surya, masuk membawa obat.Daris menyerahkan obat itu sambil berkata dengan hormat kepada Wina, "Nona Wina, ini obatnya."Obat itu adalah obat pencegah kehamilan. Karena Jihan tidak mencintai Wina, tentu saja tidak akan mengizinkan Wina untuk punya anak.Setiap kali selesai bercinta, Jihan akan mengirim Daris untuk mengantarkan obat. Dia juga memerintah Daris untuk langsung melihat Wina meminum obat tersebut.Melihat obat itu, hati Wina terasa sakit lagi.Entah karena gagal jantung atau karena kekejaman Jihan, Wina merasa dadanya sesak hingga sulit bernapas."Nona Wina ...."Melihat Wina tidak merespons, Daris memanggil sekali lagi karena takut Wina akan menolak obat itu.Wina melirik Daris sejenak, lalu mengambil, memasukkan obat itu ke dalam mulut dan langsung ditelan tanpa minum air.Selanjutnya, Daris mengeluarkan sertifikat rumah dan cek dari tas. Diletakkannya kedua kertas itu di depan Wina."Nona Wina, ini adalah kompensasi yang
Sambil membawa koper, Wina pergi ke rumah teman baiknya, Sara Utari.Wina mengetuk pintu dengan pelan, lalu berdiri di samping dan menunggu dengan tenang.Wina dan Sara sama-sama yatim piatu. Mereka tumbuh bersama di panti asuhan, jadi hubungan mereka bisa dianggap seperti saudara.Ketika dijemput pergi oleh JIhan, Wina ingat Sara pernah bilang kepadanya, "Wina, kalau dia nggak menginginkanmu lagi, ingat untuk pulang ke sini."Perkataan itulah yang membuat Wina berani untuk tidak menginginkan rumah Jihan.Sara membuka pintu dengan cepat. Ketika melihat Wina yang datang, dia langsung tersenyum cerah."Wina, kenapa kamu ada di sini?"Wina mengencangkan cengkeramannya pada gagang koper, lalu berkata dengan sedikit malu, "Sara, aku ke sini untuk numpang di tempatmu."Ketika matanya tertuju ke koper Wina, senyuman Sara langsung menghilang dan bertanya, "Apa yang terjadi?"Wina tersenyum, seakan-akan tidak terjadi apa-apa, lalu berkata, "Aku putus dengannya."Sara tertegun sejenak dan menata