Sekujur tubuh Wina terasa gemetar dalam pelukan Jihan, tetapi perlahan-lahan kembali tenang setelah mencium aroma tubuh Jihan yang familiar.Dia perlahan menengadah menatap Jihan dengan garis rahang yang tegas, sementara Jihan juga menunduk menatapnya.Sosok mereka saling terpantul di bola mata masing-masing. Yang satu terlihat pucat, sementara yang satu lagi terlihat mantap. Mereka berdua sama sekali tidak memalingkan wajah."Yuk kuantar pulang, Wina."Jihan menggendong Wina seperti tuan putri tanpa mengacuhkan luka tembak di bahunya.Tenaga yang mendadak Jihan kerahkan itu membuat darah yang mengalir di bahunya menetes ke wajah Wina. Wina sontak memekik dengan kaget."Turunkan aku!"Bisa-bisanya Jihan masih menggendongnya di saat dia sedang terluka? Apa Jihan cari mati?Wina pun meronta berusaha turun, dia takut Jihan akan kesakitan.Jihan menunduk dan mencium kening Wina."Ayo, nurut, jangan gerak-gerak."Mata Wina sontak menjadi berkaca-kaca lagi mendengar perintah Jihan yang famil
Tidak ada yang ambil pusing dengan Jodie. Mereka semua sibuk memperhatikan bahu Jihan yang berdarah ...."Tuan, tolong turunkan Nyonya dulu. Kami obati dulu luka Tuan."Alta mengulurkan tangannya hendak gantian menggendong Wina, tetapi Jihan mundur selangkah sambil memeluk Wina.Tindakan Jihan mengungkapkan satu makna dengan jelas. Jangan berani-beraninya menyentuh istrinya."Pimpin jalan."Jihan mengedikkan dagunya yang runcing dan tajam sebagai isyarat bagi Alta untuk memimpin jalan.Alta pun tersadar dari kebingungannya, lalu menarik kembali tangannya dan mengubah posisinya menjadi gestur mempersilakan."Silakan lewat sini, Tuan."Jihan memeluk Wina erat-erat sambil bergegas mengikuti Alta keluar dari area eksperimen Medan Hitam.Sekembalinya ke permukaan, Jihan memasukkan Wina ke dalam helikopter, lalu berbalik menghadap para anggota Organisasi Shallon."Balas dendam kita sudah selesai. Kalian nggak perlu lagi mengikutiku, jadi silakan habis ini kalian pergi ke mana pun yang kalian
Setelah semua orang pergi, yang tetap di sana hanya tinggal Vian, Valeria serta dua helikopter. Pegunungan ditutupi asap yang muncul akibat ledakan bom."Kamu juga pergilah."Valeria hanya berdiri terdiam saat mendengar ucapan Vian. Lama sekali dia baru bisa angkat bicara."Kak, Kakak bilang aku harus menikah dengan orang lain kalau Kakak nggak bisa kembali dari Medan Hitam dengan selamat. Sekarang 'kan Kakak berhasil keluar, apa Kakak masih berpikiran begitu?"Valeria yang dulu tidak pernah berani mengutarakan perasaannya secara langsung.Namun, sekarang Valeria tidak begitu peduli. Dia menyatakan rasa cintanya kepada Vian secara terang-terangan.Vian juga tidak menghindar dan menghela napas tak berdaya."Aku ini keturunan Rustadi. James pasti nggak akan mengampuniku kalau sampai tahu."Jovan itu orang yang tidak manusiawi, jadi Jovan pasti akan membocorkan siapa Vian sebenarnya jika James mendatanginya.Dengan begitu, James akan mengubah targetnya menjadi Vian. Valeria pasti ikut ter
Saat Jefri tiba di sana, operasi sudah dimulai. Daris dan Alta berdiri tegak menunggu di luar ruang tindakan UGD.Wina duduk di kursi luar, satu tangannya mengusap-usap perutnya, sementara tangannya yang satu lagi berada di atas sandaran tangan.Wina mencengkeram sandaran tangan itu dengan cukup kuat. Jika diperhatikan dengan saksama, terlihat jelas bagaimana buku-buku jarinya memutih.Wajahnya juga kurang terlihat bugar. Selama beberapa hari dikurung, dia tidak makan atau tidur dengan nyaman.Ditambah lagi, dia malah bertemu dengan Jihan yang terluka. Wajar saja Wina makin merasa stres.Untung saja dokter bilang tembakan Jihan tidak mengenai bagian vital apa pun atau Wina pasti tidak akan sanggup menahan semua tekanan ini.Wina dan Sara sama-sama sedang hamil, tetapi berat badan Sara bertambah banyak, sedangkan Wina terlihat begitu kurus.Jefri bukan tipe orang yang mudah bersimpati dengan wanita lain, tetapi dia refleks mengernyit saat melihat ekspresi Wina yang tampak sangat lelah.
"Oke."Jefri menepuk pahanya, lalu bangkit berdiri dari salah satu sofa."Ya ampun, hidupku ini kasihan banget sih. Aku sengaja meninggalkan istriku sendirian supaya bisa ke sini merawatmu, tapi aku malah langsung diusir."Jefri sengaja berjalan perlahan sambil mengeluh, tetapi sayangnya dia sama sekali tidak dibujuk untuk tetap tinggal. Jihan malah melanjutkan ucapannya ...."Tutup pintunya.""..."Jefri pun menutup pintu dengan ekspresi muram.Dia menggertakkan gigi dengan kesal sambil mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video ke Sara. Dia mengeluhkan sikap kakak keduanya yang kurang ajar itu!Sementara itu, Wina yang berada di dalam kamar rawat pun refleks tersenyum saat melihat Jefri berjalan pergi sambil merutuk itu."Kamu kok jahat banget sih sama Jefri?""Siapa suruh dia nggak peka?"Jihan menjawab dengan acuh tak acuh, ekspresinya kembali berubah menjadi dingin saat dokter yang Daris panggilkan berjalan masuk.Untunglah dokter tersebut cukup peka. Setelah mengobati l
Sekalipun diliputi hawa nafsu, Jihan tetap bisa berpikir dengan kepala dingin. Setelah mencium Wina selama beberapa saat, dia akhirnya kembali tenang dan bahkan mengusap-usap pipi Wina dengan hidungnya yang mancung."Boleh cium lagi selama lima menit?"Di sisi lain, napas Wina menjadi terengah-engah dan tubuhnya terasa seperti habis disedot. Kondisinya tidak lebih baik daripada Jihan. Kadar hormon yang meningkat selama kehamilan membuat tubuh Wina terasa panas seperti terbakar."Kamu lagi terluka, tolong jangan gerak-gerak lagi."Wina pun mendorong suaminya untuk kembali berbaring, tetapi Jihan menggenggam pergelangan tangan dan merangkul pinggang Wina. Setelah itu, Jihan memeluk Wina dengan satu tarikan kuat.Tanpa meminta izin lagi kepada Wina, Jihan langsung menekan bagian belakang kepala dan menindih tubuh Wina, lalu mencium bibir Wina lagi.Saat tubuhnya dibalikkan, Wina bisa merasakan bagian bawah tubuh Jihan yang menindihnya dan juga bagian bawah tubuhnya sendiri .... Wajah Wina
Jihan menahan hawa nafsunya, tetapi dia menatap Wina dengan sorot tatapan penuh gairah selayaknya binatang buas."Sayang, kemungkinan besar aku nggak akan melepaskanmu setelah kamu melahirkan dan kesehatanmu pulih."Pria yang sudah terlanjur terangsang baru bisa terpuaskan jika dibiarkan menggila.Gerakan lembut seperti ini hanya bisa dianggap sebagai kenyamanan kecil, tetapi tetap membuatnya panik.Wina pun balas menatap Jihan yang dikuasai hawa nafsu itu dengan tidak fokus.Namun, dia mendadak teringat adegan penyiksaan sebanyak tujuh kali dalam satu malam itu dan bergidik."Boleh nggak kalau aku nggak mau?"Jihan sengaja berhenti bergerak, lalu memegang dahu Wina."Mau atau nggak?"Wina yang sudah terangsang itu merasa agak malu, jadi dia akhirnya mengatakan tidak mau dengan tegas.Namun, Jihan bergerak lagi sehingga wajah Wina menjadi makin merah padam."Coba ulang lagi, Sayang."Saat Wina hendak membuka mulutnya, Jihan mencondongkan tubuhnya ke depan lagi dan mencium bagian yang s
Nama "Ethel" dan "Edna" itu sontak melenyapkan semua rasa bangga, kebahagiaan dan kegembiraan dalam hati Jefri."Kak Jihan jahat banget sih! Aku nggak mau bicara lagi denganmu! Aku ...."Namun, Jihan langsung memutuskan sambungan telepon menyela ucapan Jefri. Jefri merasa sangat marah."Dasar Kak Jihan sialan! Lihat saja, nanti setelah anakmu lahir, akan kuberikan dia nama yang jelek juga!"Jefri menyimpan kembali ponselnya sambil menggertakkan gigi. Dia menunggu Sara di luar ruang bersalin sambil membawa sebuket bunga.Jihan juga menurunkan ponselnya sambil tersenyum dan mengangkat alisnya menatap Wina yang terlihat agak kaget. "Apa?"Wina memegang dagunya dengan satu tangan dan memiringkan kepalanya sambil berbalik menatap Jihan. "Ternyata suamiku punya sisi jahat."Jihan pun menundukkan kepalanya dan mengusap-usapkan pangkal hidungnya. "Bukannya sudah telat kalau baru menyadarinya sekarang?""Ya, rasanya seperti masuk ke mulut harimau," jawab Wina sambil tersenyum kecil dan menghiru