Jihan mengangguk kecil.Rustadi hanyalah seorang preman jalanan dengan pendidikan rendah. Mana mungkin preman sepertinya bisa bersaing dengan James yang kuat?Bahkan jika Rustadi menyatukan banyak preman untuk membentuk Pimedus, akan membutuhkan waktu lama untuk membentuk kekuatan yang cukup untuk membunuhnya."Sayang, Rustadi dibunuh oleh orang kedua di Pimedus sebelum dia bisa membalas dendam."James memahaminya, tetapi dia tidak menyangka dirinya selama ini hidup dalam rencana Rustadi.Rustadi sudah dari awal membunuh Petra, jadi James tidak akan mencurigai orang mati yang tidak dikenalnya.Kemudian semua bukti pemerkosaan masal Ishara terus menerus diarahkan ke musuhnya, Keluarga Nebena.Kemudian, Rustadi memanfaatkan waktunya untuk menyelidiki ke mana-mana, mencoba memperluas organisasi Pimedus dan kemudian menggunakan kekuatan organisasi tersebut untuk membalas dendam padanya.Rencana yang sempurna, sayangnya Rustadi tidak berumur panjang dan disingkirkan oleh saudara-saudaranya.
James tiba-tiba meninggikan suaranya, dipenuhi dengan kebencian yang tak berujung seolah dia ingin segera menghancurkan Jovan.Jihan melirik acuh tak acuh dan melaporkan lokasi Jovan dengan tenang."Walston, Britton."Kedua tempat ini sering dikunjungi oleh Jovan. Adapun apakah dia telah mengubah lokasinya sekarang, itu tidak ada hubungannya dengan Jihan.Setelah Jihan memberitahunya, dia menghilangkan tatapan tajam dan arogannya dari James dan menatap Wina melalui kaca antipeluru."Lepaskan dia."James yang sudah mendapatkan posisi musuh, mengikuti arah pandang Jihan dan melirik ke arah Wina.Aura membunuh yang memenuhi pupil matanya perlahan memudar saat melihat wajah Wina yang begitu familier di matanya.Dia menggunakan Wina untuk mendapatkan informasi yang diinginkannya, meski tampaknya dia sudah mencapai tujuannya, nyatanya dia gagal total.James melirik ke bawah dan menatap konsol. Asal dia menekan tombol pintu, pasangan itu bisa pergi dari sini.Dia sebenarnya ingin Wina tinggal
Tangan Jihan bergerak dengan sangat cepat, dia menembakkan pistolnya satu kali dan langsung membunuh si pria berbaju hitam.Saat Jihan hendak membidik yang lain, titik-titik merah pun langsung menutupi tubuh Wina.Pada saat yang bersamaan, pria itu menempelkan mulut pistolnya di kepala Wina."Tuan Jihan."Tiga orang anggota pun perlahan berjalan keluar dari dalam bilik ruang permainan gelap dengan membawa senapan."Kami akan melepaskan istrimu asalkan kamu menyanggupi syarat dari 2-5. Kalau nggak ...."Begitu salah satu anggota selesai berbicara, si pria berbaju hitam langsung menekankan mulut pistolnya di kepala Wina dengan keras."Jangan sakiti dia!"Pria berbaju hitam itu hanya bermaksud mengancam, tetapi Jihan sudah ketakutan dan panik.Terlihat jelas posisi Wina lebih tinggi daripada nyawanya sendiri bagi Jihan.Itu sebabnya Jihan langsung gelisah sekalipun Wina hanya terluka sedikit."Urusanmu denganku, jangan sentuh dia."Jihan tidak jadi berani menembak 2-5 sekarang, sorot tata
Sekujur tubuh Wina terasa gemetar dalam pelukan Jihan, tetapi perlahan-lahan kembali tenang setelah mencium aroma tubuh Jihan yang familiar.Dia perlahan menengadah menatap Jihan dengan garis rahang yang tegas, sementara Jihan juga menunduk menatapnya.Sosok mereka saling terpantul di bola mata masing-masing. Yang satu terlihat pucat, sementara yang satu lagi terlihat mantap. Mereka berdua sama sekali tidak memalingkan wajah."Yuk kuantar pulang, Wina."Jihan menggendong Wina seperti tuan putri tanpa mengacuhkan luka tembak di bahunya.Tenaga yang mendadak Jihan kerahkan itu membuat darah yang mengalir di bahunya menetes ke wajah Wina. Wina sontak memekik dengan kaget."Turunkan aku!"Bisa-bisanya Jihan masih menggendongnya di saat dia sedang terluka? Apa Jihan cari mati?Wina pun meronta berusaha turun, dia takut Jihan akan kesakitan.Jihan menunduk dan mencium kening Wina."Ayo, nurut, jangan gerak-gerak."Mata Wina sontak menjadi berkaca-kaca lagi mendengar perintah Jihan yang famil
Tidak ada yang ambil pusing dengan Jodie. Mereka semua sibuk memperhatikan bahu Jihan yang berdarah ...."Tuan, tolong turunkan Nyonya dulu. Kami obati dulu luka Tuan."Alta mengulurkan tangannya hendak gantian menggendong Wina, tetapi Jihan mundur selangkah sambil memeluk Wina.Tindakan Jihan mengungkapkan satu makna dengan jelas. Jangan berani-beraninya menyentuh istrinya."Pimpin jalan."Jihan mengedikkan dagunya yang runcing dan tajam sebagai isyarat bagi Alta untuk memimpin jalan.Alta pun tersadar dari kebingungannya, lalu menarik kembali tangannya dan mengubah posisinya menjadi gestur mempersilakan."Silakan lewat sini, Tuan."Jihan memeluk Wina erat-erat sambil bergegas mengikuti Alta keluar dari area eksperimen Medan Hitam.Sekembalinya ke permukaan, Jihan memasukkan Wina ke dalam helikopter, lalu berbalik menghadap para anggota Organisasi Shallon."Balas dendam kita sudah selesai. Kalian nggak perlu lagi mengikutiku, jadi silakan habis ini kalian pergi ke mana pun yang kalian
Setelah semua orang pergi, yang tetap di sana hanya tinggal Vian, Valeria serta dua helikopter. Pegunungan ditutupi asap yang muncul akibat ledakan bom."Kamu juga pergilah."Valeria hanya berdiri terdiam saat mendengar ucapan Vian. Lama sekali dia baru bisa angkat bicara."Kak, Kakak bilang aku harus menikah dengan orang lain kalau Kakak nggak bisa kembali dari Medan Hitam dengan selamat. Sekarang 'kan Kakak berhasil keluar, apa Kakak masih berpikiran begitu?"Valeria yang dulu tidak pernah berani mengutarakan perasaannya secara langsung.Namun, sekarang Valeria tidak begitu peduli. Dia menyatakan rasa cintanya kepada Vian secara terang-terangan.Vian juga tidak menghindar dan menghela napas tak berdaya."Aku ini keturunan Rustadi. James pasti nggak akan mengampuniku kalau sampai tahu."Jovan itu orang yang tidak manusiawi, jadi Jovan pasti akan membocorkan siapa Vian sebenarnya jika James mendatanginya.Dengan begitu, James akan mengubah targetnya menjadi Vian. Valeria pasti ikut ter
Saat Jefri tiba di sana, operasi sudah dimulai. Daris dan Alta berdiri tegak menunggu di luar ruang tindakan UGD.Wina duduk di kursi luar, satu tangannya mengusap-usap perutnya, sementara tangannya yang satu lagi berada di atas sandaran tangan.Wina mencengkeram sandaran tangan itu dengan cukup kuat. Jika diperhatikan dengan saksama, terlihat jelas bagaimana buku-buku jarinya memutih.Wajahnya juga kurang terlihat bugar. Selama beberapa hari dikurung, dia tidak makan atau tidur dengan nyaman.Ditambah lagi, dia malah bertemu dengan Jihan yang terluka. Wajar saja Wina makin merasa stres.Untung saja dokter bilang tembakan Jihan tidak mengenai bagian vital apa pun atau Wina pasti tidak akan sanggup menahan semua tekanan ini.Wina dan Sara sama-sama sedang hamil, tetapi berat badan Sara bertambah banyak, sedangkan Wina terlihat begitu kurus.Jefri bukan tipe orang yang mudah bersimpati dengan wanita lain, tetapi dia refleks mengernyit saat melihat ekspresi Wina yang tampak sangat lelah.
"Oke."Jefri menepuk pahanya, lalu bangkit berdiri dari salah satu sofa."Ya ampun, hidupku ini kasihan banget sih. Aku sengaja meninggalkan istriku sendirian supaya bisa ke sini merawatmu, tapi aku malah langsung diusir."Jefri sengaja berjalan perlahan sambil mengeluh, tetapi sayangnya dia sama sekali tidak dibujuk untuk tetap tinggal. Jihan malah melanjutkan ucapannya ...."Tutup pintunya.""..."Jefri pun menutup pintu dengan ekspresi muram.Dia menggertakkan gigi dengan kesal sambil mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video ke Sara. Dia mengeluhkan sikap kakak keduanya yang kurang ajar itu!Sementara itu, Wina yang berada di dalam kamar rawat pun refleks tersenyum saat melihat Jefri berjalan pergi sambil merutuk itu."Kamu kok jahat banget sih sama Jefri?""Siapa suruh dia nggak peka?"Jihan menjawab dengan acuh tak acuh, ekspresinya kembali berubah menjadi dingin saat dokter yang Daris panggilkan berjalan masuk.Untunglah dokter tersebut cukup peka. Setelah mengobati l