Setelah Wina mengatakan itu, raut wajah Jihan tiba-tiba menjadi dingin."Kubilang aku akan menyembuhkanmu, jadi jangan menolak."Dengan wajah dingin, Jihan menarik selimut untuk menutupi Wina, lalu duduk di samping sambil lanjut membaca laporan pemeriksaan Wina.Bulu mata yang tebal dan panjang terkulai ke bawah, menutupi matanya yang besar dan hitam itu, sehingga sulit untuk melihat emosi apa yang tersembunyi di mata itu.Akan tetapi, ada sedikit kegelisahan di antara alis yang saling mendekat itu. Begitu dangkal sehingga sukar untuk menyadarinya.Jihan selalu pandai mengendalikan emosinya, Wina tidak bisa memahaminya, jadi dia tidak repot-repot berspekulasi dan hanya berbaring miring.Mereka jarang berduaan dengan tenang seperti ini. Lima tahu bersama, Jihan tidak pernah menemaninya seperti ini.Wina terkadang bertanya-tanya di mana posisinya di hati Jihan.'Jika aku hanya pengganti, kenapa dia selalu datang mencariku setelah berpisah?''Terutama kali ini, dia benar-benar merebutku d
"Pak Jihan, kamu ...."Wina ingin bertanya mengapa Jihan membawa dia ke rumahnya?Akan tetapi, dia tidak tahu bagaimana cara menanyakannya.Dia menunduk, tidak berani menatap pria di depannya.Namun, Jihan memandangnya dengan ringan, seolah bisa membaca pikirannya."Setelah beristirahat beberapa hari, aku akan mengantarmu pulang."Jihan tidak mengatakan alasannya, hanya memberinya sebuah pernyataan.Ketika mendengar bahwa Jihan akan mengantarnya pulang, Wina tidak begitu gugup lagi. Mengenai alasan ....Wina merasa Jihan merasa bersalah sudah mencekiknya hampir mati, jadi ingin merawatnya di rumah.Meski alasan ini tidak begitu masuk akal, Wina tidak berani memikirkannya lebih jauh.Setelah membantu Wina berbaring miring di tempat tidur, Jihan memanggil pelayan rumah."Paman Rudi, siapkan makanan yang mudah dicerna," perintah Jihan."Baik."Rudi segera menanggapi dengan hormat, lalu pergi keluar.Begitu Rugi pergi, Jihan memanggil dua pelayan wanita dan meminta mereka menyiapkan bebera
Saat Lilia tiba, Jihan sudah meninggalkan kamar Wina.Wina merasa tidak enak hati ketika Lilia mengoleskan obat dan memberikan infus.Lilia menatapnya dan tersenyum penuh arti."Nona Wina sangat beruntung."Mungkin yang dimaksud Lilia adalah Jihan memperlakukan Wina secara berbeda.Namun, perbedaan kecil ini mungkin hanya karena rasa kasihan.Bagaimanapun, mereka telah bersama selama lima tahun. Ketika Jihan tiba-tiba mengetahui bahwa dia mengidap penyakit jantung, tidak peduli betapa dinginnya seseorang, mereka akan menunjukkan sedikit perhatian.Lilia tidak tahu apa yang dipikirkan Wina. Setelah menempelkan selotip di jarum di punggung tangan Wina, dia mengeluarkan beberapa kotak obat dan menyerahkan pada Wina."Nona Wina sungguh beruntung. Aku kebetulan membeli sejumlah obat untuk penyakit gagal jantung stadium terakhir dari luar negeri.""Meskipun obat-obat ini nggak bisa menghentikan kematian, setidaknya akan membantumu menghilangkan rasa sakit."Saat Wina melihat beberapa kotak o
Kamar pintu Wina tidak tertutup, jadi pembicaraan kedua orang itu terdengar oleh Wina dan membuat telinganya seperti tertusuk.Wina dihadapkan dengan kenyataan yang pahit. Dia akhirnya dengan jelas menyadari keberadaan dirinya bagi Jihan itu apa.Sebenarnya, selama lima tahun itu, Wina sudah tahu bagi Jihan dirinya hanyalah alat untuk melampiaskan hasrat.Namun, belum pernah ada momen seperti ini, yang membuatnya menyerah sepenuhnya.Wina mengangkat tangan kanannya ke atas, mempercepat tetesan infus itu. Dia berpikir bahwa semakin cepat tetesannya, semakin cepat penyakitnya sembuh.Setelah Lilia pergi, Jihan melihat ke arah kamar Wina berbaring itu dan mendapati bahwa pintunya tidak tertutup. Seketika, raut wajah Jihan menjadi muram.Jihan seperti kehilangan kendali, bangkit dari sofa dan menuju ke kamar. Begitu masuk, dia melihat Wina sedang mengatur kecepatan infus.Tidak ada perubahan emosi yang terlihat di wajah Wina. Dia masih seperti sebelumnya, patuh dan berperilaku baik.Meliha
Daris melirik Jihan, dia dapat melihat Jihan bertekad untuk menang karena sorot mata Jihan memperlihatkan keposesifannya.Daris awalnya ingin membujuk Jihan untuk mengembalikan Nona Wina ke Rian, tetapi setelah melihat ekspresi itu, Daris yang bisa membaca situasi pun tutup mulut.Dia tahu Jihan pada akhirnya tidak bisa melupakan Nona Wina, makanya bersaing dengan Rian.Hanya saja, Jihan tidak memperlihatkan perasaan itu, jadi sulit bagi Daris untuk mengatakannya.Setelah mengiakan perintah Jihan, Daris pergi mencari cara untuk memblokir semua berita.Meskipun orang-orang di vila ini adalah orang kepercayaan Jihan, mereka tidak bisa melawan tipu muslihat nyonya di rumah besar itu.Daris merasa bahwa saat ini dia harus mengatasi semua pengganggu Jihan daripada membujuknya untuk melepaskan Wina.Wina tidak tahu apa yang terjadi di ruang kerja. Saat melihat Rudi datang dengan tasnya, dia segera memaksakan diri untuk duduk."Nona Wina, ini tasmu," ujar Rudi.Setelah mengambil tasnya, Wina
"Kak Sara ...."Sara tertegun ketika mendengar panggilan itu.Dia selalu merasa pria di depannya ini adalah Ivan, bukan Rian.Ketika mendengar panggilan seperti sebelumnya lagi dari mulut Ivan, Sara tentu saja kaget.Namun, Sara tidak meresponsnya. Dia hanya menatap mata Ivan dengan dingin.Waktu itu, dia pernah menemani Wina ke Kota Ostia untuk mencarinya, tetapi diusir oleh pengawal.Setelah kembali ke Kota Aster karena permintaan Wina, Sara mendapati rumahnya digeledah oleh Keluarga Gerad.Saat itu, seisi rumah sangat kacau. Perabotan yang susah payah dibelinya setelah menabung, semuanya hancur.Yang paling membuat Sara kecewa adalah Ivan ingin membunuh Wina.Sara tidak bisa melupakan semua itu, bahkan setelah mengetahui Wina dan Ivan bertemu lagi, dia tetap merasa kesal."Maaf ...."Rian seperti mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mengatakan itu.Permintaan maaf yang telat lima tahun lamanya, yang membuat Rian berpisah dengan mereka."Kamu seharusnya minta maaf pada Wina."Sat
Kata-kata Sara seperti sebuah pukulan berat bagi Rian."Setiap kali?"Rian seperti tidak percaya, dia menengadah dan menatap mata Sara."Selama lima tahun ini ... dia terus bersama Jihan?""Ya."Satu kata itu sudah membuat Rian seperti kehilangan separuh nyawanya.Rian mengira Wina hanya menjual dirinya sekali. Dia tidak menyangka Wina bersama Jihan selama lima tahun.'Tidak heran Jihan memandang Wina dengan tatapan posesif, ternyata mereka sudah lama bersama.''Lalu apa yang harus kulakukan? Aku sudah menyukai Wina selama lima belas tahun.'Cinta Rian sangat mendalam sampai ke tulang-tulang dari pertama kali dia jatuh sampai sebelum amnesia.Dia sangat mencintai Wina sehingga memilih ditabrak mobil dan mati daripada membiarkan Wina merendahkan dirinya kepada pria lain untuk menyelamatkan nyawanya.Dia tidak bisa menerima pemikiran Wina terbaring di bawah pria lain.Oleh karena itu, ketika mengetahui Wina menjual diri untuk menyelamatkannya, Rian terus menyalahkan Wina seperti orang gi
Wina awalnya ingin menunggu sampai dia bisa berjalan sendiri baru memberi tahu Jihan. Namun, karena Jihan bertanya dahulu, Wina merasa ini adalah kesempatan bagus."Dia pasti sedang panik mencariku. Pak Jihan, bisakah tolong kirim seseorang untuk mengantarku pulang?""Kamu buru-buru ingin bertemu dengannya?"Jihan menatapnya dari atas, wajahnya yang tampan tapi dingin menyeramkan itu membuat orang gemetar."Ya."Wina sedikit takut padanya, tetapi tetap berusaha mengangguk.Sekalipun bukan untuk melihat Rian, dia ingin pergi dari sini sesegera mungkin.Jihan akan bertunangan dengan Winata, dia merasa tidak pantas dirinya bermalam di rumah Jihan.Sebelumnya, Wina tersentuh oleh kehangatan yang ditunjukkan Jihan sampai membuatnya lupa bahwa Jihan sudah memiliki tunangan.Sekarang, Wina sudah sadar kembali, jadi tidak seharusnya dia berhubungan dengan pria yang memiliki tunangan.Ekspresi Wina terlihat sedikit cemas, seolah-olah dia tidak sabar untuk pergi.Melihat ekspresi itu, perasaan r