"Kak Sara ...."Sara tertegun ketika mendengar panggilan itu.Dia selalu merasa pria di depannya ini adalah Ivan, bukan Rian.Ketika mendengar panggilan seperti sebelumnya lagi dari mulut Ivan, Sara tentu saja kaget.Namun, Sara tidak meresponsnya. Dia hanya menatap mata Ivan dengan dingin.Waktu itu, dia pernah menemani Wina ke Kota Ostia untuk mencarinya, tetapi diusir oleh pengawal.Setelah kembali ke Kota Aster karena permintaan Wina, Sara mendapati rumahnya digeledah oleh Keluarga Gerad.Saat itu, seisi rumah sangat kacau. Perabotan yang susah payah dibelinya setelah menabung, semuanya hancur.Yang paling membuat Sara kecewa adalah Ivan ingin membunuh Wina.Sara tidak bisa melupakan semua itu, bahkan setelah mengetahui Wina dan Ivan bertemu lagi, dia tetap merasa kesal."Maaf ...."Rian seperti mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mengatakan itu.Permintaan maaf yang telat lima tahun lamanya, yang membuat Rian berpisah dengan mereka."Kamu seharusnya minta maaf pada Wina."Sat
Kata-kata Sara seperti sebuah pukulan berat bagi Rian."Setiap kali?"Rian seperti tidak percaya, dia menengadah dan menatap mata Sara."Selama lima tahun ini ... dia terus bersama Jihan?""Ya."Satu kata itu sudah membuat Rian seperti kehilangan separuh nyawanya.Rian mengira Wina hanya menjual dirinya sekali. Dia tidak menyangka Wina bersama Jihan selama lima tahun.'Tidak heran Jihan memandang Wina dengan tatapan posesif, ternyata mereka sudah lama bersama.''Lalu apa yang harus kulakukan? Aku sudah menyukai Wina selama lima belas tahun.'Cinta Rian sangat mendalam sampai ke tulang-tulang dari pertama kali dia jatuh sampai sebelum amnesia.Dia sangat mencintai Wina sehingga memilih ditabrak mobil dan mati daripada membiarkan Wina merendahkan dirinya kepada pria lain untuk menyelamatkan nyawanya.Dia tidak bisa menerima pemikiran Wina terbaring di bawah pria lain.Oleh karena itu, ketika mengetahui Wina menjual diri untuk menyelamatkannya, Rian terus menyalahkan Wina seperti orang gi
Wina awalnya ingin menunggu sampai dia bisa berjalan sendiri baru memberi tahu Jihan. Namun, karena Jihan bertanya dahulu, Wina merasa ini adalah kesempatan bagus."Dia pasti sedang panik mencariku. Pak Jihan, bisakah tolong kirim seseorang untuk mengantarku pulang?""Kamu buru-buru ingin bertemu dengannya?"Jihan menatapnya dari atas, wajahnya yang tampan tapi dingin menyeramkan itu membuat orang gemetar."Ya."Wina sedikit takut padanya, tetapi tetap berusaha mengangguk.Sekalipun bukan untuk melihat Rian, dia ingin pergi dari sini sesegera mungkin.Jihan akan bertunangan dengan Winata, dia merasa tidak pantas dirinya bermalam di rumah Jihan.Sebelumnya, Wina tersentuh oleh kehangatan yang ditunjukkan Jihan sampai membuatnya lupa bahwa Jihan sudah memiliki tunangan.Sekarang, Wina sudah sadar kembali, jadi tidak seharusnya dia berhubungan dengan pria yang memiliki tunangan.Ekspresi Wina terlihat sedikit cemas, seolah-olah dia tidak sabar untuk pergi.Melihat ekspresi itu, perasaan r
Wina menghela napas lega melihat pemilik punggung arogan itu menghilang dari pandangannya.Wina mengira dengan bertengkar seperti itu, Jihan akan mengirim orang untuk mengantarnya pulang.Sebaliknya, Jihan tidak mengusirnya malah meminta Rudi untuk menjaganya dengan baik.Sedangkan Jihan tidak pernah muncul lagi, seakan-akan sudah melupakan keberadaannya.Selama beberapa hari ini, Lilia memberinya obat khusus untuk mengobati gagal jantungnya, jadi kondisinya pulih dengan cepat.Wina sudah bisa turun berjalan sekarang. Namun, kondisi tubuhnya sudah tidak sebaik dulu, hanya bangun untuk ke toilet saja sudah seperti akan kehilangan setengah nyawanya.Lilia sudah mengatakan obat khusus itu hanya menghilangkan rasa sakitnya dan tidak bisa menghentikan kematiannya yang mendekat itu. Dia sudah ditakdirkan akan mati pada waktunya dan tidak ada yang bisa menyelamatkannya.Melihat Wina keluar dari kamar mandi sambil berpegangan pada dinding dan berkeringat dingin, Lilia yang sebelumnya sedang me
Saat Wina duduk bersandar di atas kasur sambil melamun, ada lampu mobil yang sangat menyilaukan masuk dari luar jendela.Kemudian terdengar suara mobil mendekat dan sebuah mobil Koenigsegg berhenti di depan pintu vila.Pengawal yang memegang payung membuka pintu mobil belakang dan seorang pria setinggi hampir 190 cm perlahan keluar dari mobil.Jihan melonggarkan dasi di lehernya dengan satu tangan dan memerintah kepada pengawal dengan dingin, "Jangan biarkan dia masuk.""Baik," jawab pengawal itu. Setelah dia mengantar Jihan masuk ke vila, dia segera menuju ke gerbang pintu.Wina berdiri di depan jendela, matanya terus mengikuti pengawal itu. Kemudian, dia melihat seorang pria di luar gerbang dari kejauhan.Karena jaraknya terlalu jauh dan sedang hujan deras, Wina tidak bisa melihat siapa pria itu dan dia pun tidak terlalu memedulikannya.Wina kemudian memaksakan dirinya berjalan ke bawah sambil berpegangan pada dinding.Beberapa hari ini, Jihan tidak pulang ke vila, jadi Wina tidak bi
"Ternyata kamu memang sudah membuat janji dengannya!"Suara Jihan, yang begitu dingin datang dari atas kepalanya, membuat Wina tertegun."Aku nggak membuat janji dengannya!""Kalau begitu kenapa dia tahu kamu ada di sini?""Aku nggak tahu, mungkin ....""Jangan membuat alasan lagi. Bukankah kamu memintaku untuk menemukan tasmu agar bisa menghubunginya?"Wina ingin menjelaskan, tetapi sudah disela oleh Jihan.Melihat sikap Jihan yang begitu keras kepala, Wina tidak melanjutkan penjelasannya.Karena Jihan sudah menganggap dirinya sudah menghubungi Rian untuk menjemputnya, Jihan tidak akan percaya dengan penjelasannya, jadi Wina pun memilih diam saja."Begitu kamu sembuh, dia datang menjemputmu. Jelas-jelas kamu sudah membuat janji dengannya, 'kan?"Rasa tidak percaya Jihan pada dirinya sudah membuat Wina merasa sangat lelah.Setelah menarik napas, Wina pun berkata dengan datar, "Ya, aku memang sudah buat janji dengannya. Setelah aku bisa jalan, aku memintanya menjemputku."Mendengar peng
Medengar itu, Jihan berhenti. Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke luar jendela.Hanya sesaat dan dia kembali menatap wanita di pelukannya."Mantan kekasihmu sama tidak tahu dirinya denganmu."Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan memberi perintah kepada Rudi dengan suara dingin."Biarkan dia naik."'Dia hanya ingin melihat Wina, 'kan! Kubiarkan dia melihatnya selama dia bisa menanggungnya!'"Baik."Rudi segera pergi memberi penjelasan kepada polisi dan membiarkan Rian masuk.Rian basah kuyup karena kehujanan. Dia menaiki tangga selangka demi selangka dengan gemetar dan berpegangan pada pegangan tangga.Ketika melihat Wina ditekan di jendela dan dicium dengan paksa oleh Jihan, mata Rian langsung dipenuhi dengan amarah.Selama beberapa hari, Rian terus mencari tahu semua aset properti atas nama Jihan dan menggeledah setiap rumah itu satu per satu. Sekarang, dia akhirnya menemukan Wina, tetapi malah melihat pemandangan yang paling tidak bisa dia terima.Rian tertegun di tempat deng
Saat pintu kamar ditutup, teriakan putus asa Rian pun menghilang.Wina dilempar ke tempat tidur oleh Jihan. Dia hampir tidak diberi kesempatan untuk melawan. Jihan sudah menekannya dari atas.Wina pikir dia hanya ingin membuat Rian kesal, tetapi tidak menyangka bahwa Jihan bersungguh-sungguh ingin bercinta dengannya."Jihan, bukankah kamu menderita misofobia? Aku pernah tidur dengan pria lain, apa kamu nggak merasa diriku kotor?"Baru sekarang Wina ingat bahwa Jihan menderita misofobia. Seolah-olah ini kesempatan terakhirnya, Wina meneriakkan ucapan itu sambil meronta."Terus kenapa? Aku nggak peduli lagi ...."Setelah mengatakan itu, sorot mata Jihan terlihat seperti sudah membuat keputusan.Pada saat inilah Wina menyadari bahwa Jihan benar-benar marah. Saking marahnya, bahak tidak peduli dengan dirinya yang kotor. Jihan bersikeras ingin bercinta dengannya.Seperti sebuah hukuman, juga untuk melampiaskan amarah dan sedikit ... kerinduan.Seperti itulah kerinduan Jihan terhadap Wina. B
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je