Wina tidak menyangka Zeno juga akan ikut bersama Jihan. Satu misi yang dilakukan oleh dua orang pemimpin, sekaligus dengan Zeno yang tidak terkalahkan. Itu sudah membuktikan betapa berbahayanya misi kali ini.Cessa tidak tahu, tetapi Wina tahu. Itu sebabnya Wina merasa lebih menderita daripada Cessa karena Wina harus menanggung penderitaan seperti itu sendirian tanpa bisa mengatakan apa-apa."Mungkin karena belakangan ini aku kurang tidur."Cessa tidak terlalu peduli dengan Wina, dia tidak ambil pusing dengan nada bersalah yang ada di balik ucapan Wina dan balas menghela napas."Aku juga."Cessa mulai mengeluh tentang Zeno."Ini semua karena Zeno terlalu baik. Waktu kutanya kenapa juga dia harus dinas dengan suamimu, dia bilang dia harus melakukan sesuatu yang penting. Entah apa hal penting yang dia maksud. Sudah dua bulan berlalu, tapi belum selesai juga. Aku juga belum bisa meneleponnya. Itu sebabnya aku jadi nggak bisa tidur dengan nyenyak karena aku mengkhawatirkannya."Wina yang j
Saat Paman Rudi membuka pintu dan masuk, Wina sedang duduk di ambang jendela menunggu kepulangan Jihan sambil memegang surat itu."Nyonya, Vian sudah kembali."Wina sontak tertegun, lalu sorot tatapannya yang kosong dan redup pun perlahan-lahan dipenuhi binar harapan.Dia langsung berlari melewati Paman Rudi tanpa terpikir untuk mengenakan sandalnya, lalu menuruni tangga spiral dan menuju ruang tamu.Begitu mendengar langkah kaki turun di belakangnya, Vian yang sedang duduk tegak di sofa pun perlahan menoleh ....Wajah Vian yang familier membuat air mata Wina sontak menetes.Karena Vian kembali dalam keadaan sehat walafiat, apa itu berarti Jihan juga kembali dengan selamat?Wina mempercepat langkahnya menghampiri Vian."Mana Jihan?"Vian menurunkan pandangannya agar sorot tatapannya yang sedih tidak terlihat, lalu menjawab dengan suara pelan, "Dia ... belum kembali."Jantung Wina seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik, semua harapannya pupus seketika. "Terus, kapan dia akan
Setelah Vian pergi, Wina tidak bisa melupakan betapa pedihnya senyuman Vian.Insting Wina mengatakan ada yang Vian sembunyikan darinya, tetapi Wina tidak tahu apa ....Sebenarnya hati kecil Wina sudah membuat dugaan, tetapi dia tidak mau memikirkan sesuatu terjadi pada Jihan ataupun Zeno. Wina percaya pada ucapan Vian yang mengatakan bahwa Jihan baik-baik saja, jadi dia menunggu dengan patuh di rumah selama 22 hari ke depan sambil berusaha untuk mengendalikan rasa gelisahnya.Jarum jam lagi-lagi menunjuk angka 12, sudah jam 12 malam. Namun, mobil maupun sosok Jihan belum juga terlihat di pintu masuk Bundaran Blue Bay ....Semua rasa percaya yang Wina miliki langsung runtuh. Untuk pertama kalinya, dia menghancurkan jam tangan mahalnya yang seharga miliaran itu dan juga membalikkan meja makan.Wina yang sudah tidak tahan lagi pun bergegas keluar vila seperti orang gila. Dia berlari sampai ke ujung jalan dan nyaris saja tertabrak mobil jika tidak segera Alta hentikan.Alta menyeret Wina y
Hati Ivan terasa sakit karena dia menahan apa yang ingin dia katakan. Dia mundur selangkah dengan kruknya."Wina, jangan lupa meneleponku kalau kamu butuh bantuanku."Ivan selalu menahan diri dan menjaga tata kramanya. Dia tidak pernah melewati batas karena dia sudah mengatakan bersedia menjadi keluarga Wina.Sama seperti dulu, Wina balas mengangguk dengan patuh tanpa benar-benar mengindahkan apa yang Ivan katakan."Ya."Ivan menatap Wina dengan saksama untuk terakhir kalinya, lalu berbalik badan dan kembali ke mobil.Setelah pintu mobil ditutup, Ivan menatap ke arah Wina yang masih berdiri di pinggir jalan melalui jendela mobil.Wina sendiri menundukkan kepalanya menatap "surat wasiat" yang sudah robek menjadi dua di atas aspal itu ....Setelah mobil Ivan menghilang di ujung jalan, barulah Wina perlahan berbicara."Alta, telepon Vian dan suruh dia ke sini menemuiku."Alta takut Wina tidak akan sanggup menanggungnya jika dia mengetahui segalanya, tetapi dia tetap mengangguk dengan patu
Tubuh Wina langsung menegang. Dia tidak memberikan jawaban apa pun, jadi Jodie berkata, "Berapa lama kamu mau tetap merahasiakan soal itu dariku? Sekarang tunangan adikku sudah meninggal."Wina akhirnya menengadah menatap Jodie. "Maaf.""Apa minta maaf saja cukup?" Jodie sebenarnya ingin bertanya seperti itu kepada Wina, tetapi begitu melihat mata Wina yang memerah dan bengkak, dia tidak jadi bertanya.Jodie memalingkan wajahnya dan berkata dengan dingin, "Pulanglah, tanyakan kepadanya dengan jelas. Berikan jawabannya nanti saat kutemui lagi."Jodie tahu bahwa Jihan sudah menghilang selama tiga bulan, tetapi belum kembali juga di saat Vian sudah kembali sekarang dengan guci abu Zeno. Itu berarti kemungkinan besar ada masalah gawat yang terjadi. Masalahnya Jodie tidak tahu, hanya Vian yang tahu.Wina balas mengangguk kepada Jodie, lalu bergegas kembali ke Bundaran Blue Bay. Alta memastikan Vian sama sekali tidak pergi, Vian duduk manis di tempat sambil mengelus guci abu milik Zeno dan m
Wina menatap punggung Vian yang membungkuk, binar dalam sorot tatapannya perlahan-lahan meredup. Rasanya sekarang Wina berada dalam kegelapan tak berujung yang dipenuhi dengan keputusasaan.Dia tidak bisa berhenti membayangkan tengkorak Jihan yang dibuka. Wina jadi bertanya-tanya apakah orang-orang itu membius Jihan terlebih dulu sebelum melakukannya. Jika begitu, setidaknya rasa sakit Jihan akan berkurang. Jika tidak, itu berarti Jihan harus menjalani rasa sakit saat kepalanya dibuka dan otaknya dicungkil keluar sedikit demi sedikit ....Hanya membayangkan Jihan meninggal dalam kondisi kesakitan yang begitu hebat saja sudah membuat hati Wina seperti patah menjadi dua. Dia berusaha bernapas, tetapi tidak bisa. Dadanya terasa begitu sesak sampai-sampai menghirup udara saja tidak mampu.Wina tidak ingin Jihan terluka sekecil apa pun itu, tetapi Jihan ternyata harus melalui sesuatu yang sangat kejam. Mana mungkin Wina bisa menahan semua ini?Wina perlahan membungkuk sambil memegangi dadan
Penjelasan Vian itu membuat sekujur tubuh Wina terasa dingin, begitu pula dengan tangan dan kakinya. Binar harapan terakhir dalam hatinya akhirnya padam seketika."Ternyata semuanya bohongan ...."Orang yang mengabarkan bahwa dirinya selamat, janji untuk menunggu satu bulan, permintaan untuk menunggu dua bulan lagi, hingga Ivan yang muncul di bulan ketiga. Ternyata semua itu sudah direncanakan ....Jihan benar-benar hebat. Dia memanfaatkan hati Wina yang lembut dan sikapnya yang patuh agar Wina tidak menimbulkan masalah dan menurut padanya seperti boneka ....Begitu melihat senyuman Wina yang terkesan getir dan menghina itu, Vian pun makin merasa bersalah."Ini semua salahku, Nyonya Wina. Aku minta maaf kepadanya dan kepadamu."Lama sekali Wina hanya duduk di sofa, tubuhnya bahkan sampai menggigil kedinginan sebelum akal sehatnya akhirnya kembali.Wina mendekap tangannya dengan erat, lalu perlahan menggerakkan matanya yang terasa pedih dan menatap Vian yang sedari tadi berlutut penuh p
"Untuk menemukan dalang dibalik semua ini. Hanya itu satu-satunya cara untuk menghancurkan Medan Hitam."Hanya dengan menghancurkan Medan Hitam barulah anggota Organisasi Shallon akan aman untuk selamanya. Tujuan Medan Hitam adalah membunuh setiap anggota Organisasi Shallon, termasuk Jihan. Itu sebabnya mereka mau tidak mau turun tangan menyelidiki."Terus, sudah ketemu?"Vian menggelengkan kepalanya, sorot tatapannya terlihat sangat bersalah. Seandainya saja dia membuat pilihan yang tepat, mungkin sekarang mereka masih memiliki kesempatan."Aku awalnya terpikir untuk tetap di sana dan terus melakukan tantangan misi lain sampai aku bertemu dengan dalang Medan Hitam, tapi setelah Jihan memintaku keluar, aku memutuskan untuk pergi."Vian tahu Jihan ingin dia kembali untuk memberitahukan pesannya kepada Wina agar Wina bisa melanjutkan hidupnya. Itu sebabnya Vian memilih untuk menjadi pengantar pesan daripada menjemput ajalnya. Vian tahu sudah tidak ada harapan, tetapi itu adalah permintaa
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je