Dua patah kata itu langsung menenangkan hati Wina yang cemas, tetapi entah kenapa matanya jadi berkaca-kaca. Air matanya pun menetes ke atas kertas surat tanpa bisa Wina tahan."Apa dia baik-baik saja di sana?"Wina bertanya kepada orang asing yang mengantarkan surat itu sambil menangis.Air mata Wina membuat orang itu ragu sesaat, tetapi orang itu akhirnya mengangguk."Ya, dia baik-baik saja. Nyonya nggak perlu khawatir.""Kalau gitu, kapan dia akan kembali?""Masih belum tahu.""Kalau gitu, dia sebenarnya ada di mana? Di tempat seperti apa? Apa aku boleh menemuinya? Aku ...."Orang itu langsung menyela serentetan pertanyaan Wina."Nyonya Wina, aku harus permisi sekarang. Ada urusan mendesak yang harus kutangani dan aku nggak punya waktu untuk menjelaskan."Belum sempat Wina mengangguk, orang itu langsung berbalik badan dan masuk kembali ke dalam mobil.Wina pun berdiri diam di tempat dengan sorot tatapan kosong, tangannya meremas surat itu dengan erat. Dia menatap mobil yang melaju p
Wina tidak menyangka Zeno juga akan ikut bersama Jihan. Satu misi yang dilakukan oleh dua orang pemimpin, sekaligus dengan Zeno yang tidak terkalahkan. Itu sudah membuktikan betapa berbahayanya misi kali ini.Cessa tidak tahu, tetapi Wina tahu. Itu sebabnya Wina merasa lebih menderita daripada Cessa karena Wina harus menanggung penderitaan seperti itu sendirian tanpa bisa mengatakan apa-apa."Mungkin karena belakangan ini aku kurang tidur."Cessa tidak terlalu peduli dengan Wina, dia tidak ambil pusing dengan nada bersalah yang ada di balik ucapan Wina dan balas menghela napas."Aku juga."Cessa mulai mengeluh tentang Zeno."Ini semua karena Zeno terlalu baik. Waktu kutanya kenapa juga dia harus dinas dengan suamimu, dia bilang dia harus melakukan sesuatu yang penting. Entah apa hal penting yang dia maksud. Sudah dua bulan berlalu, tapi belum selesai juga. Aku juga belum bisa meneleponnya. Itu sebabnya aku jadi nggak bisa tidur dengan nyenyak karena aku mengkhawatirkannya."Wina yang j
Saat Paman Rudi membuka pintu dan masuk, Wina sedang duduk di ambang jendela menunggu kepulangan Jihan sambil memegang surat itu."Nyonya, Vian sudah kembali."Wina sontak tertegun, lalu sorot tatapannya yang kosong dan redup pun perlahan-lahan dipenuhi binar harapan.Dia langsung berlari melewati Paman Rudi tanpa terpikir untuk mengenakan sandalnya, lalu menuruni tangga spiral dan menuju ruang tamu.Begitu mendengar langkah kaki turun di belakangnya, Vian yang sedang duduk tegak di sofa pun perlahan menoleh ....Wajah Vian yang familier membuat air mata Wina sontak menetes.Karena Vian kembali dalam keadaan sehat walafiat, apa itu berarti Jihan juga kembali dengan selamat?Wina mempercepat langkahnya menghampiri Vian."Mana Jihan?"Vian menurunkan pandangannya agar sorot tatapannya yang sedih tidak terlihat, lalu menjawab dengan suara pelan, "Dia ... belum kembali."Jantung Wina seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik, semua harapannya pupus seketika. "Terus, kapan dia akan
Setelah Vian pergi, Wina tidak bisa melupakan betapa pedihnya senyuman Vian.Insting Wina mengatakan ada yang Vian sembunyikan darinya, tetapi Wina tidak tahu apa ....Sebenarnya hati kecil Wina sudah membuat dugaan, tetapi dia tidak mau memikirkan sesuatu terjadi pada Jihan ataupun Zeno. Wina percaya pada ucapan Vian yang mengatakan bahwa Jihan baik-baik saja, jadi dia menunggu dengan patuh di rumah selama 22 hari ke depan sambil berusaha untuk mengendalikan rasa gelisahnya.Jarum jam lagi-lagi menunjuk angka 12, sudah jam 12 malam. Namun, mobil maupun sosok Jihan belum juga terlihat di pintu masuk Bundaran Blue Bay ....Semua rasa percaya yang Wina miliki langsung runtuh. Untuk pertama kalinya, dia menghancurkan jam tangan mahalnya yang seharga miliaran itu dan juga membalikkan meja makan.Wina yang sudah tidak tahan lagi pun bergegas keluar vila seperti orang gila. Dia berlari sampai ke ujung jalan dan nyaris saja tertabrak mobil jika tidak segera Alta hentikan.Alta menyeret Wina y
Hati Ivan terasa sakit karena dia menahan apa yang ingin dia katakan. Dia mundur selangkah dengan kruknya."Wina, jangan lupa meneleponku kalau kamu butuh bantuanku."Ivan selalu menahan diri dan menjaga tata kramanya. Dia tidak pernah melewati batas karena dia sudah mengatakan bersedia menjadi keluarga Wina.Sama seperti dulu, Wina balas mengangguk dengan patuh tanpa benar-benar mengindahkan apa yang Ivan katakan."Ya."Ivan menatap Wina dengan saksama untuk terakhir kalinya, lalu berbalik badan dan kembali ke mobil.Setelah pintu mobil ditutup, Ivan menatap ke arah Wina yang masih berdiri di pinggir jalan melalui jendela mobil.Wina sendiri menundukkan kepalanya menatap "surat wasiat" yang sudah robek menjadi dua di atas aspal itu ....Setelah mobil Ivan menghilang di ujung jalan, barulah Wina perlahan berbicara."Alta, telepon Vian dan suruh dia ke sini menemuiku."Alta takut Wina tidak akan sanggup menanggungnya jika dia mengetahui segalanya, tetapi dia tetap mengangguk dengan patu
Tubuh Wina langsung menegang. Dia tidak memberikan jawaban apa pun, jadi Jodie berkata, "Berapa lama kamu mau tetap merahasiakan soal itu dariku? Sekarang tunangan adikku sudah meninggal."Wina akhirnya menengadah menatap Jodie. "Maaf.""Apa minta maaf saja cukup?" Jodie sebenarnya ingin bertanya seperti itu kepada Wina, tetapi begitu melihat mata Wina yang memerah dan bengkak, dia tidak jadi bertanya.Jodie memalingkan wajahnya dan berkata dengan dingin, "Pulanglah, tanyakan kepadanya dengan jelas. Berikan jawabannya nanti saat kutemui lagi."Jodie tahu bahwa Jihan sudah menghilang selama tiga bulan, tetapi belum kembali juga di saat Vian sudah kembali sekarang dengan guci abu Zeno. Itu berarti kemungkinan besar ada masalah gawat yang terjadi. Masalahnya Jodie tidak tahu, hanya Vian yang tahu.Wina balas mengangguk kepada Jodie, lalu bergegas kembali ke Bundaran Blue Bay. Alta memastikan Vian sama sekali tidak pergi, Vian duduk manis di tempat sambil mengelus guci abu milik Zeno dan m
Wina menatap punggung Vian yang membungkuk, binar dalam sorot tatapannya perlahan-lahan meredup. Rasanya sekarang Wina berada dalam kegelapan tak berujung yang dipenuhi dengan keputusasaan.Dia tidak bisa berhenti membayangkan tengkorak Jihan yang dibuka. Wina jadi bertanya-tanya apakah orang-orang itu membius Jihan terlebih dulu sebelum melakukannya. Jika begitu, setidaknya rasa sakit Jihan akan berkurang. Jika tidak, itu berarti Jihan harus menjalani rasa sakit saat kepalanya dibuka dan otaknya dicungkil keluar sedikit demi sedikit ....Hanya membayangkan Jihan meninggal dalam kondisi kesakitan yang begitu hebat saja sudah membuat hati Wina seperti patah menjadi dua. Dia berusaha bernapas, tetapi tidak bisa. Dadanya terasa begitu sesak sampai-sampai menghirup udara saja tidak mampu.Wina tidak ingin Jihan terluka sekecil apa pun itu, tetapi Jihan ternyata harus melalui sesuatu yang sangat kejam. Mana mungkin Wina bisa menahan semua ini?Wina perlahan membungkuk sambil memegangi dadan
Penjelasan Vian itu membuat sekujur tubuh Wina terasa dingin, begitu pula dengan tangan dan kakinya. Binar harapan terakhir dalam hatinya akhirnya padam seketika."Ternyata semuanya bohongan ...."Orang yang mengabarkan bahwa dirinya selamat, janji untuk menunggu satu bulan, permintaan untuk menunggu dua bulan lagi, hingga Ivan yang muncul di bulan ketiga. Ternyata semua itu sudah direncanakan ....Jihan benar-benar hebat. Dia memanfaatkan hati Wina yang lembut dan sikapnya yang patuh agar Wina tidak menimbulkan masalah dan menurut padanya seperti boneka ....Begitu melihat senyuman Wina yang terkesan getir dan menghina itu, Vian pun makin merasa bersalah."Ini semua salahku, Nyonya Wina. Aku minta maaf kepadanya dan kepadamu."Lama sekali Wina hanya duduk di sofa, tubuhnya bahkan sampai menggigil kedinginan sebelum akal sehatnya akhirnya kembali.Wina mendekap tangannya dengan erat, lalu perlahan menggerakkan matanya yang terasa pedih dan menatap Vian yang sedari tadi berlutut penuh p