Setelah Vian pergi, Wina tidak bisa melupakan betapa pedihnya senyuman Vian.Insting Wina mengatakan ada yang Vian sembunyikan darinya, tetapi Wina tidak tahu apa ....Sebenarnya hati kecil Wina sudah membuat dugaan, tetapi dia tidak mau memikirkan sesuatu terjadi pada Jihan ataupun Zeno. Wina percaya pada ucapan Vian yang mengatakan bahwa Jihan baik-baik saja, jadi dia menunggu dengan patuh di rumah selama 22 hari ke depan sambil berusaha untuk mengendalikan rasa gelisahnya.Jarum jam lagi-lagi menunjuk angka 12, sudah jam 12 malam. Namun, mobil maupun sosok Jihan belum juga terlihat di pintu masuk Bundaran Blue Bay ....Semua rasa percaya yang Wina miliki langsung runtuh. Untuk pertama kalinya, dia menghancurkan jam tangan mahalnya yang seharga miliaran itu dan juga membalikkan meja makan.Wina yang sudah tidak tahan lagi pun bergegas keluar vila seperti orang gila. Dia berlari sampai ke ujung jalan dan nyaris saja tertabrak mobil jika tidak segera Alta hentikan.Alta menyeret Wina y
Hati Ivan terasa sakit karena dia menahan apa yang ingin dia katakan. Dia mundur selangkah dengan kruknya."Wina, jangan lupa meneleponku kalau kamu butuh bantuanku."Ivan selalu menahan diri dan menjaga tata kramanya. Dia tidak pernah melewati batas karena dia sudah mengatakan bersedia menjadi keluarga Wina.Sama seperti dulu, Wina balas mengangguk dengan patuh tanpa benar-benar mengindahkan apa yang Ivan katakan."Ya."Ivan menatap Wina dengan saksama untuk terakhir kalinya, lalu berbalik badan dan kembali ke mobil.Setelah pintu mobil ditutup, Ivan menatap ke arah Wina yang masih berdiri di pinggir jalan melalui jendela mobil.Wina sendiri menundukkan kepalanya menatap "surat wasiat" yang sudah robek menjadi dua di atas aspal itu ....Setelah mobil Ivan menghilang di ujung jalan, barulah Wina perlahan berbicara."Alta, telepon Vian dan suruh dia ke sini menemuiku."Alta takut Wina tidak akan sanggup menanggungnya jika dia mengetahui segalanya, tetapi dia tetap mengangguk dengan patu
Tubuh Wina langsung menegang. Dia tidak memberikan jawaban apa pun, jadi Jodie berkata, "Berapa lama kamu mau tetap merahasiakan soal itu dariku? Sekarang tunangan adikku sudah meninggal."Wina akhirnya menengadah menatap Jodie. "Maaf.""Apa minta maaf saja cukup?" Jodie sebenarnya ingin bertanya seperti itu kepada Wina, tetapi begitu melihat mata Wina yang memerah dan bengkak, dia tidak jadi bertanya.Jodie memalingkan wajahnya dan berkata dengan dingin, "Pulanglah, tanyakan kepadanya dengan jelas. Berikan jawabannya nanti saat kutemui lagi."Jodie tahu bahwa Jihan sudah menghilang selama tiga bulan, tetapi belum kembali juga di saat Vian sudah kembali sekarang dengan guci abu Zeno. Itu berarti kemungkinan besar ada masalah gawat yang terjadi. Masalahnya Jodie tidak tahu, hanya Vian yang tahu.Wina balas mengangguk kepada Jodie, lalu bergegas kembali ke Bundaran Blue Bay. Alta memastikan Vian sama sekali tidak pergi, Vian duduk manis di tempat sambil mengelus guci abu milik Zeno dan m
Wina menatap punggung Vian yang membungkuk, binar dalam sorot tatapannya perlahan-lahan meredup. Rasanya sekarang Wina berada dalam kegelapan tak berujung yang dipenuhi dengan keputusasaan.Dia tidak bisa berhenti membayangkan tengkorak Jihan yang dibuka. Wina jadi bertanya-tanya apakah orang-orang itu membius Jihan terlebih dulu sebelum melakukannya. Jika begitu, setidaknya rasa sakit Jihan akan berkurang. Jika tidak, itu berarti Jihan harus menjalani rasa sakit saat kepalanya dibuka dan otaknya dicungkil keluar sedikit demi sedikit ....Hanya membayangkan Jihan meninggal dalam kondisi kesakitan yang begitu hebat saja sudah membuat hati Wina seperti patah menjadi dua. Dia berusaha bernapas, tetapi tidak bisa. Dadanya terasa begitu sesak sampai-sampai menghirup udara saja tidak mampu.Wina tidak ingin Jihan terluka sekecil apa pun itu, tetapi Jihan ternyata harus melalui sesuatu yang sangat kejam. Mana mungkin Wina bisa menahan semua ini?Wina perlahan membungkuk sambil memegangi dadan
Penjelasan Vian itu membuat sekujur tubuh Wina terasa dingin, begitu pula dengan tangan dan kakinya. Binar harapan terakhir dalam hatinya akhirnya padam seketika."Ternyata semuanya bohongan ...."Orang yang mengabarkan bahwa dirinya selamat, janji untuk menunggu satu bulan, permintaan untuk menunggu dua bulan lagi, hingga Ivan yang muncul di bulan ketiga. Ternyata semua itu sudah direncanakan ....Jihan benar-benar hebat. Dia memanfaatkan hati Wina yang lembut dan sikapnya yang patuh agar Wina tidak menimbulkan masalah dan menurut padanya seperti boneka ....Begitu melihat senyuman Wina yang terkesan getir dan menghina itu, Vian pun makin merasa bersalah."Ini semua salahku, Nyonya Wina. Aku minta maaf kepadanya dan kepadamu."Lama sekali Wina hanya duduk di sofa, tubuhnya bahkan sampai menggigil kedinginan sebelum akal sehatnya akhirnya kembali.Wina mendekap tangannya dengan erat, lalu perlahan menggerakkan matanya yang terasa pedih dan menatap Vian yang sedari tadi berlutut penuh p
"Untuk menemukan dalang dibalik semua ini. Hanya itu satu-satunya cara untuk menghancurkan Medan Hitam."Hanya dengan menghancurkan Medan Hitam barulah anggota Organisasi Shallon akan aman untuk selamanya. Tujuan Medan Hitam adalah membunuh setiap anggota Organisasi Shallon, termasuk Jihan. Itu sebabnya mereka mau tidak mau turun tangan menyelidiki."Terus, sudah ketemu?"Vian menggelengkan kepalanya, sorot tatapannya terlihat sangat bersalah. Seandainya saja dia membuat pilihan yang tepat, mungkin sekarang mereka masih memiliki kesempatan."Aku awalnya terpikir untuk tetap di sana dan terus melakukan tantangan misi lain sampai aku bertemu dengan dalang Medan Hitam, tapi setelah Jihan memintaku keluar, aku memutuskan untuk pergi."Vian tahu Jihan ingin dia kembali untuk memberitahukan pesannya kepada Wina agar Wina bisa melanjutkan hidupnya. Itu sebabnya Vian memilih untuk menjadi pengantar pesan daripada menjemput ajalnya. Vian tahu sudah tidak ada harapan, tetapi itu adalah permintaa
Setelah mereka pergi, Wina duduk di atas sofa dengan sorot tatapan yang terlihat kosong dan putus asa."Tolong biarkan aku sendiri dulu sebentar, Vian."Suara Wina yang terdengar kesepian, begitu dingin dan putus asa itu pun terdengar menggema di ruang tamu yang sepi.Vian menatap wajah Wina yang agak bengkak dan hendak mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya tidak mengatakan apa pun.Suara langkah Vian yang berat berangsur-angsur berjalan pergi sehingga akhirnya hanya Wina seorang yang tetap berada di ruangan besar itu.Wina tampak begitu kesepian, aura keberadaannya bahkan nyaris tidak ada. Deru napasnya juga terdengar pelan ....Wina duduk bersandar di atas sofa selama beberapa saat, lalu menengadah menatap matahari terbenam di luar jendela sana dengan pandangan yang mengabur ....Matahari masih bersinar dan dunia masih berputar, hanya Jihan miliknya yang menghilang.Tidak ada yang bisa memahami perasaan Wina saat ini, dia juga tidak bisa memaksakan perasaannya kepada siapa pun.Wi
Alta mengangguk setuju dan menyuruh Gisel untuk menunggu Jihan pulang di rumah dengan patuh. "Aku pasti akan menunggu dengan patuh sampai Paman kembali," janji Gisel. "Paman juga sudah berjanji kepadaku akan menemaniku tumbuh dewasa, lalu menikahkanku."Anak-anak itu mudah dibujuk karena cara pikir mereka sederhana, tetapi Alta tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Dia pun menengadah menatap matahari terbenam di puncak gunung. Sama seperti matahari itu, Alta berharap Tuan Malam akan bangkit kembali seperti fajar.Saat Alta sedang menemani Gisel sambil menunggu orang-orang di dalam rumah keluar, tiba-tiba sebuah mobil melaju di luar pintu. Bunyi klakson menyadarkan Paman Rudi yang sedang menjaga pintu sambil melamun.Tubuhnya yang sudah tua perlahan bangkit berdiri dan menatap orang yang duduk di dalam mobil. Setelah melihat dengan saksama, Paman Rudi menekan tombol buka dengan gemetar.Hari ini adalah hari yang istimewa. Wina memang meliburkan para pelayan, tetapi Paman Rudi sudah di