"Kak Jihan aneh banget hari ini. Kenapa Kak Jihan memberikan tugas seperti itu kepada kami? Kenapa Kak Jihan berniat melatihku untuk menggantikan posisi Kak Jihan? Kenapa Kakak meminta kami untuk melindungi Kak Wina?"Berbeda dengan keempat kakak laki-laki lainnya yang penurut, Jefri yang terbiasa dimanja sejak kecil adalah yang paling tukang bangkang.Jefri adalah tipe orang yang tidak akan berhenti bertanya sebelum mendapatkan jawaban yang dia inginkan.Jihan berjalan melintasi meja dan duduk di kursi direkturnya yang terbuat dari kulit, lalu menatap Jefri yang tampak kebingungan."Aku akan pergi ke suatu tempat bulan depan. Aku mungkin nggak bisa menghubungi kalian dalam waktu dekat, jadi aku harus membuat pengaturan seperti ini. Itu termasuk kenapa aku hendak melatihmu untuk menggantikan posisiku."Jihan berhenti bicara sejenak, bulu matanya yang lentik dan tebal tampak bergerak-gerak.Sebenarnya masih ada waktu dua bulan lagi, tetapi pagi tadi Jihan menerima pesan ....Pesan itu m
Begitu mendengar langkah kaki Jihan yang khas, Sam yang sedang berbaring di sofa langsung duduk tegak. "Muridku, eh itu .... Aku pulang dulu, ya. Kepalaku pusing."Karena pendukungnya sudah pulang, tentu saja Wina tidak akan melepaskan Sam begitu saja. "Bukannya tadi Pak sam bilang bakal nginap di sini kalau aku nggak bisa menyelesaikan semua desainku hari ini?"Sam bangkit berdiri sambil mengibas-ngibaskan tangannya. "Ya ampun, ngapain juga aku nginap di sini kalau aku punya rumah sendiri? Aku ke sini lagi saja besok. Sudah, ya, dah ...."Namun, begitu Sam berdiri, tangan ramping dan putih tiba-tiba menekan bahunya dengan lembut sehingga dia kembali ke posisi semula."Pak Sam, tadi kaki siapa yang mau kamu patahkan?"Sam melirik Jihan yang wajahnya datar tanpa ekspresi itu, lalu segera menyunggingkan seulas senyuman kaku."Tentu saja kakiku!"Mata Jihan yang dingin menyorotkan kesan seperti sedang tersenyum geli."Kayaknya tadi kudengar kamu mau mematahkan kakiku.""Ehehe ...."Sam ha
Jihan melakukannya dengan kasar, tetapi dia tetap memperhatikan perasaan Wina. Wina langsung menjadi lemas tidak berdaya.Wina pikir mereka hanya akan melakukannya satu kali, tetapi ternyata Jihan kehilangan kendali. Setelah selesai satu kali, Jihan melakukannya lagi dan lagi sampai-sampai Wina sudah tidak kuat lagi. Setelah itu, Jihan menggendong Wina ke kamar mandi.Jihan yang dulu tidak pernah selembut dan seperhatian ini. Namun, setelah menikah, Jihan yang terkenal dingin itu berubah. Saking lembut dan perhatiannya, Jihan sampai turun tangan sendiri memandikan Wina.Wina menatap Jihan yang sedang mengeramasinya dengan penuh kasih sayang itu, hati Wina terasa begitu hangat."Sayang, tadi kamu bilang bakal kasih tahu aku kalau sudah selesai. Kok kamu nggak bilang apa-apa?"Jemari Jihan pun perlahan berhenti bergerak. Dia terlihat seperti sedang mempertimbangkan sesuatu, tetapi akhirnya tidak memberi tahu apa-apa dan mengalihkan topik pembicaraan."Jefri memberiku dua kabar, kamu mau
Sara merasa kurang sopan apabila memberi tahu Wina lewat pesan atau telepon.Itu sebabnya Sara berencana menunggu Jefri pulang, lalu minta izin keluar. Dia ingin menemui Wina dan memberi tahu adiknya itu secara langsung.Tepat saat Sara sedang berpikir seperti itu, dia melihat cahaya lampu mobil di balik jendela besar yang membentang dari langit-langit itu, diiringi dengan bunyi roda mobil.Tidak lama kemudian, Jefri yang bertubuh jangkung dan tampan itu membuka pintu dan turun dari mobil.Ini pertama kalinya bagi Sara menunggu suaminya pulang. Sara merasa agak malu, tetapi ekspresinya tetap terlihat biasa saja. Dia pun bangkit dari sofa dan berjalan ke arah Jefri.Jefri melepas mantelnya dan membuka ikatan dasinya. Dia hendak menyerahkannya kepada pelayan, tetapi Sara mengambilnya dengan terampil seolah-olah sudah lama sekali menjadi istri Jefri.Sikap Sara yang begitu manis membuat Jefri yang awalnya masih sibuk memikirkan Jihan pun perlahan-lahan menjadi lebih rileks."Kamu nggak us
"Sayang, aku sudah nggak tahan."Jefri mencium bibir Sara dengan penuh gairah, tangannya yang besar mulai menjelajahi setiap jengkal kulit Sara dengan semangat."Aku 'kan sudah bilang kita nggak bisa melakukannya karena aku lagi hamil?"Tubuh Sara mulai merespons berkat ciuman Jefri yang begitu dalam dan memabukkan, tetapi Sara tetap menjaga akal sehatnya."Aku tahu, tapi bisa nggak kamu melakukannya kayak waktu itu ...."Belum sempat Jefri selesai bicara, Sara langsung mendorongnya menjauh."Kalau kamu terus begini, kita tidur pisah kamar saja."Jefri langsung menjadi patuh."Nggak, aku sudah bisa menahan diri. Tolong jangan tidur pisah kamar dariku."Jefri yang langsung tunduk dengan satu kalimat Sara itu pun melepaskan Sara, lalu memeluk istrinya."Sayang, nanti setelah anak kita lahir dan kondisimu sudah kembali prima, aku mau ya melakukannya terus-terusan selama beberapa hari."Sara yang bersandar di pelukan Jefri pun balas melirik Jefri."Kalau anak kita sudah lahir, berarti kont
Wina yang menggandeng Gisel bersiap menemui Sara, tetapi ternyata Sara datang lebih dulu. Mereka sudah sebulan lebih tidak saling bertemu. Sekarang saat bertemu di pintu, mereka berdua langsung tersenyum tahu sama tahu.Mereka pulang ke rumah Wina. Wina meminta Paman Rudi menyiapkan makanan khusus untuk wanita hamil, lalu mengajak Sara masuk dan berulang kali memperhatikan Sara dengan saksama. Setelah itu, Wina mengelus perut Sara yang masih rata."Sara, kamu masih ingat soal janji kita waktu itu?""Tentu saja."Sara yang tetap berdiri mengelus kepala Wina dengan penuh kasih sayang."Begitu anakku lahir, kamu akan menjadi ibu angkatnya."Wina pun menengadah dan menatap Sara sambil tersenyum dengan manis."Aku jadi mulai nggak sabar."Sorot tatapan Wina terlihat tulus berbahagia untuk Sara. Sama sekali tidak ada kesan getir karena belum kunjung hamil.Walaupun Wina memang selalu lihai dalam menyembunyikan perasaannya, tetap saja Sara tahu apa yang sebenarnya Wina rasakan."Wina, sebenta
"Oke," kata Sara. Jefri hendak mencium bibir Sara juga, tetapi Sara menolak."Hei, ada orang lain di sini."Padahal dulu Sara bilang dia dan Wina sudah seperti saudara kandung, sekarang Sara malah menganggap Wina selayaknya orang lain. Wina yang sangat baik hati itu langsung memutar bola matanya."Nggak usah pedulikan dia."Tepat setelah Jefri selesai bicara, seorang pria yang bertubuh jangkung dan tegap pun berjalan masuk.Jefri segera membungkuk dan mendekatkan wajah tampannya ke hadapan Sara. "Cepat, cepat, cepat cium aku."Sara tidak tahu Jihan sudah masuk, jadi dia mau tidak mau menengadah dan mencium Jefri.Jefri pun memeluk Sara sambil tersenyum dengan berseri-seri, lalu menatap Jihan yang ekspresinya terlihat biasa saja. "Kak Jihan sudah pulang?"Dulu Jihan selalu saja memeluk Wina dan bermesraan di hadapan Jefri, sekarang giliran Jefri balas dendam!Jihan hanya menatap Jefri dan Sara yang sedang bermesraan itu dengan datar, lalu berjalan ke arah Wina dan berkata, "Mulai sekara
Winata secara kebetulan hadir di pelabuhan, dia ditemani oleh sekelompok pengawal berpakaian hitam. Winata berhenti berjalan dan melirik ke arah kapal, lalu berbalik dan melirik ke arah mobil Jihan.Dari balik kaca film mobil yang tebal, Jihan bisa melihat bekas luka berbentuk tanda silang di wajah Winata. Sinar matahari membuat bekas luka itu terlihat sangat jelas.Winata juga sama sekali tidak menutupi bekas lukanya, dia justru menengadah agar Jihan bisa melihatnya dengan jelas. Sikap Winata itu seolah-olah hendak mengingatkan Jihan bahwa bekas luka di wajahnya adalah karena perbuatan Jihan.Dia sengaja mengajak Tuan Alastor dan Haris, lalu muncul secara terang-terangan di hadapan Jihan untuk memberi tahu Jihan bahwa cepat atau lambat, Winata akan membalaskan dendamnya atas bekas luka di wajahnya itu!Sorot tatapan Jihan pun menjadi dingin. Sebelum dia sempat bereaksi, Winata berbalik dan berjalan menuju kapal.Karena Jihan bukan orang sembarangan, jadi tidak ada yang tahu bahwa Wina
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je