Sara merasa kurang sopan apabila memberi tahu Wina lewat pesan atau telepon.Itu sebabnya Sara berencana menunggu Jefri pulang, lalu minta izin keluar. Dia ingin menemui Wina dan memberi tahu adiknya itu secara langsung.Tepat saat Sara sedang berpikir seperti itu, dia melihat cahaya lampu mobil di balik jendela besar yang membentang dari langit-langit itu, diiringi dengan bunyi roda mobil.Tidak lama kemudian, Jefri yang bertubuh jangkung dan tampan itu membuka pintu dan turun dari mobil.Ini pertama kalinya bagi Sara menunggu suaminya pulang. Sara merasa agak malu, tetapi ekspresinya tetap terlihat biasa saja. Dia pun bangkit dari sofa dan berjalan ke arah Jefri.Jefri melepas mantelnya dan membuka ikatan dasinya. Dia hendak menyerahkannya kepada pelayan, tetapi Sara mengambilnya dengan terampil seolah-olah sudah lama sekali menjadi istri Jefri.Sikap Sara yang begitu manis membuat Jefri yang awalnya masih sibuk memikirkan Jihan pun perlahan-lahan menjadi lebih rileks."Kamu nggak us
"Sayang, aku sudah nggak tahan."Jefri mencium bibir Sara dengan penuh gairah, tangannya yang besar mulai menjelajahi setiap jengkal kulit Sara dengan semangat."Aku 'kan sudah bilang kita nggak bisa melakukannya karena aku lagi hamil?"Tubuh Sara mulai merespons berkat ciuman Jefri yang begitu dalam dan memabukkan, tetapi Sara tetap menjaga akal sehatnya."Aku tahu, tapi bisa nggak kamu melakukannya kayak waktu itu ...."Belum sempat Jefri selesai bicara, Sara langsung mendorongnya menjauh."Kalau kamu terus begini, kita tidur pisah kamar saja."Jefri langsung menjadi patuh."Nggak, aku sudah bisa menahan diri. Tolong jangan tidur pisah kamar dariku."Jefri yang langsung tunduk dengan satu kalimat Sara itu pun melepaskan Sara, lalu memeluk istrinya."Sayang, nanti setelah anak kita lahir dan kondisimu sudah kembali prima, aku mau ya melakukannya terus-terusan selama beberapa hari."Sara yang bersandar di pelukan Jefri pun balas melirik Jefri."Kalau anak kita sudah lahir, berarti kont
Wina yang menggandeng Gisel bersiap menemui Sara, tetapi ternyata Sara datang lebih dulu. Mereka sudah sebulan lebih tidak saling bertemu. Sekarang saat bertemu di pintu, mereka berdua langsung tersenyum tahu sama tahu.Mereka pulang ke rumah Wina. Wina meminta Paman Rudi menyiapkan makanan khusus untuk wanita hamil, lalu mengajak Sara masuk dan berulang kali memperhatikan Sara dengan saksama. Setelah itu, Wina mengelus perut Sara yang masih rata."Sara, kamu masih ingat soal janji kita waktu itu?""Tentu saja."Sara yang tetap berdiri mengelus kepala Wina dengan penuh kasih sayang."Begitu anakku lahir, kamu akan menjadi ibu angkatnya."Wina pun menengadah dan menatap Sara sambil tersenyum dengan manis."Aku jadi mulai nggak sabar."Sorot tatapan Wina terlihat tulus berbahagia untuk Sara. Sama sekali tidak ada kesan getir karena belum kunjung hamil.Walaupun Wina memang selalu lihai dalam menyembunyikan perasaannya, tetap saja Sara tahu apa yang sebenarnya Wina rasakan."Wina, sebenta
"Oke," kata Sara. Jefri hendak mencium bibir Sara juga, tetapi Sara menolak."Hei, ada orang lain di sini."Padahal dulu Sara bilang dia dan Wina sudah seperti saudara kandung, sekarang Sara malah menganggap Wina selayaknya orang lain. Wina yang sangat baik hati itu langsung memutar bola matanya."Nggak usah pedulikan dia."Tepat setelah Jefri selesai bicara, seorang pria yang bertubuh jangkung dan tegap pun berjalan masuk.Jefri segera membungkuk dan mendekatkan wajah tampannya ke hadapan Sara. "Cepat, cepat, cepat cium aku."Sara tidak tahu Jihan sudah masuk, jadi dia mau tidak mau menengadah dan mencium Jefri.Jefri pun memeluk Sara sambil tersenyum dengan berseri-seri, lalu menatap Jihan yang ekspresinya terlihat biasa saja. "Kak Jihan sudah pulang?"Dulu Jihan selalu saja memeluk Wina dan bermesraan di hadapan Jefri, sekarang giliran Jefri balas dendam!Jihan hanya menatap Jefri dan Sara yang sedang bermesraan itu dengan datar, lalu berjalan ke arah Wina dan berkata, "Mulai sekara
Winata secara kebetulan hadir di pelabuhan, dia ditemani oleh sekelompok pengawal berpakaian hitam. Winata berhenti berjalan dan melirik ke arah kapal, lalu berbalik dan melirik ke arah mobil Jihan.Dari balik kaca film mobil yang tebal, Jihan bisa melihat bekas luka berbentuk tanda silang di wajah Winata. Sinar matahari membuat bekas luka itu terlihat sangat jelas.Winata juga sama sekali tidak menutupi bekas lukanya, dia justru menengadah agar Jihan bisa melihatnya dengan jelas. Sikap Winata itu seolah-olah hendak mengingatkan Jihan bahwa bekas luka di wajahnya adalah karena perbuatan Jihan.Dia sengaja mengajak Tuan Alastor dan Haris, lalu muncul secara terang-terangan di hadapan Jihan untuk memberi tahu Jihan bahwa cepat atau lambat, Winata akan membalaskan dendamnya atas bekas luka di wajahnya itu!Sorot tatapan Jihan pun menjadi dingin. Sebelum dia sempat bereaksi, Winata berbalik dan berjalan menuju kapal.Karena Jihan bukan orang sembarangan, jadi tidak ada yang tahu bahwa Wina
"Oke," kata Jihan. Dia pun menundukkan dan mencium rambut Wina dengan penuh kasih sayang. "Maaf sudah membuatmu khawatir."Wina mengangkat kepalanya dari dalam pelukan Jihan, lalu menatap Jihan yang memiliki dagu ramping dan proporsional itu. "Aku baru saja melihat Winata. Kenapa kamu mencarinya?"Tubuh Jihan menegang, dia tidak menyangka Wina juga melihat Winata. Setelah ragu-ragu sejenak, Jihan akhirnya menjawab, "Dia punya daftar nama anggota Organisasi Shallon. Aku tadi berniat membereskannya."Jihan sebenarnya hendak membunuh Winata, tetapi dia gagal. Orang-orang yang mengikuti Winata berasal dari Medan Hitam. Jika Jihan membunuh Winata sebagai Jihan Lionel, orang-orang Medan Hitam pasti akan mencurigainya. Jika itu sampai terjadi, sekalipun Jihan pergi ke Medan Hitam, dia pasti akan kesulitan membongkar kedok si dalang dan harus menanggung risiko bahaya yang lebih besar.Untung saja sebelum Jihan menjalankan niatnya, dia melihat tanda identitas yang diungkapkan oleh Winata dan me
Artha menatap Sisilia yang matanya agak memerah, tetapi dia menahan senyumannya dan berkata, "Dia baik-baik saja, jadi aku nggak akan mengganggunya."Artha tahu Aulia sudah tidak mencintainya lagi. Tetap muncul di hadapan Aulia hanya akan menyulitkan Aulia. Bagi Artha, bisa mendapatkan kesempatan memandangi Aulia dari kejauhan seperti ini saja sudah lebih dari cukup.Sikap Artha yang menahan diri membuat Sisilia merasa sangat bersalah, dia meminta maaf dengan suara pelan, "Maaf, akulah yang menyakitimu dan Aulia."Artha tersenyum kecil. "Kamu yang merestui pernikahan Jefri dengan Nona Sara itu bisa dianggap sebagai kompensasi untuk hubungan kami."Kebesaran hati Artha membuat Sisilia sampai tidak berani menatap langsung ke arahnya. "Maaf."Artha tidak berkomentar apa-apa, dia hanya menoleh menatap aula resepsi. "Bibi, Bibi pasti sangat sibuk, 'kan? Resepsinya sebentar lagi akan dimulai."Melihat sikap Artha yang sangat sopan bahkan saat mengusirnya, Sisilia tiba-tiba menyadari bahwa Ar
Jodie berjalan di depan Zeno, Cessa dan Jordan menuju pintu aula resepsi. Sorot tatapannya yang tajam melewati Jihan dan tertuju pada Wina yang berdiri di samping Jihan. Tepat pada saat itu, Wina menengadah menatap Jodie. Jodie refleks memalingkan pandangannya.Jihan yang menggandeng tangan Wina tidak tahan melihat Jodie diam-diam menatap istrinya. Dia refleks melepaskan tangan Wina, lalu merangkul pinggang Wina dan sedikit memiringkan kepalanya. Gayanya itu terkesan mencemooh Jodie.Jodie mengepalkan tangannya, dia menyadari maksud Jihan. Jodie pun melirik Zeno yang berada di samping. Begitu mendapatkan isyarat dari Jodie, Zeno segera bangkit berdiri dan berseru, "Pak Jihan, Kak Jodie bilang pokoknya Nyonya adalah anggota Keluarga Dinsa! Karena kakaknya Nyonya menikah, jadi sudah sewajarnya mereka membawakan hadiah. Itu sebabnya aku mengajak mereka sekalian ke sini."Setelah menjelaskan, Zeno pun memberikan sebuah cengiran canggung kepada Jihan dan Wina. Otot wajahnya yang berkedut da