Winata secara kebetulan hadir di pelabuhan, dia ditemani oleh sekelompok pengawal berpakaian hitam. Winata berhenti berjalan dan melirik ke arah kapal, lalu berbalik dan melirik ke arah mobil Jihan.Dari balik kaca film mobil yang tebal, Jihan bisa melihat bekas luka berbentuk tanda silang di wajah Winata. Sinar matahari membuat bekas luka itu terlihat sangat jelas.Winata juga sama sekali tidak menutupi bekas lukanya, dia justru menengadah agar Jihan bisa melihatnya dengan jelas. Sikap Winata itu seolah-olah hendak mengingatkan Jihan bahwa bekas luka di wajahnya adalah karena perbuatan Jihan.Dia sengaja mengajak Tuan Alastor dan Haris, lalu muncul secara terang-terangan di hadapan Jihan untuk memberi tahu Jihan bahwa cepat atau lambat, Winata akan membalaskan dendamnya atas bekas luka di wajahnya itu!Sorot tatapan Jihan pun menjadi dingin. Sebelum dia sempat bereaksi, Winata berbalik dan berjalan menuju kapal.Karena Jihan bukan orang sembarangan, jadi tidak ada yang tahu bahwa Wina
"Oke," kata Jihan. Dia pun menundukkan dan mencium rambut Wina dengan penuh kasih sayang. "Maaf sudah membuatmu khawatir."Wina mengangkat kepalanya dari dalam pelukan Jihan, lalu menatap Jihan yang memiliki dagu ramping dan proporsional itu. "Aku baru saja melihat Winata. Kenapa kamu mencarinya?"Tubuh Jihan menegang, dia tidak menyangka Wina juga melihat Winata. Setelah ragu-ragu sejenak, Jihan akhirnya menjawab, "Dia punya daftar nama anggota Organisasi Shallon. Aku tadi berniat membereskannya."Jihan sebenarnya hendak membunuh Winata, tetapi dia gagal. Orang-orang yang mengikuti Winata berasal dari Medan Hitam. Jika Jihan membunuh Winata sebagai Jihan Lionel, orang-orang Medan Hitam pasti akan mencurigainya. Jika itu sampai terjadi, sekalipun Jihan pergi ke Medan Hitam, dia pasti akan kesulitan membongkar kedok si dalang dan harus menanggung risiko bahaya yang lebih besar.Untung saja sebelum Jihan menjalankan niatnya, dia melihat tanda identitas yang diungkapkan oleh Winata dan me
Artha menatap Sisilia yang matanya agak memerah, tetapi dia menahan senyumannya dan berkata, "Dia baik-baik saja, jadi aku nggak akan mengganggunya."Artha tahu Aulia sudah tidak mencintainya lagi. Tetap muncul di hadapan Aulia hanya akan menyulitkan Aulia. Bagi Artha, bisa mendapatkan kesempatan memandangi Aulia dari kejauhan seperti ini saja sudah lebih dari cukup.Sikap Artha yang menahan diri membuat Sisilia merasa sangat bersalah, dia meminta maaf dengan suara pelan, "Maaf, akulah yang menyakitimu dan Aulia."Artha tersenyum kecil. "Kamu yang merestui pernikahan Jefri dengan Nona Sara itu bisa dianggap sebagai kompensasi untuk hubungan kami."Kebesaran hati Artha membuat Sisilia sampai tidak berani menatap langsung ke arahnya. "Maaf."Artha tidak berkomentar apa-apa, dia hanya menoleh menatap aula resepsi. "Bibi, Bibi pasti sangat sibuk, 'kan? Resepsinya sebentar lagi akan dimulai."Melihat sikap Artha yang sangat sopan bahkan saat mengusirnya, Sisilia tiba-tiba menyadari bahwa Ar
Jodie berjalan di depan Zeno, Cessa dan Jordan menuju pintu aula resepsi. Sorot tatapannya yang tajam melewati Jihan dan tertuju pada Wina yang berdiri di samping Jihan. Tepat pada saat itu, Wina menengadah menatap Jodie. Jodie refleks memalingkan pandangannya.Jihan yang menggandeng tangan Wina tidak tahan melihat Jodie diam-diam menatap istrinya. Dia refleks melepaskan tangan Wina, lalu merangkul pinggang Wina dan sedikit memiringkan kepalanya. Gayanya itu terkesan mencemooh Jodie.Jodie mengepalkan tangannya, dia menyadari maksud Jihan. Jodie pun melirik Zeno yang berada di samping. Begitu mendapatkan isyarat dari Jodie, Zeno segera bangkit berdiri dan berseru, "Pak Jihan, Kak Jodie bilang pokoknya Nyonya adalah anggota Keluarga Dinsa! Karena kakaknya Nyonya menikah, jadi sudah sewajarnya mereka membawakan hadiah. Itu sebabnya aku mengajak mereka sekalian ke sini."Setelah menjelaskan, Zeno pun memberikan sebuah cengiran canggung kepada Jihan dan Wina. Otot wajahnya yang berkedut da
Karena Wina hanya diam, Jordan pun mengusap bagian belakang rambutnya yang berkilau. Dia menatap ke arah Wina dengan gestur yang menurut bayangannya sangat tampan, lalu berjalan melewati Jihan dan Wina memasuki aula resepsi.Zeno yang sedari tadi memperhatikan dari samping pun menarik Cessa mendekat, lalu berjalan menghampiri Jihan dengan gemetar ketakutan. "Harap bersabar ya, Pak Jihan. Orang-orang di keluarga istriku memang agak nggak normal.""Hei, siapa yang kamu bilang nggak normal, hah!" omel Cessa sambil memukul kepala Zeno. Jihan bahkan belum sempat memberikan tanggapan.Zeno mengusap-usap kepalanya sambil menatap Jihan. Sorot tatapannya yang sedih itu seolah mengatakan, "Lihat, Tuan, apa menurutmu mereka normal?"Jihan memalingkan pandangannya dan berpura-pura tidak melihat sorot tatapan Zeno. Zeno tahu apa yang Jihan maksud. Zeno sendiri yang memilih ini, jadi dia pula yang harus menanggung konsekuensinya sendiri!Cessa pun menyeret Zeno yang terlihat sedih ke dalam aula rese
Wina sontak tertawa saat melihat respons Sara yang kehilangan kata-kata akibat kedua robot itu. "Sayang, kenapa robot buatan perusahaan kalian nggak bisa dibikin lebih cantik?"Saat Wina bertanya, robot no. 77 sedang membungkuk ke arah Jihan. "Selamat datang, selamat datang, selamat da ...."Jihan pun mematikan robot itu. Belum sempat robot no. 77 itu menyelesaikan ucapan selamat datangnya, tiba-tiba mulutnya sudah terbuka lebar dan memperlihatkan kabel di dalam yang berantakan. Ekspresi Jihan langsung berubah menjadi lebih serius. "Jefri pasti mengejar waktu. Kerangkanya saja belum sempurna, tapi sudah berani-beraninya diatasnamakan produk Grup Lionel."Wina pikir memang tampilan si robot saja yang jelek, tetapi Jihan merasa itu karena kerangka si robot yang belum sempurna. Karena mereka berdua berbeda pendapat, jadi Wina tidak mau memperpanjang perdebatan. Dia menggandeng lengan Jihan sambil berkata, "Kalau gitu, Sayang, nanti kamu buat satu robot yang sama persis denganmu saja.""Ke
Publik tidak menyangka bahwa seorang buaya darat yang terkenal seperti Jefri rela menghabiskan waktu yang lama untuk mengejar wanita. Mereka semua tidak percaya pada ucapan Jefri. Mereka juga kaget sekali dengan pernyataan Jefri tentang bagaimana Jefri akan menghabiskan sisa hidupnya untuk meminta Sara menjadi pendamping hidupnya selamanya. Semua orang jadi penasaran akan seperti apa bahtera rumah tangga antara tuan muda ketujuh dari Keluarga Lionel dengan si anak yatim piatu yang menikah untuk kedua kalinya ....Namun, Jefri dan Sara tidak peduli dengan hal itu. Mereka tidak mau ambil pusing dengan pendapat orang lain. Yang terpenting adalah mereka menjalani hidup mereka sendiri dengan bahagia.Denis juga tercengang setelah membaca berita. Dia menatap Sara yang terlihat glamor di layar, rasanya seperti salah melihat orang. Dia mengusap-usap matanya dengan kuat, lalu membuka matanya lebar-lebar dan menatap Sara dengan saksama. Hanya dengan begitu dia baru yakin bahwa mantan istrinya be
Anggota Keluarga Dinsa dan Keluarga Lionel sudah terbiasa berhadapan dengan Jihan yang sangat dingin itu, tetapi Ivan merasa sangat kikuk.Dia tidak tahu harus bagaimana berhadapan dengan Jihan dan Wina. Ivan selalu merasa kehadirannya akan mengusik hubungan mereka. Rasanya tidak tepat juga dia berada di sini.Sara yang sudah berganti pakaian pun menyadari Ivan yang duduk diam di kursi roda dengan kepala tertunduk. Sara duduk di samping Ivan, lalu mengajak pria itu mengobrol.Kehadiran Sara membuat Ivan tidak merasa begitu kesepian. Perlahan-lahan, dia akhirnya berani menengadah menatap Wina yang duduk tenang di seberangnya.Tangan Wina yang diletakkan di atas paha Jihan tampak digenggam erat oleh Jihan. Kemesraan mereka itu tampak begitu natural, pasti mereka sudah sering melakukannya.Wina bisa merasakan tatapan Ivan. Dia ragu-ragu sesaat, lalu akhirnya perlahan menengadah. Begitu bertatapan dengan Ivan, Wina menyunggingkan seulas senyuman tenang.Ivan langsung menyadari bahwa Wina s