Jodie berjalan di depan Zeno, Cessa dan Jordan menuju pintu aula resepsi. Sorot tatapannya yang tajam melewati Jihan dan tertuju pada Wina yang berdiri di samping Jihan. Tepat pada saat itu, Wina menengadah menatap Jodie. Jodie refleks memalingkan pandangannya.Jihan yang menggandeng tangan Wina tidak tahan melihat Jodie diam-diam menatap istrinya. Dia refleks melepaskan tangan Wina, lalu merangkul pinggang Wina dan sedikit memiringkan kepalanya. Gayanya itu terkesan mencemooh Jodie.Jodie mengepalkan tangannya, dia menyadari maksud Jihan. Jodie pun melirik Zeno yang berada di samping. Begitu mendapatkan isyarat dari Jodie, Zeno segera bangkit berdiri dan berseru, "Pak Jihan, Kak Jodie bilang pokoknya Nyonya adalah anggota Keluarga Dinsa! Karena kakaknya Nyonya menikah, jadi sudah sewajarnya mereka membawakan hadiah. Itu sebabnya aku mengajak mereka sekalian ke sini."Setelah menjelaskan, Zeno pun memberikan sebuah cengiran canggung kepada Jihan dan Wina. Otot wajahnya yang berkedut da
Karena Wina hanya diam, Jordan pun mengusap bagian belakang rambutnya yang berkilau. Dia menatap ke arah Wina dengan gestur yang menurut bayangannya sangat tampan, lalu berjalan melewati Jihan dan Wina memasuki aula resepsi.Zeno yang sedari tadi memperhatikan dari samping pun menarik Cessa mendekat, lalu berjalan menghampiri Jihan dengan gemetar ketakutan. "Harap bersabar ya, Pak Jihan. Orang-orang di keluarga istriku memang agak nggak normal.""Hei, siapa yang kamu bilang nggak normal, hah!" omel Cessa sambil memukul kepala Zeno. Jihan bahkan belum sempat memberikan tanggapan.Zeno mengusap-usap kepalanya sambil menatap Jihan. Sorot tatapannya yang sedih itu seolah mengatakan, "Lihat, Tuan, apa menurutmu mereka normal?"Jihan memalingkan pandangannya dan berpura-pura tidak melihat sorot tatapan Zeno. Zeno tahu apa yang Jihan maksud. Zeno sendiri yang memilih ini, jadi dia pula yang harus menanggung konsekuensinya sendiri!Cessa pun menyeret Zeno yang terlihat sedih ke dalam aula rese
Wina sontak tertawa saat melihat respons Sara yang kehilangan kata-kata akibat kedua robot itu. "Sayang, kenapa robot buatan perusahaan kalian nggak bisa dibikin lebih cantik?"Saat Wina bertanya, robot no. 77 sedang membungkuk ke arah Jihan. "Selamat datang, selamat datang, selamat da ...."Jihan pun mematikan robot itu. Belum sempat robot no. 77 itu menyelesaikan ucapan selamat datangnya, tiba-tiba mulutnya sudah terbuka lebar dan memperlihatkan kabel di dalam yang berantakan. Ekspresi Jihan langsung berubah menjadi lebih serius. "Jefri pasti mengejar waktu. Kerangkanya saja belum sempurna, tapi sudah berani-beraninya diatasnamakan produk Grup Lionel."Wina pikir memang tampilan si robot saja yang jelek, tetapi Jihan merasa itu karena kerangka si robot yang belum sempurna. Karena mereka berdua berbeda pendapat, jadi Wina tidak mau memperpanjang perdebatan. Dia menggandeng lengan Jihan sambil berkata, "Kalau gitu, Sayang, nanti kamu buat satu robot yang sama persis denganmu saja.""Ke
Publik tidak menyangka bahwa seorang buaya darat yang terkenal seperti Jefri rela menghabiskan waktu yang lama untuk mengejar wanita. Mereka semua tidak percaya pada ucapan Jefri. Mereka juga kaget sekali dengan pernyataan Jefri tentang bagaimana Jefri akan menghabiskan sisa hidupnya untuk meminta Sara menjadi pendamping hidupnya selamanya. Semua orang jadi penasaran akan seperti apa bahtera rumah tangga antara tuan muda ketujuh dari Keluarga Lionel dengan si anak yatim piatu yang menikah untuk kedua kalinya ....Namun, Jefri dan Sara tidak peduli dengan hal itu. Mereka tidak mau ambil pusing dengan pendapat orang lain. Yang terpenting adalah mereka menjalani hidup mereka sendiri dengan bahagia.Denis juga tercengang setelah membaca berita. Dia menatap Sara yang terlihat glamor di layar, rasanya seperti salah melihat orang. Dia mengusap-usap matanya dengan kuat, lalu membuka matanya lebar-lebar dan menatap Sara dengan saksama. Hanya dengan begitu dia baru yakin bahwa mantan istrinya be
Anggota Keluarga Dinsa dan Keluarga Lionel sudah terbiasa berhadapan dengan Jihan yang sangat dingin itu, tetapi Ivan merasa sangat kikuk.Dia tidak tahu harus bagaimana berhadapan dengan Jihan dan Wina. Ivan selalu merasa kehadirannya akan mengusik hubungan mereka. Rasanya tidak tepat juga dia berada di sini.Sara yang sudah berganti pakaian pun menyadari Ivan yang duduk diam di kursi roda dengan kepala tertunduk. Sara duduk di samping Ivan, lalu mengajak pria itu mengobrol.Kehadiran Sara membuat Ivan tidak merasa begitu kesepian. Perlahan-lahan, dia akhirnya berani menengadah menatap Wina yang duduk tenang di seberangnya.Tangan Wina yang diletakkan di atas paha Jihan tampak digenggam erat oleh Jihan. Kemesraan mereka itu tampak begitu natural, pasti mereka sudah sering melakukannya.Wina bisa merasakan tatapan Ivan. Dia ragu-ragu sesaat, lalu akhirnya perlahan menengadah. Begitu bertatapan dengan Ivan, Wina menyunggingkan seulas senyuman tenang.Ivan langsung menyadari bahwa Wina s
Begitu mendengar usulan Jordan, sorot tatapan kakak-beradik Keluarga Lionel itu langsung terlihat menghina."Kami nggak sudi bersama Keluarga Dinsa."Keluarga Lionel punya dendam terhadap Keluarga Dinsa!Mereka saat ini bersedia berdamai demi Wina, tetapi mana mungkin mereka sudi menjadi satu tim dengan anggota Keluarga Dinsa!"Kalau gitu, Wina adalah anggota Keluarga Dinsa. Karena Nona Sara adalah kakaknya, jadi Nona Sara juga bagian dari Keluarga Dinsa. Pak Rian bukan dari Keluarga Lionel ataupun Keluarga Dinsa, jadi anggap saja dia bagian dari Keluarga Dinsa. Lalu, Tuan Muda Artha ....""Enak saja! Artha itu sahabatku, ngapain kamu rekrut-rekrut dia?""Cuma sahabat, bukan saudara sedarah. Kenapa juga dia dianggap bagian dari Keluarga Lionel?""Dia itu cinta pertama adikku, jadi tentu saja dia bagian dari Keluarga Lionel."Begitu Jefri berkata seperti itu, Artha refleks menengadah menatap Aulia.Aulia duduk di sebelah Ivan dengan tenang tanpa memberikan reaksi apa-apa seolah dia tida
Jordan melirik Jihan yang terlihat bosan, sebersit cahaya jahat berkilat dalam sorot tatapannya."Gini saja, Keluarga Dinsa akan mengaku kalah dulu. Tapi, para pemain yang sudah mencapai ronde ini akan bertanding untuk ronde terakhir dengan aturan pemenang yang dibuat ulang. Gimana?"Jefri mendahului Jihan berkomentar."Aku setuju! Ya sudah, begitu saja!"Pokoknya, Jefri mau menyelamatkan kapal dan kedua robotnya terlebih dulu!Jihan sendiri tidak ambil pusing. Dia merangkul pinggang Wina dan mendekatkan istrinya itu ke arahnya, lalu melirik Jodie dengan dingin."Mau lanjut atau nggak?"Jodie menatap tangan Jihan yang melingkari pinggang Wina sebelum akhirnya berpaling."Karena nggak ada pemenangnya, tentu saja harus lanjut!"Tangan Jihan pun berpindah ke belakang kepala Wina. Jihan mendorong kepala Wina dengan lembut agar Wina bersandar dalam pelukannya."Oke, ayo lanjut."Walaupun berpelukan di hadapan orang banyak seperti ini cukup memalukan, Wina tetap menuruti kemauan Jihan.Cara
"Berhenti!"Tepat saat Jihan akan menarik kartu secara acak, Jordan sontak berseru."Aku duluan!"Jordan sudah kehilangan kesempatan untuk berbuat curang saat mengocok kartu, jadi dia tidak boleh sampai keduluan menarik kartu!Tanpa menunggu respons dari Jihan, Jordan langsung melompat ke hadapan meja dan berjongkok, lalu mengulurkan tangannya dengan gugup ....Lima menit kemudian, jari Jordan masih berpindah-pindah. Sebentar dari kiri ke kanan, sebentar dari kanan ke kiri ...."Kamu ini mau ngambil atau nggak sih!"Jodie menendang kaki Jordan dengan kesal.Jordan mengusap-usap kakinya yang terasa sakit sambil menatap kakak-beradik Keluarga Lionel yang saling menyayangi itu dengan iri.Lihat saja betapa baiknya para kakak di Keluarga Lionel terhadap adik mereka. Sementara kakak laki-laki Jordan sendiri ....Ah, sudahlah. Bukan salahnya juga terlahir di keluarga yang salah!Jordan akhirnya memilih kartu dengan gemetar.Dia mendekap kartu itu tanpa berani melihat, lalu mengisyaratkan Jih