Jordan melirik Jihan yang terlihat bosan, sebersit cahaya jahat berkilat dalam sorot tatapannya."Gini saja, Keluarga Dinsa akan mengaku kalah dulu. Tapi, para pemain yang sudah mencapai ronde ini akan bertanding untuk ronde terakhir dengan aturan pemenang yang dibuat ulang. Gimana?"Jefri mendahului Jihan berkomentar."Aku setuju! Ya sudah, begitu saja!"Pokoknya, Jefri mau menyelamatkan kapal dan kedua robotnya terlebih dulu!Jihan sendiri tidak ambil pusing. Dia merangkul pinggang Wina dan mendekatkan istrinya itu ke arahnya, lalu melirik Jodie dengan dingin."Mau lanjut atau nggak?"Jodie menatap tangan Jihan yang melingkari pinggang Wina sebelum akhirnya berpaling."Karena nggak ada pemenangnya, tentu saja harus lanjut!"Tangan Jihan pun berpindah ke belakang kepala Wina. Jihan mendorong kepala Wina dengan lembut agar Wina bersandar dalam pelukannya."Oke, ayo lanjut."Walaupun berpelukan di hadapan orang banyak seperti ini cukup memalukan, Wina tetap menuruti kemauan Jihan.Cara
"Berhenti!"Tepat saat Jihan akan menarik kartu secara acak, Jordan sontak berseru."Aku duluan!"Jordan sudah kehilangan kesempatan untuk berbuat curang saat mengocok kartu, jadi dia tidak boleh sampai keduluan menarik kartu!Tanpa menunggu respons dari Jihan, Jordan langsung melompat ke hadapan meja dan berjongkok, lalu mengulurkan tangannya dengan gugup ....Lima menit kemudian, jari Jordan masih berpindah-pindah. Sebentar dari kiri ke kanan, sebentar dari kanan ke kiri ...."Kamu ini mau ngambil atau nggak sih!"Jodie menendang kaki Jordan dengan kesal.Jordan mengusap-usap kakinya yang terasa sakit sambil menatap kakak-beradik Keluarga Lionel yang saling menyayangi itu dengan iri.Lihat saja betapa baiknya para kakak di Keluarga Lionel terhadap adik mereka. Sementara kakak laki-laki Jordan sendiri ....Ah, sudahlah. Bukan salahnya juga terlahir di keluarga yang salah!Jordan akhirnya memilih kartu dengan gemetar.Dia mendekap kartu itu tanpa berani melihat, lalu mengisyaratkan Jih
Jodie langsung sibuk membayangkan berbagai macam, tetapi memangnya dia bisa mencium Wina?Jangankan seorang wanita yang sudah menikah. Bahkan dengan wanita lajang sekalipun, Jodie tidak mungkin memanfaatkan permainan untuk asal mencium seorang wanita seperti ini.Jodie ingin melakukannya berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Namun, semenjak dia menyukai Wina, "persetujuan kedua belah pihak" ini adalah impian yang tidak akan pernah terjadi.Jodie menekan rasa sukanya, lalu menendang Jordan dengan kencang. "Akal bulus apa yang ada di otakmu, hah! Memangnya aku ini manusia apaan yang sembarangan mencium orang!"Setelah itu, Jodie segera melirik Wina. Dia berusaha sebisa mungkin untuk mengendalikan emosinya, lalu bangkit berdiri dan berjalan pergi. "Kami sudah memberikan hadiah pernikahannya, jadi kami pamit dulu."Jordan yang belum berhasil balas dendam kepada Jihan terlihat agak enggan untuk pergi, tetapi nyalinya langsung ciut begitu Jodie meliriknya dengan tajam. Jordan pun menund
Jefri yang menonton kehebohan ini dari samping pun mendengkus dengan dingin."Siapa juga yang jadi kakakmu? Berhenti bicara seenaknya!"Sebenarnya, Jihan memang kakaknya Jordan.Wina menyanggah dalam hati, lalu bangkit berdiri dan berjalan ke hadapan Jordan."Tuan Muda Jordan, kamu sudah dua kali memiliki ide licik seperti ini melalui permainan. Kamu bukan hanya mempermalukanku, tapi juga sangat nggak menghormatiku. Mulai sekarang, jangan panggil aku kakak lagi."Itu berarti seorang adik laki-laki tidak seharusnya memperlakukan kakak perempuannya seperti ini. Masalahnya, Jordan benar-benar tidak terpikir tentang rasa hormat dan etika.Dia hanya ingin membuat Jihan marah. Dia tidak menyangka tindakannya itu akan mempermalukan Wina. Jordan baru menyadarinya sekarang, tapi sayang sudah terlambat."Kak, aku nggak tahu siapa yang bakal dapat kartu Joker itu. Sekalipun ujung-ujungnya aku yang dapat, aku akan tetap menciumnya. Aku cuma mau membuatnya marah."Namun, Jordan tidak menyangka yang
Setelah beberapa hari berlangsung, pesta pernikahan pun berakhir dengan lancar.Waktu acara selesai, Sara mengantar pulang yang lebih tua terlebih dulu, baru mengantar yang sepantaran dengannya. Semua anggota Keluarga Lionel memuji Sara yang sangat sopan dan begitu menghormati sesama.Mendengar para ipar memuji Sara, Sisilia pun berhenti melangkah sesaat dan menoleh ke arah Sara yang berdiri di bawah kapal.Sisilia tersenyum bangga saat melihat Sara yang sedang memberikan suvenir pernikahan pada setiap anggota Keluarga Lionel yang turun dari kapal.Entah kenapa, setelah berinteraksi dengannya selama beberapa hari, Sisilia jadi menyukainya.Setelah semua orang pulang, Sara melirik Wina yang sedari tadi sudah menemaninya."Selain suvenir, aku ada hadiah lain buatmu."Wina tidak sungkan dan langsung mengulurkan tangannya, "Apa?"Sara menyerahkan suvenir juga selembar foto ke tangan Wina, "Coba lihat, suka nggak?"Wina melihat foto di tangannya yang menunjukkan seluruh anggota Keluarga Lio
Setelah mengucapkan selamat tinggal pada semuanya, Reo pun naik pesawat ke Parama.Wina dan Sara juga ikut pergi.Reo memberi tahu Lilia bahwa dia memenangkan penghargaan nobel kedokteran.Sara memberi tahu Lilia bahwa dia sudah menikah dengan Jefri dan saat ini sedang hamil.Hanya Wina yang tidak punya cerita untuk Lilia karena sampai sekarang dia masih belum hamil, dia belum berhasil memenuhi keinginan Lilia.Wina berjongkok di depan kuburan dan mengusap batu nisan Lilia. Setelah beberapa saat, dia berdiri, menatap sisa-sisa matahari terbenam dan berbicara dengan lembut."Lilia, semoga kamu bisa secepatnya bertemu dengan Yuno."Wina berharap Lilia bisa secepatnya bertemu dengan pujaan hatinya dan bersama selamanya.Wina sendiri akan bekerja keras supaya bisa cepat hamil sehingga nanti dia punya cerita untuk diceritakan pada Lilia.Pembagian saham sudah selesai, Jefri sudah menikah dan Wina sudah bertemu dengan Lilia. Sekarang hanya tinggal satu hal yang harus dia lakukan.Yaitu menye
Terakhir kali Sam datang ke Keluarga Ivoron untuk mensurvei lokasi konstruksi, Andrew-lah yang menemaninya, jadi sam tentu langsung mengenali Andrew. Dengan santai Sam berjabat tangan dengan Andrew yang sudah akrab dengannya."Tuan Muda Andrew, maaf sudah menunggu lama.""Nggak masalah."Andrew menjawab dengan acuh tak acuh, lalu melihat ke arah Wina di samping Sam."Aku nggak menyangka ternyata Nona Vera terlihat jauh lebih cantik dibanding di foto."Andrew terlihat terkejut, namun hanya untuk beberapa saat.Ini adalah pertama kalinya Wina bertemu langsung secara formal dengan Andrew.Andrew sangat tampan, bentuk wajahnya sempurna, kulitnya juga cerah dan bersinar. Andrew terlihat seperti seorang putra mahkota yang terlihat megah.Selain fitur wajahnya, aura yang memancar dari pria itu juga luar biasa. Gerak-geriknya sangat anggun dan terlihat jelas dia dari keluarga bangsawan."Tuan Muda Andrew juga lebih gagah daripada yang kelihatan di TV."Dipuji oleh Wina, Tuan Muda Andrew pun te
Wina pun tidak berkomentar lagi, dia takut menyinggung Andrew.Andrew melanjutkan dengan acuh tak acuh, "Dulu aku nggak bisa memahami kakek, tapi setelah besar aku baru sadar kalau waktu Kakek muda, dia juga jadi korban pernikahan untuk kepentingan bisnis."Wina yang berjalan di belakangnya juga ikut menghela napas, "Aku nggak menyangka keluarga ternama seperti kalian juga mengorbankan perasaan demi mengkonsolidasikan kepentingan keluarga."Andrew menoleh menatap Wina dan menjawab, "Ya begitulah di generasi kakekku."Wina menatap Andrew balik dan bertanya, "Jadi di generasi kalian sudah nggak begitu?"Andrew tersenyum anggun, "Kakek bilang cukup dia saja yang berkorban. Anak-anaknya bebas menikah dengan siapa pun yang mereka inginkan."Hal pertama yang dilakukan James setelah mengambil alih kekuasaan keluarga adalah mengubah kebiasaan dan aturan buruk yang ditetapkan oleh generasi sebelumnya.Wina jadi penasaran. Kalau keluarganya tidak lagi menganut pernikahan bisnis, kenapa Andrew ma
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je