Lift pun tiba di lantai paling atas. Pintu lift terbuka dan Jihan langsung berjalan menuju kantor presdir.Jefri yang masih tertegun itu pun mendengar suara dingin Jihan dari luar ...."Jangan ganti namanya!"Hei, itu nama yang biasa saja, tetapi tidak boleh diganti?Jefri langsung merasa sangat menyesal. Seandainya saja dia tahu akan menjadi seperti ini, dia tidak akan meminta Jihan menamai calon anaknya.Jefri takut dia akan dihajar habis-habisan oleh Sara saat pulang nanti, jadi Jefri bergegas mengejar Jihan."Kak Jihan, nama itu terkesan nggak spesial! Tolong ganti, ya?"Jihan hanya menjawab Jefri dengan berbalik pergi tanpa menoleh ke belakang ....Gawat sudah. Jangan bilang anaknya yang akan lahir nanti benar-benar dinamai Ethel atau Edna?...Jihan memanggil semua saudaranya untuk kembali ke perusahaan dan mengadakan rapat dengan mereka karena ada satu hal penting yang ingin Jihan sampaikan kepada mereka.Bahwa dia sudah mendapatkan kembali seluruh sahamnya dan sekarang akan mem
"Kak Jihan aneh banget hari ini. Kenapa Kak Jihan memberikan tugas seperti itu kepada kami? Kenapa Kak Jihan berniat melatihku untuk menggantikan posisi Kak Jihan? Kenapa Kakak meminta kami untuk melindungi Kak Wina?"Berbeda dengan keempat kakak laki-laki lainnya yang penurut, Jefri yang terbiasa dimanja sejak kecil adalah yang paling tukang bangkang.Jefri adalah tipe orang yang tidak akan berhenti bertanya sebelum mendapatkan jawaban yang dia inginkan.Jihan berjalan melintasi meja dan duduk di kursi direkturnya yang terbuat dari kulit, lalu menatap Jefri yang tampak kebingungan."Aku akan pergi ke suatu tempat bulan depan. Aku mungkin nggak bisa menghubungi kalian dalam waktu dekat, jadi aku harus membuat pengaturan seperti ini. Itu termasuk kenapa aku hendak melatihmu untuk menggantikan posisiku."Jihan berhenti bicara sejenak, bulu matanya yang lentik dan tebal tampak bergerak-gerak.Sebenarnya masih ada waktu dua bulan lagi, tetapi pagi tadi Jihan menerima pesan ....Pesan itu m
Begitu mendengar langkah kaki Jihan yang khas, Sam yang sedang berbaring di sofa langsung duduk tegak. "Muridku, eh itu .... Aku pulang dulu, ya. Kepalaku pusing."Karena pendukungnya sudah pulang, tentu saja Wina tidak akan melepaskan Sam begitu saja. "Bukannya tadi Pak sam bilang bakal nginap di sini kalau aku nggak bisa menyelesaikan semua desainku hari ini?"Sam bangkit berdiri sambil mengibas-ngibaskan tangannya. "Ya ampun, ngapain juga aku nginap di sini kalau aku punya rumah sendiri? Aku ke sini lagi saja besok. Sudah, ya, dah ...."Namun, begitu Sam berdiri, tangan ramping dan putih tiba-tiba menekan bahunya dengan lembut sehingga dia kembali ke posisi semula."Pak Sam, tadi kaki siapa yang mau kamu patahkan?"Sam melirik Jihan yang wajahnya datar tanpa ekspresi itu, lalu segera menyunggingkan seulas senyuman kaku."Tentu saja kakiku!"Mata Jihan yang dingin menyorotkan kesan seperti sedang tersenyum geli."Kayaknya tadi kudengar kamu mau mematahkan kakiku.""Ehehe ...."Sam ha
Jihan melakukannya dengan kasar, tetapi dia tetap memperhatikan perasaan Wina. Wina langsung menjadi lemas tidak berdaya.Wina pikir mereka hanya akan melakukannya satu kali, tetapi ternyata Jihan kehilangan kendali. Setelah selesai satu kali, Jihan melakukannya lagi dan lagi sampai-sampai Wina sudah tidak kuat lagi. Setelah itu, Jihan menggendong Wina ke kamar mandi.Jihan yang dulu tidak pernah selembut dan seperhatian ini. Namun, setelah menikah, Jihan yang terkenal dingin itu berubah. Saking lembut dan perhatiannya, Jihan sampai turun tangan sendiri memandikan Wina.Wina menatap Jihan yang sedang mengeramasinya dengan penuh kasih sayang itu, hati Wina terasa begitu hangat."Sayang, tadi kamu bilang bakal kasih tahu aku kalau sudah selesai. Kok kamu nggak bilang apa-apa?"Jemari Jihan pun perlahan berhenti bergerak. Dia terlihat seperti sedang mempertimbangkan sesuatu, tetapi akhirnya tidak memberi tahu apa-apa dan mengalihkan topik pembicaraan."Jefri memberiku dua kabar, kamu mau
Sara merasa kurang sopan apabila memberi tahu Wina lewat pesan atau telepon.Itu sebabnya Sara berencana menunggu Jefri pulang, lalu minta izin keluar. Dia ingin menemui Wina dan memberi tahu adiknya itu secara langsung.Tepat saat Sara sedang berpikir seperti itu, dia melihat cahaya lampu mobil di balik jendela besar yang membentang dari langit-langit itu, diiringi dengan bunyi roda mobil.Tidak lama kemudian, Jefri yang bertubuh jangkung dan tampan itu membuka pintu dan turun dari mobil.Ini pertama kalinya bagi Sara menunggu suaminya pulang. Sara merasa agak malu, tetapi ekspresinya tetap terlihat biasa saja. Dia pun bangkit dari sofa dan berjalan ke arah Jefri.Jefri melepas mantelnya dan membuka ikatan dasinya. Dia hendak menyerahkannya kepada pelayan, tetapi Sara mengambilnya dengan terampil seolah-olah sudah lama sekali menjadi istri Jefri.Sikap Sara yang begitu manis membuat Jefri yang awalnya masih sibuk memikirkan Jihan pun perlahan-lahan menjadi lebih rileks."Kamu nggak us
"Sayang, aku sudah nggak tahan."Jefri mencium bibir Sara dengan penuh gairah, tangannya yang besar mulai menjelajahi setiap jengkal kulit Sara dengan semangat."Aku 'kan sudah bilang kita nggak bisa melakukannya karena aku lagi hamil?"Tubuh Sara mulai merespons berkat ciuman Jefri yang begitu dalam dan memabukkan, tetapi Sara tetap menjaga akal sehatnya."Aku tahu, tapi bisa nggak kamu melakukannya kayak waktu itu ...."Belum sempat Jefri selesai bicara, Sara langsung mendorongnya menjauh."Kalau kamu terus begini, kita tidur pisah kamar saja."Jefri langsung menjadi patuh."Nggak, aku sudah bisa menahan diri. Tolong jangan tidur pisah kamar dariku."Jefri yang langsung tunduk dengan satu kalimat Sara itu pun melepaskan Sara, lalu memeluk istrinya."Sayang, nanti setelah anak kita lahir dan kondisimu sudah kembali prima, aku mau ya melakukannya terus-terusan selama beberapa hari."Sara yang bersandar di pelukan Jefri pun balas melirik Jefri."Kalau anak kita sudah lahir, berarti kont
Wina yang menggandeng Gisel bersiap menemui Sara, tetapi ternyata Sara datang lebih dulu. Mereka sudah sebulan lebih tidak saling bertemu. Sekarang saat bertemu di pintu, mereka berdua langsung tersenyum tahu sama tahu.Mereka pulang ke rumah Wina. Wina meminta Paman Rudi menyiapkan makanan khusus untuk wanita hamil, lalu mengajak Sara masuk dan berulang kali memperhatikan Sara dengan saksama. Setelah itu, Wina mengelus perut Sara yang masih rata."Sara, kamu masih ingat soal janji kita waktu itu?""Tentu saja."Sara yang tetap berdiri mengelus kepala Wina dengan penuh kasih sayang."Begitu anakku lahir, kamu akan menjadi ibu angkatnya."Wina pun menengadah dan menatap Sara sambil tersenyum dengan manis."Aku jadi mulai nggak sabar."Sorot tatapan Wina terlihat tulus berbahagia untuk Sara. Sama sekali tidak ada kesan getir karena belum kunjung hamil.Walaupun Wina memang selalu lihai dalam menyembunyikan perasaannya, tetap saja Sara tahu apa yang sebenarnya Wina rasakan."Wina, sebenta
"Oke," kata Sara. Jefri hendak mencium bibir Sara juga, tetapi Sara menolak."Hei, ada orang lain di sini."Padahal dulu Sara bilang dia dan Wina sudah seperti saudara kandung, sekarang Sara malah menganggap Wina selayaknya orang lain. Wina yang sangat baik hati itu langsung memutar bola matanya."Nggak usah pedulikan dia."Tepat setelah Jefri selesai bicara, seorang pria yang bertubuh jangkung dan tegap pun berjalan masuk.Jefri segera membungkuk dan mendekatkan wajah tampannya ke hadapan Sara. "Cepat, cepat, cepat cium aku."Sara tidak tahu Jihan sudah masuk, jadi dia mau tidak mau menengadah dan mencium Jefri.Jefri pun memeluk Sara sambil tersenyum dengan berseri-seri, lalu menatap Jihan yang ekspresinya terlihat biasa saja. "Kak Jihan sudah pulang?"Dulu Jihan selalu saja memeluk Wina dan bermesraan di hadapan Jefri, sekarang giliran Jefri balas dendam!Jihan hanya menatap Jefri dan Sara yang sedang bermesraan itu dengan datar, lalu berjalan ke arah Wina dan berkata, "Mulai sekara