Wina mengira Emil dan Jihan sudah saling akrab. Dia tidak menyangka bahwa Jefri Lionel yang memperkenalkan mereka berdua.Wina menyadari tujuan Emil membawanya ke perkumpulan ini tidak hanya untuk bertemu dengan beberapa teman, tetapi juga untuk mendapatkan proyek dari Jihan.Situasi ini sedikit menguntungkan bagi Wina karena pasti butuh waktu untuk membicarakan proyek bisnis. Dengan begitu, dia masih punya waktu memikirkan cara untuk melepaskan diri dari tangan Emil.Menyadari hal tersebut, Wina yang dari tadi tegang berubah menjadi sedikit santai.Tepat ketika dia menghela napas lega, Emil di samping tiba-tiba mengangkat dagunya sambil berkata, "Habiskan."Wina tidak bisa pura-pura bodoh lagi, jadi dia pun mengambil gelas anggur itu dan langsung meneguk habis semua isinya.Wina jarang minum karena Jihan tidak suka bau alkohol.Langsung meneguk habis segelas anggur dengan kadar alkohol tinggi membuat Wina tersedak sampai mengeluarkan air mata.Melihat ini, Emil segera memeluknya sambi
"Sekarang kita ambil undian. Yang satu tim pindah tempat duduk, nggak boleh bersebelahan, ya."Yeni meletakkan undian kertas tersebut di atas meja. Orang yang dengan nomor sama akan menjadi satu tim.Permainan pertama ada empat orang, sisanya menunggu giliran. Oleh karena itu, orang yang mendapat angka satu dan dua akan bermain dahulu.Wina tidak begitu beruntung, dia mendapat angka dua.Matanya melirik ke seberang dan melihat Jihan mendapat angka satu yang merupakan tim lawannya.Ketika Yeni juga mendapat angka satu, dia pun melirik Wina dan berpikir akan menyusahkan Wina nanti."Angka dua yang satu lagi siapa yang dapat?"Jefri ragu sejenak, lalu membuka kertas di tangannya.Dia tersenyum pada Wina dan berkata, "Aku nggak begitu pandai main, jadi aku akan mengandalkanmu."Wina hanya meresponsnya dengan senyuman yang sangat canggung.Wina sebenarnya adalah gadis baik-baik, dia jarang memainkan permainan kartu semacam ini.Sebelumnya, Yeni menjelaskan aturan permainan dengan sangat cep
Mendengar itu, raut wajah Wina terlihat tidak berseri.Jefri yang melepaskan jas masih ada kemeja putih. Jika Wina melepaskan gaun, dia akan langsung telanjang.Wina melihat pandang semua orang seperti sedang menunggu dirinya melepaskan gaunnya. Tidak ada satu pun yang menyelamatkannya, bahkan Emil terlihat sangat menantikan sambil menatap tubuhnya.Wina sekarang seperti mangsa yang diawasi sekelompok anak-anak berkuasa ini.Jika patuh, mereka mungkin akan melepaskannya. Jika melawan, mereka pasti tidak akan membiarkan dia keluar dari ruangan ini dengan mudah.Menyadari hal itu, Wina pun mengendurkan kepalan tangannya.Wina berpikir, hidupnya juga tidak akan lama lagi, jadi untuk apa memikirkan harga diri.Ketika tangannya ke belakang hendak membuka ritsleting gaun, Jefri tiba-tiba berkata, "Karena aku nggak bisa main, jadi nyusahin Nona Wina. Ronde ini, aku gantikan dia melepaskan pakaian."Selesai berbicara, Jefri melepaskan kemeja putihnya. Otot-otot perutnya pun terlihat jelas.Mel
Wina tidak menyangka Emil akan berbohong. Kebohongan itu membuat Wina tiba-tiba menjadi canggung.Wina tahu Jihan sangat menjaga kebersihan diri. Jihan pernah mengatakan Wina tidak boleh berhubungan intim dengan siapa pun.Wina ingin menjelaskan hal ini kepada Jihan, tetapi menyadari hubungan mereka sudah berakhir, jadi merasa tidak perlu menjelaskannya.Ketika Wina masih dalam kebimbangan, Jihan tiba-tiba mengangguk ke arahnya sambil berkata, "Kalau begitu murni, biarkan dia yang tuangkan."Melihat Jihan bersedia memberi Wina kesempatan, Emil segera menyerahkan botol anggur itu kembali kepada Wina dan berkata, "Cepat ke sana."Wina mengira Jihan akan marah. Dia tidak menyangka suasana hati Jihan tidak berubah, malah berubah pikiran dan memintanya untuk menuangkan anggur.Hal ini membuat Wina sedikit bingung, tetapi karena desakan Emil, Wina pun mengambil botol itu lagi dan membungkuk untuk menuangkan anggur untuk Jihan.Sebelum anggur itu keluar, Jihan menutup mulut gelas anggurnya la
"Kak Jihan ...."Tersadar dari keterkejutan, Jefri segera memanggil Jihan, tetapi Jihan sama sekali tidak menoleh.Sambil melihat Jihan yang berjalan pergi itu, Emil bertanya terheran-heran pada Jefri, "Ada apa dengan sepupumu?"Jefri hanya tersenyum dan berkata, "Dia adalah satu-satunya pewaris Keluarga Lionel. Karena beban yang dipikulnya besar, kadang-kadang temperamennya sedikit aneh. Jadi, kamu dan Nona Wina jangan memasukkan perbuatannya ke dalam hati."Setelah menjelaskan, Jefri mengambil gelas anggur sambil minta maaf kepada Emil dan Wina, "Sebagai hukuman, aku menggantikannya minum sampai habis."Setelah menghabiskan dalam sekali teguk, Jefri meletakkan gelas ke meja dan berkata dengan ramah, "Kalian lanjut main dulu, aku pergi cek Jihan."Kesopanan Jefri membuat Emil tidak punya alasan untuk tidak melepaskannya, "Kalau begitu, kita buat janji lagi lain waktu."Jefri mengangguk, lalu mengenakan kemeja, mengambil jas dan bergegas pergi.Yeni masih ingin bermain, tetapi melihat
Emil tiba-tiba menjadi tertarik ketika mendengar Wina berkata bisa membantu mendapatkan proyek tersebut.Penawaran harga untuk proyek di Kota Sinoa akan dimulai bulan depan. Emil dijanjikan bisa mendapatkan posisi alih waris jika bisa mendapatkan proyek tersebut.Namun, kali ini pesaingnya adalah Grup Gerad dari Kota Ostia yang merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dalam negeri. Sangat sulit bagi Emil mengalahkan Grup Gerad secara profesional, jadi dia ingin memenangkan proyek ini dengan berusaha menyenangkan Jihan.Namun, sangat sulit untuk menyanjung Jihan.Kali ini, kalau bukan karena bantuan Jefri, Emil bahkan tidak akan bisa bertemu Jihan.Oleh karena itu, Emil mulai berpikir sepertinya mustahil mendapatkan proyek itu dengan berusaha menyenangkan Jihan.Merupakan hal bagus jika Wina bisa membantunya mendapat proyek itu. Namun, Emil masih sedikit ragu pada Wina dan bertanya, "Kalau kamu bisa mengancam Jihan, kenapa nggak kamu gunakan untuk mendapatkan posisi?"Wina langsung
Aroma Jihan bercampur aroma anggur mengacaukan hati Wina untuk sesaat.Jihan yang semakin mendekat membuat Wina merasa sedikit kewalahan dan mundur ke pintu mobil.Namun, karena ruangan di mobil terlalu sempit, punggung Wina dengan cepat menempel ke pintu.Jihan meletakkan satu tangannya di jendela mobil, lalu memeluk Wina dengan erat.Mata yang dingin itu menatap wajah Wina sejenak, lalu berpindah ke kalung berlian di lehernya.Setelah beberapa saat, terdengar suara tawa kecil dan cibiran, "Sepertinya 'sponsor' barumu memperlakukanmu dengan baik."Jihan jarang tersenyum dan lebih sering memasang wajah dingin.Namun, senyumannya bahkan lebih menakutkan dari ekspresi dinginnya.Wina hendak menjelaskan, tetapi kata 'sponsor' membuat dia terdiam.Sejak Emil memperkenalkannya sebagai pacar, penjelasan apa pun tidak akan ada artinya.Ketika melihat Wina tidak mengelak, ekspresi Jihan tiba-tiba menjadi masam.Jihan mengulurkan tangan indahnya dan menyentuh dari pipi hingga belakang telinga W
Tubuh Jihan yang tinggi dan gagah tiba-tiba menegang.Sorot matanya yang dingin dan tak mendasar itu seolah-olah bisa membekukan orang sampai mati dalam sekali tatapan.Setelah menatap Wina beberapa saat, Jihan segera mengeluarkan tangannya dan mengambil belasan tisu basah, lalu menyeka jari-jarinya dengan panik.Melihat tingkah laku Jihan, Wina hanya bisa mencibir, "Pak Emil sudah bilang padamu dia sudah bercinta denganku, tapi kamu masih bersikeras untuk memeriksanya. Untuk apa repot-repot?"Mata dan bibir Wina penuh dengan senyuman. Tidak ada sedikit pun rasa marah atau malu yang terlihat, malahan terlihat penuh semangat.Wina yang bersikap tidak peduli dan berulang kali memprovokasi itu membuat Jihan tiba-tiba menjadi marah.Setelah membuang tisu basah kotor dari tangannya, Jihan meraih dagu Wina dengan kuat.Karena sangat kuat, dagu Wina yang kecil itu langsung membiru.Raut wajah Wina memucat karena kesakitan. Namun, Jihan tidak peduli hal tersebut dan langsung mendekatkan wajah
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida
Tentu saja Jihan tidak bisa menyembunyikan perkembangan robotnya dari Jefri. Sebelum Jihan datang, Jefri sudah berdiri di depan mesin sambil berusaha memperbaiki fungsinya.Dari balik kaca, Jihan bisa melihat gerakan tangan Jefri yang mengetikkan kode dengan cepat. Lalu, Jihan melihat bagaimana robot yang berada di samping mengikuti kendali Jefri dan berbicara seperti orang sungguhan. Jihan pun tersenyum kecil."Jefri ...."Jefri langsung berhenti bekerja dan menoleh menatap Jihan. Selama beberapa tahun terakhir, Jihan terus bekerja keras siang dan malam demi mengembangkan robot ini walaupun harus melawan rasa sakit.Jefri tidak bisa tinggal diam, jadi dia berinisiatif untuk membantu Jihan. Walaupun dia tidak sehebat Jihan, berkat usahanya yang pantang menyerah, akhirnya robot itu selesai."Kak Jihan, kapan Kak Jihan berencana menunjukkan robot ini kepada Kak Wina?"Jihan mendorong tangan Daris yang memapahnya menjauh, lalu berdiri tegak dan berjalan perlahan menuju robot itu. Dia pun
Delwyn mematikan lampu dan berbaring miring di atas kasur sambil meringkukkan tubuhnya menyerupai bola. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa semenjak kelahirannya, ayahnya sudah menahan rasa sakit dan menemaninya seolah-olah tidak terjadi apa-apa hingga Delwyn akhirnya perlahan tumbuh dewasa ....Delwyn jadi teringat betapa cuek dan tidak acuhnya dia terhadap ayahnya sewaktu masih kecil. Saat mengingat kembali semua hal kurang ajar yang dia lakukan semasa kecil, Delwyn menampar wajahnya sendiri dengan keras ....Setelah itu, Delwyn yang selama ini belum pernah menangis pun menutupi wajahnya dan membenamkan dirinya di tempat tidur sambil menangis hingga sekujur tubuhnya gemetar. Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang akan ditelantarkan ....Sebelum ini Delwyn tidak tahu arti kematian, tetapi sekarang kematian itu mendadak begitu dekat di hadapannya. Delwyn akhirnya menyadari betapa dia sebenarnya sangat menyayangi kedua orang tuanya. Setiap malam, Delwyn mengorbankan tidurnya dem
Berlin yang baru berusia 18 tahun itu refleks mengepalkan tangannya mendengar ucapan Delwyn. Akan tetapi, dia tidak tahu harus membalas apa. Dia akhirnya hanya bisa menggertakkan gigi dan menahan helaan napasnya saat Delwyn berjalan melewatinya.Berlin bersumpah tidak akan pernah menyukai Delwyn atau akan dia buat pemuda itu menyesal selamanya. Delwyn yang saat itu tidak tahu apa itu rasa cinta juga tidak ambil pusing dengan rencana balas dendam Berlin ....Delwyn menggendong Gisel ke bawah sambil terus mengeluhkan betapa beratnya tubuh Gisel. Gisel marah sekali sampai-sampai dia menjambak rambut adik sepupunya. Mereka berdua nyaris saja berkelahi sepanjang perjalanan menuju mobil pengantin ....Jihan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menyaksikan tingkah kedua anak itu, lalu menggenggam tangan Wina dan mengikuti rombongan mobil pengantin menuju hotel ....Gisel tidak memiliki ayah, jadi Jihan-lah yang mengambil peran sebagai ayahnya. Dia yang akan menggandeng tangan Gisel berjalan m
Liam yang sedang berdiri di tengah terpaan hawa dingin pun menstabilkan suaranya yang gemetar seraya berkata, "Veraya, menolehlah. Lihat aku ...."Gisel menoleh sambil menahan amarahnya. Dia bisa melihat Liam sedang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, tubuhnya hanya mengenakan sehelai kemeja tipis di tengah udara sedingin ini.Gisel tertegun sesaat, lalu segera memalingkan pandangannya dan menjawab dengan nada datar, "Liam, sekarang aku sudah nggak menyukaimu lagi. Berhentilah mengusikku dan pacarku."Setelah itu, Gisel langsung menutup telepon dan berjalan kembali ke asrama sambil berpegangan tangan dengan pacarnya. Akan tetapi, pacarnya itu malah menanyakan hal yang membuat Gisel merasa tertohok, "Kalau kamu merasa sangat terganggu olehnya, kenapa kamu nggak blokir saja nomornya?"Jika Gisel memblokir nomor Liam, pemuda itu tidak akan pernah bisa meneleponnya lagi. Gisel menurunkan pandangannya dan berpikir sejenak, lalu akhirnya memblokir nomor Liam tepat di hadapan pacar pert