"Sekarang kita ambil undian. Yang satu tim pindah tempat duduk, nggak boleh bersebelahan, ya."Yeni meletakkan undian kertas tersebut di atas meja. Orang yang dengan nomor sama akan menjadi satu tim.Permainan pertama ada empat orang, sisanya menunggu giliran. Oleh karena itu, orang yang mendapat angka satu dan dua akan bermain dahulu.Wina tidak begitu beruntung, dia mendapat angka dua.Matanya melirik ke seberang dan melihat Jihan mendapat angka satu yang merupakan tim lawannya.Ketika Yeni juga mendapat angka satu, dia pun melirik Wina dan berpikir akan menyusahkan Wina nanti."Angka dua yang satu lagi siapa yang dapat?"Jefri ragu sejenak, lalu membuka kertas di tangannya.Dia tersenyum pada Wina dan berkata, "Aku nggak begitu pandai main, jadi aku akan mengandalkanmu."Wina hanya meresponsnya dengan senyuman yang sangat canggung.Wina sebenarnya adalah gadis baik-baik, dia jarang memainkan permainan kartu semacam ini.Sebelumnya, Yeni menjelaskan aturan permainan dengan sangat cep
Mendengar itu, raut wajah Wina terlihat tidak berseri.Jefri yang melepaskan jas masih ada kemeja putih. Jika Wina melepaskan gaun, dia akan langsung telanjang.Wina melihat pandang semua orang seperti sedang menunggu dirinya melepaskan gaunnya. Tidak ada satu pun yang menyelamatkannya, bahkan Emil terlihat sangat menantikan sambil menatap tubuhnya.Wina sekarang seperti mangsa yang diawasi sekelompok anak-anak berkuasa ini.Jika patuh, mereka mungkin akan melepaskannya. Jika melawan, mereka pasti tidak akan membiarkan dia keluar dari ruangan ini dengan mudah.Menyadari hal itu, Wina pun mengendurkan kepalan tangannya.Wina berpikir, hidupnya juga tidak akan lama lagi, jadi untuk apa memikirkan harga diri.Ketika tangannya ke belakang hendak membuka ritsleting gaun, Jefri tiba-tiba berkata, "Karena aku nggak bisa main, jadi nyusahin Nona Wina. Ronde ini, aku gantikan dia melepaskan pakaian."Selesai berbicara, Jefri melepaskan kemeja putihnya. Otot-otot perutnya pun terlihat jelas.Mel
Wina tidak menyangka Emil akan berbohong. Kebohongan itu membuat Wina tiba-tiba menjadi canggung.Wina tahu Jihan sangat menjaga kebersihan diri. Jihan pernah mengatakan Wina tidak boleh berhubungan intim dengan siapa pun.Wina ingin menjelaskan hal ini kepada Jihan, tetapi menyadari hubungan mereka sudah berakhir, jadi merasa tidak perlu menjelaskannya.Ketika Wina masih dalam kebimbangan, Jihan tiba-tiba mengangguk ke arahnya sambil berkata, "Kalau begitu murni, biarkan dia yang tuangkan."Melihat Jihan bersedia memberi Wina kesempatan, Emil segera menyerahkan botol anggur itu kembali kepada Wina dan berkata, "Cepat ke sana."Wina mengira Jihan akan marah. Dia tidak menyangka suasana hati Jihan tidak berubah, malah berubah pikiran dan memintanya untuk menuangkan anggur.Hal ini membuat Wina sedikit bingung, tetapi karena desakan Emil, Wina pun mengambil botol itu lagi dan membungkuk untuk menuangkan anggur untuk Jihan.Sebelum anggur itu keluar, Jihan menutup mulut gelas anggurnya la
"Kak Jihan ...."Tersadar dari keterkejutan, Jefri segera memanggil Jihan, tetapi Jihan sama sekali tidak menoleh.Sambil melihat Jihan yang berjalan pergi itu, Emil bertanya terheran-heran pada Jefri, "Ada apa dengan sepupumu?"Jefri hanya tersenyum dan berkata, "Dia adalah satu-satunya pewaris Keluarga Lionel. Karena beban yang dipikulnya besar, kadang-kadang temperamennya sedikit aneh. Jadi, kamu dan Nona Wina jangan memasukkan perbuatannya ke dalam hati."Setelah menjelaskan, Jefri mengambil gelas anggur sambil minta maaf kepada Emil dan Wina, "Sebagai hukuman, aku menggantikannya minum sampai habis."Setelah menghabiskan dalam sekali teguk, Jefri meletakkan gelas ke meja dan berkata dengan ramah, "Kalian lanjut main dulu, aku pergi cek Jihan."Kesopanan Jefri membuat Emil tidak punya alasan untuk tidak melepaskannya, "Kalau begitu, kita buat janji lagi lain waktu."Jefri mengangguk, lalu mengenakan kemeja, mengambil jas dan bergegas pergi.Yeni masih ingin bermain, tetapi melihat
Emil tiba-tiba menjadi tertarik ketika mendengar Wina berkata bisa membantu mendapatkan proyek tersebut.Penawaran harga untuk proyek di Kota Sinoa akan dimulai bulan depan. Emil dijanjikan bisa mendapatkan posisi alih waris jika bisa mendapatkan proyek tersebut.Namun, kali ini pesaingnya adalah Grup Gerad dari Kota Ostia yang merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dalam negeri. Sangat sulit bagi Emil mengalahkan Grup Gerad secara profesional, jadi dia ingin memenangkan proyek ini dengan berusaha menyenangkan Jihan.Namun, sangat sulit untuk menyanjung Jihan.Kali ini, kalau bukan karena bantuan Jefri, Emil bahkan tidak akan bisa bertemu Jihan.Oleh karena itu, Emil mulai berpikir sepertinya mustahil mendapatkan proyek itu dengan berusaha menyenangkan Jihan.Merupakan hal bagus jika Wina bisa membantunya mendapat proyek itu. Namun, Emil masih sedikit ragu pada Wina dan bertanya, "Kalau kamu bisa mengancam Jihan, kenapa nggak kamu gunakan untuk mendapatkan posisi?"Wina langsung
Aroma Jihan bercampur aroma anggur mengacaukan hati Wina untuk sesaat.Jihan yang semakin mendekat membuat Wina merasa sedikit kewalahan dan mundur ke pintu mobil.Namun, karena ruangan di mobil terlalu sempit, punggung Wina dengan cepat menempel ke pintu.Jihan meletakkan satu tangannya di jendela mobil, lalu memeluk Wina dengan erat.Mata yang dingin itu menatap wajah Wina sejenak, lalu berpindah ke kalung berlian di lehernya.Setelah beberapa saat, terdengar suara tawa kecil dan cibiran, "Sepertinya 'sponsor' barumu memperlakukanmu dengan baik."Jihan jarang tersenyum dan lebih sering memasang wajah dingin.Namun, senyumannya bahkan lebih menakutkan dari ekspresi dinginnya.Wina hendak menjelaskan, tetapi kata 'sponsor' membuat dia terdiam.Sejak Emil memperkenalkannya sebagai pacar, penjelasan apa pun tidak akan ada artinya.Ketika melihat Wina tidak mengelak, ekspresi Jihan tiba-tiba menjadi masam.Jihan mengulurkan tangan indahnya dan menyentuh dari pipi hingga belakang telinga W
Tubuh Jihan yang tinggi dan gagah tiba-tiba menegang.Sorot matanya yang dingin dan tak mendasar itu seolah-olah bisa membekukan orang sampai mati dalam sekali tatapan.Setelah menatap Wina beberapa saat, Jihan segera mengeluarkan tangannya dan mengambil belasan tisu basah, lalu menyeka jari-jarinya dengan panik.Melihat tingkah laku Jihan, Wina hanya bisa mencibir, "Pak Emil sudah bilang padamu dia sudah bercinta denganku, tapi kamu masih bersikeras untuk memeriksanya. Untuk apa repot-repot?"Mata dan bibir Wina penuh dengan senyuman. Tidak ada sedikit pun rasa marah atau malu yang terlihat, malahan terlihat penuh semangat.Wina yang bersikap tidak peduli dan berulang kali memprovokasi itu membuat Jihan tiba-tiba menjadi marah.Setelah membuang tisu basah kotor dari tangannya, Jihan meraih dagu Wina dengan kuat.Karena sangat kuat, dagu Wina yang kecil itu langsung membiru.Raut wajah Wina memucat karena kesakitan. Namun, Jihan tidak peduli hal tersebut dan langsung mendekatkan wajah
Wajah Wina yang tergores cek itu terasa sakit.Setelah terpaku beberapa detik, Wina dengan tenang membungkuk dan mengambil cek tersebut.Saat melihat nominal yang tertera, perasaan pilu langsung menjalar ke seluruh hatinya.Bayaran 1 triliun untuk lima tahun itu, sungguh sepadan.Jika kembali ke lima tahun lalu, Wina sangat membutuhkan uang ini.Namun, sekarang Wina tidak membutuhkannya lagi karena dia tidak akan bisa dibawa mati.Dengan tenang, Wina mengembalikan cek itu ke dalam mobil."Pak Jihan sungguh murah hati, tapi kalau aku ambil uang ini, aku nggak akan bisa menjadi menantu Keluarga Rinos."Maksud dari perkataan Wina adalah dibandingkan dengan posisi menantu di Keluarga Rinos, uang satu triliun itu bukanlah apa-apa.Selain itu, menerima uang itu malah akan memengaruhi dia untuk menjadi bagian dari keluarga kaya raya.Setelah mendengar perkataan itu, Jihan baru mengerti alasan Wina tidak menginginkan sepeser pun darinya. Ternyata dia berencana menikah dengan pria dari keluarga
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr