Setelah menyeret Reo masuk ke dalam ruang sangkar burung, Yuno memborgol kedua tangan dan kaki Reo pada tiang besi sangkar burung.Dengan wajah Reo yang dihadapkan ke dalam sangkar, maka dia bisa melihat segala sesuatu yang berada di dalam sangkar itu. Namun, tidak jelas apa yang sebenarnya akan dilakukan Yuno dengan mengikatnya seperti itu.Sementara, Lilia bergerak perlahan mencoba mengambil pistol di atas meja, sayangnya Yuno langsung menangkap pergelangan tangannya dan menyeretnya masuk ke dalam sangkar burung.Sembari mengambil borgol. Yuno menatap Lilia, seraya berkata, "Kamu mau terus bersamaku selama sebulan atau menetap bersamanya di sini?"Lilia menatap mata Yuno yang memerah, lalu beralih melirik borgol di tangan pria itu sembari menggelengkan kepalanya. "Yuno, kumohon jangan begini, kalau sampai mereka menemukanku, kamu akan dipenjara sangat lama."Yuno tersenyum dingin. "Kalau aku takut dipenjara lama, aku nggak mungkin membawamu kemari."Dengan jemari dinginnya, Yuno meng
Jeritan yang begitu menyayat hati perlahan membuat Reo mengangkat kepalanya. Keringat dingin begitu mengalir deras, membasahi bulu mata dan mengaburkan pandangannya.Namun, matanya masih dapat melihat wujud Lilia yang menangis keras, sembari terkunci di dalam sangkar burung. Melihatnya sekuat tenaga melepaskan borgol dan berakhir gagal, membuat Reo merasa begitu tak berdaya dan perlahan tersenyum pahit ...."Jangan takut, Lilia. Aku baik-baik saja ...."Reo yang sedang menahan rasa sakit yang luar biasa itu masih berusaha menenangkannya, membuat Lilia merasa begitu bersalah dan sedih. Lilia tetap berusaha keras menarik borgol, sampai membuat pergelangan tangannya berdarah, tetapi dia tetap saja gagal melepaskan diri dari penjara besi ini.Melihat pemandangan pasangan malang itu, Yuno tertawa dingin. "Wah, ternyata kalian memang sangat saling mencintai ya ...."'Lihatlah Lilia, hanya gara-gara Reo, dia sampai menangis sejadi-jadinya, kalau bukan cinta mati, mana mungkin bisa seperti itu
Teriakan tragis itu sama sekali tak menggerakkan hati Yuno, tetapi sebaliknya malah makin menambah kebencian dalam hati Yuno. Ketika seorang iblis membenci seseorang, maka dia akan membuat seseorang itu makin menderita ....Tampak seolah sedang menghukum Lilia, tetapi sebenarnya Yuno sedang menghukum Reo. Dia ingin membuat tamu tak diundang yang tiba-tiba menerobos masuk ke pulau ini merasakan penderitaan yang tak tertahankan!Awalnya Lilia masih berusaha melawan, sampai akhirnya hatinya terasa hampa dan berubah kaku. Layaknya seorang mayat yang bersandar tak berdaya pada tiang besi, Lilia pasrah dan membiarkan Yuno berbuat semaunya.Setelah menyelesaikan kegiatannya, Yuno dengan tenang menarik kembali ritsleting celananya.Benar, saat memerkosa Lilia, pria itu bahkan masih berpakaian lengkap. Bahkan, pakaian Lilia hanya sedikit terbuka, dengan celana yang sedikit ditarik ke bawah. Dan selama kegiatan itu berlangsung, Yuno membelakangi Reo, menggunakan tubuh besarnya untuk menutupi tub
Melihat warna merah pekat yang perlahan membasahi kemeja putih Yuno, kedua tangan Lilia yang memegang pistol bergetar hebat. Entah karena amarah membara yang memuncak akibat dipermalukan begitu parah, atau karena ketakutan yang luar biasa, intinya saat ini Lilia sangat panik ...."Lilia ...."Reo yang biasanya bersuara lembut, seketika terdengar panik. Mendengar suara panik Reo, Lilia yang bergetar dan terkejut segera melempar pistol di tangannya sembarangan dan menoleh ke arah Reo ...."Aman .... Kita sudah ... sudah aman sekarang ...."Bahkan dia tak berani menoleh ke arah Yuno dan sembari menunduk dia bergegas ke depan Yuno layaknya orang gila. Tanpa berkata apa pun dan tanpa peduli dengan darah yang kian mengalir, Lilia menggeledah saku celana Yuno untuk mendapatkan kunci borgol.Karena panik, Lilia tidak bisa menemukan letak kunci itu, sampai akhirnya Yuno mengulurkan tangannya yang gemetar dan penuh akan darah, menyerahkan kunci itu padanya ....Peluru yang menembus tepat di jant
Melihat wanita ramping yang berdiri menghadap cahaya, Yuno bisa merasa Lilia sedang ketakutan. Sehingga dia segera memaksakan tubuhnya yang lemah untuk bangkit berdiri."Lilia, berbaliklah."Mendengar itu, Lilia refleks berbalik dan menatap Yuno yang entah sejak kapan sudah mengenakan jaket dan tersenyum lembut."Kamu nggak bunuh siapa pun, aku juga nggak akan kenapa-napa."Untuk meyakinkannya, Yuno menahan tubuhnya yang berdarah sembari berjalan ke arahnya."Aku seorang dokter, aku bisa menghentikan pendarahanku sendiri ...."Yuno mengangkat tangannya, sembari menyentuh wajah Lilia penuh kasih sayang dan kerinduan yang meluap."Jangan takut, pergilah ...."Lilia menatapnya dengan tatapan kebingungan, sampai akhirnya memutuskan untuk berbalik, menggenggam tangan Reo dan segera keluar dari sangkar burung ....Saat pintu terbuka, sorot cahaya langsung jatuh pada tubuh Lilia, tetapi wanita itu tak merasakan kehangatan. Dengan tubuh yang kaku, Lilia menggenggam tangan Reo dan bergegas berl
Sebelum Yuno meninggal, Lilia yang bergegas ke arah kapal segera menekan tombol auto pilot hingga akhirnya terjatuh dan terduduk di atas lantai. Isi kepalanya seakan terasa kosong, tak ada satu pun pikiran yang terlintas. Bahkan, untuk sekadar menoleh pun dia tak berani.Kedua tangan dengan urat-urat nadi yang sudah terputus, Reo menahan rasa sakit yang luar biasa sembari meletakkan tangannya pada punggung tangan Lilia. "Jangan takut lagi, Lilia. Kita sudah aman, aku akan mengirim orang untuk menyelamatkan Yuno ...."Reo mengetahuinya, Lilia sebenarnya tidak ingin menembak. Namun, semua itu terjadi karena Yuno yang sudah keterlaluan, sampai memaksanya ke titik ini.Teringat akan dirinya yang dilecehkan Yuno di hadapan Reo, Lilia merasa dirinya sangat kotor dan segera bangkit berdiri berjalan cepat ke dalam kapal."Di atas ada obat nggak? Ada pisau, ada perban?"Dia harus segera menyambungkan kembali urat nadi Reo, hal ini tidak boleh ditunda. Lilia harus menemukan serangkaian peralatan
Pergerakan tangan Lilia yang sedang mengusap baju itu seketika terhenti."Dia masih ada di pulau."Setelah mengatakan itu, Lilia kembali membuka mulutnya, berniat mengatakan pada Jihan, bahwa dirinya sudah menembak Yuno. Namun, entah kenapa kata-kata itu tak bisa keluar dari mulutnya, seperti ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya, membuatnya tak bisa bicara.Jihan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, lalu berdiri di luar ruang operasi. Setelah beberapa saat, dia memerintahkan pengawalnya dengan dingin, "Pergi ke pulau, bawa dia kembali."Mendengar itu, tubuh Lilia yang menegang perlahan rileks kembali. Dengan membawa Yuno kembali, entah mungkin mereka akan memenjarakan atau bagaimana, tentu hal pertama yang dilakukan ialah merawat Yuno terlebih dahulu. Dengan begitu, Yuno akan baik-baik saja, dan dirinya sendiri pun akhirnya bisa melepaskan Yuno."Lilia!"Mendengar suara Wina, Jihan segera berbalik menghadap arah lift. Dia melihat Jefri yang datang bersama Wina dan Sara segera
Setelah membantu Lilia membersihkan diri, mereka berniat membawa Lilia menuju hotel untuk beristirahat. Namun, Lilia masih mencemaskan Reo dan bersikeras untuk menunggu hingga operasi selesai. Setelah diberi tahu dokter bahwa urat nadi pada tangan Reo berhasil disambungkan, Lilia pun merasa lega.Reo masih berada dalam pengaruh anestesi dan belum sadar. Setelah memastikan pria itu baik-baik saja, Lilia pun beranjak bangkit berkat bujukan Sara. Namun, sebelum sempat keluar dari rumah sakit, pengawal yang dikirim Jihan seketika menelepon."Pak Jihan, Yuno sudah mati, dia ditembak."Raut wajah Jihan berubah drastis. Tanpa menunggu pengawalnya menyelesaikan laporan, dia segera meletakkan ponselnya dan berbalik menatap Lilia dengan langkah yang melambat.Setelah merasa ragu beberapa detik, Jihan pun bersuara, "Lilia, Yuno sudah mati ...."Tubuh Lilia seketika menegang.Entah karena ketakutan atau lainnya, dia merasa tangannya mulai bergetar, kakinya melemah dan kesulitan untuk tetap berdiri
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je