Ruangan bernuansa putih dengan jejeran patung berbagai bentuk dan warna yang awalnya hening kini perlahan menggemakan suara, lebih tepatnya suara langkah cowok berkaos hitam yang berjalan santai sambil mengacak rambut setengah basahnya.
Bola matanya melirik ke kanan dan kiri, maksud berhati-hati, cowok dengan celana jeans ripped itu berdehem singkat ketika menemukan seseorang di ruangan khususnya.
Bukan sekedar deheman tanpa alasan, namun tatapan takut seolah ketahuan habis mencuri dari orang itu membuat Raqa melipat tangan di dada. Selain berhasil menyulut amarahnya, ternyata orang itu juga berhasil memecahkan kerajinan patung milik Raqa.
Raqa Abimanyu Dinata, cowok dengan lengan kekar dan tubuh proposional meski baru berumur tujuh belas tahun itu memandang seorang pria bertubuh kurus di hadapannya penuh murka.
"BERANI-BERANINYA LO MASUK TANPA IZIN GUE?!" Raqa mendekat, dalam satu detik tangannya berhasil meraih kerah jaket pria itu. Mencengkramnya tanpa ampun. "APA YANG LO INGINKAN?! APA YANG LO CARI?!"
Tangan pria itu bergetar, menahan cengkraman Raqa di lehernya agar tidak menguat. "Ma-maaf, sa-saya hanya suruhan. To-tolong lepaskan. Sa-saya tidak bisa bernapas."
Bukannya melepaskan, Raqa justru menguatkan cengkramannya hingga pria itu hampir tercekik dan berdiri menggunakan ibu jari.
"Gue gak peduli. Cepat lo katakan apa tujuan lo ke sini?!" geram Raqa, menatap tajam pria itu, seolah siap memangsanya kapannya saja.
"Sa-saya mohon. Le—"
"ATAU LO NGGAK BAKAL KELUAR DARI SINI DENGAN SEMPURNA?!" ancam Raqa, tangannya mengepal, siap meninju, pria itu tidak bisa berkata-kata lagi karena Raqa sudah mencekiknya. "JAWAB!! GUE MUAK NGUSIR LO DARI SINI BANGSAT!"
"Sa-saya—"
"APA?! CEPETAN NGOMONG!"
Dan ketika tinjuannya hampir mendarat di bibir pria itu...
"ABANG! ABANG JANGAN PUKUL ORANG LAGI, RISA MOHONN..."
Tinjuannya mengudara, Raqa menoleh, dia mendapati Risa-adiknya memohon sambil menarik-narik ujung kaosnya. Gadis berkepang dua dengan pita merah itu menatapnya berkaca-kaca.
"Risa nggak mau abang mukul orang lagi. Risa takut abang kena marah papa, Risa nggak mau jauh dari abang. Abang mohon dengerin Risa... Abang."
Raqa mendengus kuat, dia menatap Risa lalu menatap pria tadi, dapat Raqa rasakan keringat dingin pria itu menetes ke tangannya.
Raqa berkata. "Sekali lagi lo datang, gue pastiin lo habis di tangan gue," bisik Raqa membuat pria itu merinding.
"ABANG! ABANG JANGAN ANCAM DIA," pinta Risa memelas. Membuat Raqa melepaskan cengkramannya kasar bahkan hampir mendorong pria tadi ke tembok.
Pria itu terbatuk-batuk
"Iya Risa. Abang minta maaf." Raqa nyengir, dia membawa Risa duduk di pangkuannya, gadis berumur tujuh tahun itu tersenyum. Sementara pria tadi secepat kilat enyah dari hadapannya.
Jika kalian mengira Raqa melepaskan cengkramannya karena kasihan, itu salah, Raqa justru tidak enak karena adiknya sedang ada di sini.
"Abang kenapa sih suka mukul-mukul orang mulu? Abang nggak takut masuk penjara kayak papa dulu? Abang nggak sering ngelakuin itu di sekolah juga, kan?" tanya Risa polos.
Raqa tidak menjawab, dia justru mengacak gemas rambut adik semata wayangnya itu.
"Risa ke sini minta dibikinin patung lagi?" tanya Raqa mengalihkan pembicaraan. Risa yang tidak masalah akan hal itu hanya mengangguk pasti.
"Risa pengen abang bikinin patung kelinci, sekalian mau tunjukkin ke temen-temen kalau abang pintar bikin patung," ujar Risa tersenyum.
Raqa mengangguki cepat ucapan Risa, ia mendudukan pelan gadis itu ke kursi rotan, tanpa basi-basi Raqa langsung mengambil celemek khusus untuk membuat patungnya.
Raqa memang menyukai kegiatan membuat patung atau kerajinan keramik sejenisnya. Entah mengapa dia sangat menyukai hobi semacam ini, berbagai bentuk sudah ia buat bahkan ada beberapa di antaranya yang sudah Raqa pamerkan.
"Risa tunggu disitu, liat atau sambil pelajari kakak bikin patungnya," ucap Raqa, dia mulai menyiapkan bahan membuat patung, seperti tanah liat, meja putar dan lain-lain.
Risa mengacungkan jempol, satu tangannya memeluk boneka teddy bear pastelnya erat. "Oke bang."
Selagi membuat patung, Risa diam di tempatnya sambil memperhatikan Raqa. Sementara pikiran Raqa justru bergelut pada kedatangan pria tadi. Raqa yakin ada yang tidak beres, sudah kelima kalinya pria itu datang tanpa tujuan yang Raqa ketahui.
Dua tahun setelah papanya masuk penjara, selalu saja ada yang datang ke markasnya. Padahal Raqa sudah memastikan jika tempat ini hanya diketahui oleh Risa dan neneknya.
Jadi, siapa pria itu?
Apa yang dia cari di markasnya?
Raqa bergerak cepat memakai almamater berwarna maroon di tubuhnya, tulisan SMA Bakti Buana dengan bordir putih terpampang pada sisi lengan kanan seragam Raqa. Serta, di bagian dada almamater itu tertera nama Raqa Abimanyu Dinata. Sementara untuk bawahan, Raqa memakai celana hitam khusus yang disediakan untuk anggota OSIS.Itu artinya tahun ini Raqa resmi menjadi ketua OSIS yang akan memimpin jalannya MOS nanti.Raqa mendengus keras, sejujurnya menjadi ketua OSIS bukanlah keinginannya, justru keinginan Arga--papa kandungnya.Raqa lebih suka kebebasan di luar sana, daripada mengurus hal yang berbau kepemimpinan ia paling tidak suka.Raqa melirik jam tangannya sekilas, disambarnya tas yang menggantung di belakang pintu lalu melangkah cepat menuruni tangga. Namun suara pria paruhbaya dari atas menghentikan langkahnya."Raqa," panggil pria bersetelan kantor itu.Raqa menoleh
Bukan waktu yang mengubah manusia, tapi keadaan sendiri yang memaksanya berevolusi.•••"DAMAR!!" Panggilan bernada manja di ujung koridor itu membuat seorang cowok berseragam putih abu-abu memekik kaget. Bahkan, refleknya menjatuhkan orang juice yang baru saja ia beli. Damar berdecak sebal lalu menatap ngeri ke arah Nabilla seperti maling yang ketahuan mencuri. Mampus gue, mampus! batin Damar.Nabilla setengah berlari ke arah Damar, berkas yang dibawa cewek itu memancing satu alis Damar naik."Damar! kamu kemana aja? Aku kayak anak ayam yang kehilangan induknya tau. Aku dalam masalah besar, Dam
"Gu-gue ... ""Gue apa Nabilla?" tanya Mentari, dia gugup menunggu jawaban Nabilla.Nabilla menggigit bibir bawahnya, dia ragu sekaligus malu jika mengatakan sudah membuat masalah dengan ketua OSIS. "Gu-gue tumpahin susu ke seragamnya.""SELA—""APA?! LO TUMPAHIN SUSU KE SERAGAMNYA?!" Suara 1000 desibel kedua cewek itu ternyata memotong sapaan seorang cowok yang baru saja naik ke panggung. Nabilla menoleh, dia mendapati ketua OSIS tengah menatapnya sinis. Ralat, bukan Nabilla, tapi mereka bertiga.Mentari, Sagita, dan Nabilla menelan salivanya kasar, jantungnya berdegup k
Jangan takut kehilangan, karena semua yang ada di dunia hanyalah titipan.•••Jika bukan karena paksaan Juan, Nabilla tidak mungkin duduk manis di ranjang UKS saat ini. Tangannya yang tadi penuh goresan luka kini sudah dibalut perban. Meski masih terasa sakit, dia memilih diam sambil sesekali menggerakan jarinya yang terasa nyeri.Chatrine yang sedang sibuk membereskan kotak P3K kini beralih menatapnya."Kalau tangan lo masih sakit, baring aja lagi, entar gue yang bilang sama Raqa supaya lo izin ikut MOS hari ini."Nabilla menggeleng. "Eh enggak usah kak. Aku masih kuat kok."Juan terkekeh pelan. "Ikut aja napa Nab, gue yakin tangan lo masih sakit, nyeri ya? Sini gue tiupin." Juan beringsut meraih tangan Nabilla, namun tertahan karena Chatrine menarik telinganya."Nggak usah modu
Sekencang apa pun kamu berlari menghindari takdir, jika Tuhan menghendaki, maka takdir itu akan mengikuti kemana pun kamu pergi.•••"Bapak punya dua opsi, kamu jaga siswi itu sampai sembuh atau rekaman ini sampai ke tangan Arga?"Raqa mengernyit tidak terima, tangannya terkepal, dua opsi itu sama-sama menyudutkannya. Apalagi harus berhubungan dengan Arga. Ditambah lagi, cewek itu-Nabilla. Apa takdir belum puas mempertemukan mereka?Raqa memejamkan mata perlahan lalu menghela napas panjang, dihembuskannya perlahan sebelum berbalik ke arah Pak Gusti. Dengan seringai, Pak Gusti menunggu jawaban Raqa."Bagaimana?" tanya Pak Gusti."Opsi pertama. PUAS?!"Pak Gusti tersenyum lebar, sementara Raqa buru-buru keluar ruangan, dasar tidak adil. Meluapkan emosi, Raqa memilih menendang
Terkadang, apa yang orang katakan pada kita menjadi tanda tanya bagi mereka di luar sana.•••"Cantik ye kan Raq? Udah kayak boneka gitu ngegemesin. Pengen gue bawa pulang ke rumah rasanya." Ragil berceloteh soal Nabilla, Raqa hanya diam, ia memutar bola mata malas."Diem lo, setan. Berisik!"Ragil cengengesan, ia kembali menatap Nabilla yang duduk selonjor sambil sesekali menuliskan sesuatu di bukunya. Panggung sedang dikuasai oleh guru yang memberikan bimbingan hingga Ragil hanya perlu berdiri di pinggir aula bersama Raqa sambil memperhatikan."Eh, panggil aja kali ya? Biar dia ngelirik gua," ucap Ragil. "Bah, lo ngebet nih, benci sama suka itu bedanya tipis banget Raq. Anget-anget tai ayam entar jadi anget-anget tai kambing.""Apasih lu nggak jelas?!" ketus Raqa."Yee, au ah. Gue pang
Alasanku menyakitimu adalah keegoisan, bukan sekedar paksaan menahan kekhawatiran. Lalu, bagaimana jika simpatiku tergerak untuk membantumu?-Raqa Abimanyu Dinata-•••"NABILLA!"Juan, Ragil, dan Gheral bergegas menghampiri Nabilla. Namun Raqa, tetap diam saja seolah tidak terjadi apa-apa, cowok itu menghela napas lalu menepis lingkaran tangan Tamara dari lehernya."RAQA! BANTUIN WOY!" teriak Juan. Sementara Ragil dan Gheral berusaha membangunkan Nabilla dengan menepuk berkali-kali pipi cewek itu.Raqa mendekat, bukan membantu tapi malah bersedekap. "Biarin aja, gue nggak peduli. Itu lo bedua mending minggir. Kita liat seberapa lama tuh bocah buat pura-pura.""Tai aja lu Rak piring. Nabilla beneran pingsan oi!" kekeh Ragil.Meski be
Setelah sepuluh menit berlalu Nabilla berada di UKS bersama Raqa, kini cewek itu duduk anteng di tepi sebab tidak terima dispensasi apa pun dari cowok itu.Tapi, kalau Nabilla mau, ia bisa saja merengek agar tidak ikut, sayangnya ia juga tidak mau kehilangan moment menatap wajah Raqa yang menurutnya kelewat tampan itu."Baiklah, saya minta maaf karena ada urusan kecil mendadak yang tidak bisa ditinggalkan," ucap Raqa. Tadi, aula sempat heboh karena si ketua OSIS itu membuat mereka menunggu."Jadi, sebagai permintaan maaf, saya akan berikan hadiah kepada peserta yang berhasil mengumpulkan tanda tangan terbanyak. Dan hukuman berdiri di depan bagi peserta yang tidak dapat tanda tangan satu pun."Berbagai mimik peserta langsung menghebohkan aula, ada yang memekik girang, ada yang celengak-celenguk mencari teman karena tidak dapat tanda tangan satu pun, atau tersenyum kecut seolah dialah peserta yang d
Makan malam. Terasa sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya, karena malam ini Samuel ikut bergabung di meja makan. Bersama. Mereka bertiga, Soraya, Kaisar, dan Samuel. Meskipun begitu, Kaisar tidak merasakan senang sama sekali. Sebab, walaupun semua anggota keluarga lengkap. Keadaan tetap hening. Seolah yang makan adalah patung berwujud manusia yang tidak mengenal satu sama lain. "Berantem lagi?" tanya Kaisar santai tapi sarkastik. Lantas membuat kunyahan Samuel dan Soraya berhenti. Kaisar menyadari itu. Ia tersenyum sinis, spontan mendapat cubitan pelan di paha dari Soraya. "Makan dulu, Sar. Jangan banyak omong," tegur Samuel. Tenang namun sirat akan kecaman. Kaisar terkekeh. "Terus kalau makannya udah selesai boleh ngomong?" tanyanya. Kaisar menatap dua orang itu bergantian. "Biasa juga enggak, 'kan?" Soraya menyentuh bahu Kaisar. "Kamu ngomong apa sih, Nak? Kita bedua baik-baik aja. Nggak berantem." "Oh ya?" Kaisar
Dua prinsip yang harus dipegang saat ini;Pertama, tidak boleh terbawa perasaan ketika bersama cowok.Kedua, tidak boleh jatuh cinta sebelum berhasil membanggakan ayah dan bunda.Keyla membaca tulisan di belakang diary-nya itu, ia menulisnya tepat ketika berumur 12 tahun. Dimana saat itu ia mulai mengenal sebuah kata yang bernama 'Cinta'. Catat! Hanya mengenal, bukan merasakan.Keyla tidak tahu persis bagaimana perasaan itu. Namun, kata Thania perasaan cinta adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan dan diutarakan dengan kata-kata. Pokoknya rumit, tapi asyik.Bahkan, setiap orang yang telah jatuh cinta bisa dibuat buta. Semakin ke sini Keyla semakin tidak mengerti.Keyla menutup buku diary berwarna biru itu dengan cepat, ini semua gara-gara Kaisar dia jadi kepikiran hal konyol bernama 'Cinta' itu.Akan tetapi Keyla tidak bisa mengelak jika ia baper oleh perlakuan Kaisar. Terutama ketika cowok itu mengacak rambutnya.
Keyla beruntung karena alibinya tadi. Cewek itu menghembuskan napas lega setelah melihat Kaisar mengangguk, mempercayai ucapannya. Meskipun sebelumnya Keyla sempat gugup karena Kaisar hampir saja mengganggapnya berbohong."Serius kelilipian?" tanya Kaisar ulang.Oh ternyata Keyla salah, Kaisar masih belum sepenuhnya percaya."Iya bawel!" jawab Keyla bosan. Cewek itu hendak berjalan lebih dulu namun lengannya tiba-tiba ditahan oleh Kaisar.Keyla berbalik dan menatap cowok itu penuh pertanyaan. Kedua alisnya hampir menyatu. Bibirnya sedikit terbuka ingin mengucapkan sesuatu namun urung karena Kaisar menatapnya begitu dalam.Sampai akhirnya Kaisar melangkah maju mendekati Keyla. Matanya tak lepas sedikit pun menyorot mata cewek itu. Membuat Keyla terasa kaku untuk mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Kaisar.Cowok itu merunduk hingga kepala mereka sejajar. Sekarang, bukannya tubuh Keyla saja yang kaku, tapi jantungnya
"Astaga lupa! Hape gue ketinggalan di laci," ungkap Kaisar yang reflek menghentikan langkah saat teringat sesuatu.Keyla menghela napas. Mereka hampir saja mendekati parkiran dan Kaisar berucap seperti itu. Rasanya seperti gagal menang perlombaan lotre. Padahal, Keyla berencana akan pulang ke rumah tepat waku. Karena banyak pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan sebelum pukul delapan malam. Setelah itu, barulah Keyla mengerjakan tugas sekolah."Gue ambil dulu yaa. Lo tunggu di sini, jangan kemana-mana," pinta Kaisar. Tanpa mendapat persetujuan Keyla cowok itu bergegas pergi.Keyla pun menarik napas sekali. Ia menepikan diri di bawah pohon besar dekat parkiran."Keyla!" panggil seseorang dari arah kiri. Keyla menoleh. Ternyata Putra."Sendirian nih? Lo nungguin siapa?" tanya Putra setibanya di hadapan Keyla."Kaisar.""Wohoo. Udah gercep ya itu anak," godanya.Keyla yang paham maksud Putra menyela. "Cum
Sejak kejadian di taman belakang tadi Kaisar malah tambah kepo. Ia mencerca Keyla dengan beberapa pertanyaan yang absurd dan unfaedah. Ada sih beberapa pertanyaan yang cowok itu lontarkan mengenai kakaknya. Tapi tetap saja Keyla merasa terganggu. Akibatnya, Keyla kini menyumpal satu telinganya dengan headset. Suasana kelas juga sedikit berisik karena guru yang mengajar ijin ke toilet."Key, temenin gue belajar yuk!" pinta Kaisar tiba-tiba membuat Keyla dengan malas menatap teman sebangkunya itu."Belajar apaan?" tanyanya.Kaisar cekikikan lalu nyengir lebar. "Belajar untuk menjadi yang terbaik buat kamu.""Hahaha. Receh!" sahut Putra yang duduk di belakang. Lalu tatapannya berubah datar.Kaisar melirik sinis Putra. "Sirik lo upil gajah!"Sedangkan Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah aneh kedua cowok itu. Lalu dia memejamkan mata sejenak, menikmati lagu beatiful milik Crush yang mengalun lewat headset di telinganya. Keyla sa
"Lo ngapain makan diem-diem sendiri di sini?" Keyla menolehkan kepalanya sejenak lalu berkata, "Suka aja," jawabnya singkat. Kaisar terkekeh pelan. Keyla itu ya, jawabannya singkat mulu. Emang ngomong itu pakai kuota apa? "Ohh sukaa," ujar Kaisar kemudian. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menatap Keyla. Lebih tepatnya ke bekal hijau yang berisikan nasi goreng dan telur gulung di pangkuan gadis itu. Kaisar menjilat sudut bibirnya, cukup menggungah selera. Kebetulan sekali ia belum makan. "Beuhh. Kayaknya enak. Mau dongg." Keyla menoleh lagi, tanpa kata-kata ia langsung menggeser bekal itu ke tengah. Keyla mendiamkannya sesaat. Kaisar bahkan sampai berkedip. Ia kira Keyla akan bersuara, setidaknya 'makan tuh' tapi ternyata gadis itu hanya diam. "Thanks," ucap Kaisar. Lantas menyantap bekal itu dengan lahap. Seperti orang tidak makan dua hari. Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah cowok itu. "Ke
Kaisar melangkah cepat menyusuri koridor kelas IPA yang berada di lantai dua. Matanya tak lepas mengamati sekitar. Tujuannya sama, yaitu mencari Keyla. Kaisar tak habis pikir mengapa gadis itu terlalu misterius dan sulit sekali ditemukan.Kaisar sudah mencek kelasnya namun Keyla tidak ada di sana. Jika gadis itu hanya memberi uang pada kakaknya yang bernama... siapa tadi? Zana? Seharusnya, Keyla telah kembali ke kelas mereka.Kaisar menyesal tidak meminta nomor gadis itu sebelumnya.Ketika menatap ke samping kanan, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Kaisar lantas menoleh ke arah orang itu saat terdengar ringisan. Ternyata ponsel milik orang itu terjatuh."Lo jalan pakai mata nggak sih?!" kesal cewek itu sambil mengambil ponsel berlogo apelnya yang tergeletak. Kaisar menyadari saat ponsel itu terbalik.Kaisar berdecak. "Enak aja si eneng, situ kali yang nabrak gue. Nggak suci lagi nih baju pangeran," ucap Kaisar dengan tingkat k
"Gue yakin kemah tahun ini bakalan rame," ungkap Dewa saat mereka berempat, Kaisar, Angkasa, Putra dan dirinya berjalan beriringan menuju kantin. Melepas penat setelah hampir dua jam berkutat dengan papan tulis dan buku-buku pelajaran. Setibanya di kantin yang dalam sekejap saja ditimbuni banyak umat manusia itu, ketiganya langsung menduduk kursi kosong yang tersisa di pojok."Lo-lo semua mau pesen apa?" Tanya Dewa yang berinisiatif memesankan makanan untuk ketiga temannya."Gue nasi goreng sama es teh lah, kayak biasa," sahut Putra bersemangat, lalu cowok itu melempar senyum centil pada adik kelas yang lewat.Kaisar yang nampak berpikir akhirnya membuka suara. "Gue bakso, sambelnya banyakin. Ah, jangan lupakan marimas kesukaan gue.""Nggak usah pake desah," celetuk Angkasa, manusia paling kalem di antara mereka berempat."Lo apa, Sa?" Kini, dewa bertanya pada Angkasa."Mineral aja."Dewa berdecak. "Itu doang.
"Hari pertama sekolah di SMA Bakti Buana, apa kesan kamu, Key? Udah banyak dapat temen?" Pertanyaan Bram barusan kontan membuat Keyla hampir tersedak. Seperti jebakan abstrak yang langsung mengikat. Bagi Keyla, pertanyaan itu benar-benar memutar otak. Sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata milik Dara. Keyla lantas menunduk. Dara menatapnya sambil memicing, jelas itu adalah telepati yang memaksa Keyla harus menjawab seperti ini. "Banyak, Pa." Meskipun ia tidak mau. "Temen Keyla baik semua." "Bagus deh." "Halah. Paling bohong, mana ada yang mau temenan sama es batu?" Zana menyeletuk sarkas. Biasa, gadis itu lebih suka menampilkan ketidaksukaannya secara terang-terangan daripada Dara. "Zana!" tegur Bram, nada bicaranya naik satu oktaf menatap Zana. "Jangan ngomong seperti itu! Seharusnya kamu sebagai kakak menyemangati Keyla. Meskipun bukan kandung, dia tetap adik kamu." "Nggak mau!" Kali ini Zana memandang Keyla