Bukan waktu yang mengubah manusia, tapi keadaan sendiri yang memaksanya berevolusi.
•••"DAMAR!!"
Panggilan bernada manja di ujung koridor itu membuat seorang cowok berseragam putih abu-abu memekik kaget. Bahkan, refleknya menjatuhkan orang juice yang baru saja ia beli.
Damar berdecak sebal lalu menatap ngeri ke arah Nabilla seperti maling yang ketahuan mencuri. Mampus gue, mampus! batin Damar.
Nabilla setengah berlari ke arah Damar, berkas yang dibawa cewek itu memancing satu alis Damar naik.
"Damar! kamu kemana aja? Aku kayak anak ayam yang kehilangan induknya tau. Aku dalam masalah besar, Dam. Huwaa Dam please tolongin aku." Nabilla menarik-narik ujung seragam Damar, memasang wajah puppy eyes.
"Justru aku yang nyariin kamu kemana-mana, Nab," alibi Damar. Pencitraan lah sama majikan. "Emang kamu dapat masalah apalagi? Ceroboh banget Na. Kemarin pas SMP kamu robohin papan mading sampai kacanya pecah, sekarang--"
"Sekarang rusakin proposal punya ketua OSIS Dam, sumpah! aku nggak niatan banget ngelakuin itu," potong Nabilla ngos-ngosan. Napasnya tidak teratur saking gugupnya. "Awalnya aku jalan-jalan tuh nyariin kamu, dan ternyata aku nggak sengaja nabrak cowok, parahnya itu ketua OSIS. Ganteng sih, Dam. Hihi. Tapi galak banget."
Damar hanya manggut-manggut paham, hati kecilnya sangat menyesal di pertemukan dengan Nabilla. Bagaimana tidak? Nabilla selalu saja membuat hari-hari Damar terasa di neraka. Nggak setiap hari sih, kelakuan ceroboh Nabilla aja yang sering bikin ribet.
"Jadi?" tanya Damar, kedua tangannya masuk dalam celana.
"Jadi tolongin aku bikin proposal ya... plis. Ketua ISIS eh, OSIS maksudnya minta proposalnya selesai hari ini. Sama persis pokoknya Dam. Yayaya?"
Tangan Damar yang tadinya di saku celana perlahan naik dan memijat pelipis. Jika tidak berdosa maka Damar akan senang hati menenggelamkan Nabilla ke sungai A****n.
"Mana sini aku liat?" Damar pasrah, dia mengambil alih proposal setengah basah dari tangan Nabilla.
"Kok basah?" tanya Damar.
"Ketumpah susu strawberry Dam."
"Ck, ampe segitunya. Mana tebel banget lagi ini proposal. Bentar liat dulu ada berapa halaman. Kalau banyak aku nggak yakin bakal selesai hari ini," jelas Damar.
Nabilla cemberut, dahinya mengernyit, ia tidak mau mati sebelum menikah. Apalagi di tangan ketua OSIS. Mit amit.
Nabilla menggigiti kuku jarinya, menunggu Damar selesai menghitung halaman proposalnya. Selesai menghitung, mulut Damar menganga tidak terima. Sebelah matanya ingin menutup tapi tidak bisa, alhasil, Damar pingsan dengan ditimpuk proposal di wajahnya.
Mata Nabilla membulat seketika. Ia berlutut lalu menepuk-nepuk pipi Damar. "Dam-Damar. Ih, kok malah pingsan sih? Jadi jumlahnya berapa halaman Dam? Sepuluh? Dua puluh?"
"Li-lima puluh. Na." Damar seolah kena penyakit strok mendadak.
"Apa?! Lima puluh?" tanya Nabilla tidak terima. "Gi-gimana dong Dam? Kamu jangan pingsan ih. Plis tolongin aku."
"Na," panggil Damar.
"Ya?"
"Besok kalau aku udah nggak ada. Suruh pak Mamat mandiin ayam aku dua kali sehari ya? Jangan sampai lupa," ngawur Damar, kemudian menutup mata. Damar pingsan.
"Damar ih," dengus Nabilla.
"Kalian ngapain di sini?" Suara berat itu membuat Nabilla menoleh, ia menemukan seorang cowok tinggi beralmamater maroon tengah menatapnya.
"Sa-saya anu kak, itu--" Nabilla menggigit bibir bawahnya, gugup.
"Anu apa? Sebentar lagi upacara pembukaan MOS dimulai, cepat kalian kumpul di aula," perintah cowok itu.
Nabilla mengangguk singkat, dia menatap Damar kasihan lalu menatap cowok tadi. "I-iya kak."
"Temen lo?"
"Di-dia pingsan kak."
Cowok itu menggelengkan kepala. "Ya sudah. Lo buruan ke aula sana, biar gue panggil PMR."
Nabilla mengangguk, sebelum pergi ia menatap Damar lalu berkata. "Maaf ya Dam. Aku nyusahin kamu lagi. Hiks."
***
"RAQA!!"
Suara manja itu sama sekali tidak mengalihkan perhatian Raqa dari beberapa dokumen di hadapannya. Tanpa menoleh pun Raqa tahu siapa pemilik suara.
"Raqa, lo kemana aja hem? Gue cari lo di club malam tadi nggak ada. Sekarang apa lo benar-benar mau ngehindar dari gue?" tanya Tamara, cewek dengan seragam ketat dan dua kancing atas terbuka itu mengalungkan tangan ke leher Raqa.
"Buset dah, main nyosor aja nih cewek, inget Tama, lo di ruang OSIS woy!" celetuk Bryn Delano, cowok yang juga termasuk dalam anggota OSIS.
Juan yang sibuk memutar tripod kini mengusap dagu. "Raqa bosen kayaknya sama lo Tama, mainnya gitu-gitu aja. Ubah posisi dong. Adaw!" Cathrine langsung menggeplak kepala Juan.
"Posisi apa, huh? Dasar mesum," cibir Cathrine.
"Posisi duduk di mobil maksud gue Cath, pikiran lo ternyata yang mesum."
Cathrine mendengus keras. Cewek OSIS berkuncir kuda ini termasuk dalam bagian medik.
Raqa menoleh ke arah Cathrine. "Lo udah siapin P3K Cath?"
Cathrine mengangguk. "Udah kok Raq, gue juga udah suruh beberapa anggota PMR buat siapin tandu. Kali aja ada yang pingsan."
Raqa berdehem singkat, ia membiarkan tangan Tamara mengalung tanpa berniat menepisnya.
"Lo kok nggak jawab pertanyaan gue Raq?" tanya Tamara, merasa teracuhkan.
"Gue yakin lo udah tau jawabannya. Cepet singkirin tangan lo. Gue banyak urusan."
"Nggak mau! Lo jawab dulu pertanyaan gue."
"Tamara... jangan sampai gue pakai kekerasan."
"Nggak!"
"Tam--"
Belum sempat menjawab, Tamara menggigit bibir bawah Raqa. Raqa terpekik kecil, namun tak berniat membalas pancingan Tama. Raqa membiarkan cewek nakal itu menggigit bibirnya.
Kecuali cewek itu melewati batas, maka Raqa mendorongnya.
"Wih! Tama nunggu balasan lo Raq. Gercep Raq, cepetan balas!" celetuk Juan.
"Kalo lo nggak balas, mending gue yang diposisi lo oi!" hardik Bryn. "Enak kayaknya tuh kalau di dalemin. Aw!" Kali ini Cathrine menoyornya.
Ini cewek dasar nggak tau malu, main sosor bibir orang aja, batin Cathrine tidak terima. Ia berusaha menghindari pemandangan itu.
Raqa berdehem singkat, ia mengatur napas senormal mungkin, kemudian menatap Ragil. "Tunggu dua menit, gue segera ke aula."
Ragil mendengus. "Serah lu dah ketua OSIS."
"Lo kok nggak balas gue Raq?" tanya Tama, tidak biasanya Raqa mengacuhkannya.
Raqa melirik sekilas lalu merapikan jas almamaternya. "Karena gue udah jadi ketua OSIS, gue harus jaga sikap. Lo ngerti? Dan sekarang lo harus terima, kalo gue sama lo udah nggak ada apa-apa."
***
Rasanya lima menit sudah menunggu, tapi kemana ketua OSIS itu? Sampai akhirnya pandangan Nabilla teralihkan pada seorang cowok yang tengah memegang mikrofon di panggung sana.
"SELAMAT PAGI SEMUA!" sapa cowok itu.
"PAGI!" jawab seluruh peserta MOS.
"Oke, sebelum kita mulai upacara pembukaannya, saya selaku pembawa acara meminta kalian mengatur barisannya. Tolong yang tubuhnya agak pendek di depan, dan lumayan tinggi di belakang ya? Agar barisannya terlihat rapi. Anggota OSIS tolong bantu mereka." Cowok itu menggidikan bahu ke barisan anggota OSIS.
Semua peserta mengangguk, termasuk Nabilla, sadar tubuhnya lumayan pendek dia mengambil inisiatif di barisan paling depan.
"Hai," sapaan kecil itu membuat Nabilla menoleh ke samping kiri.
"Oh, Hai," jawab Nabilla kikuk.
"Btw, nama gue Mentari Pagi, lo bisa panggil gue Tari." Cewek berbandana biru itu mengulurkan tangan lalu tersenyum.
Nabilla menerima uluran tangannya tanpa ragu, sepertinya dia cewek baik-baik, batinnya.
"Gue Nabilla Shiletta, lo bisa panggil gue Nabilla atau Letta. Asalkan jangan dipanggil Nabil," jawab Nabilla tersenyum.
Mentari mengangguk, dia lalu menarik pelan seragam cewek yang sibuk mengecek wajah di cermin di belakangnya. "Oh ya, kenalin juga temen gue Sagita, kita temen satu SMP. Sagita baik kok orangnya, kita sahabatan malah."
Cewek yang bernama Sagita itu mengulurkan tangan. "Sagita Viona, lu bisa panggil gue Gita."
"Nabilla Shiletta, panggil aja Nabilla atau Letta." Nabilla menerima uluran tangannya, tapi tunggu, sepertinya Nabilla pernah melihat cewek ini. Tapi dimana?
Mengingat, Nabilla akhirnya buka suara. "Lo bukannya yang tadi minta foto sama ketua OSIS itu kan?"
"Ah bener, seratus buat lo. Biar pun gue ditolak sih. Biasa aja. Orang ganteng mah sering jual mahal."
Nabilla terkikik. "Gue kesian aja sama lo, keliatannya tadi hampir nangis."
"Masa sih? Gue tadi akting aja," dusta Sagita. "Gue kecakepan, mangkanya tuh ketua OSIS takut mimisan."
Mentari hanya terkekeh, ketika menatap Nabilla lekat, dia juga ikut-ikutan teringat sesuatu.
"Bentar-bentar, lu bukannya cewek yang barusan cekcok sama kak Raqa kan? Lo-lo yang barusan dilempar proposal, iya kan? Oh waw, gue nggak nyangka kita bakalan ketemu," cerca Mentari.
"Lo tau darimana?" tanya Nabilla.
"Masa lo nggak tahu? Lo udah cek grub wa MOS khusus cewek belum? Foto lo dilempar proposal sama kak Raqa udah tersebar di sana. Gila! Gue nggak habis pikir sama orang yang tega nyebar."
Nabilla menganga, buru-buru dia membuka grub wa MOS khusus cewek, alangkah terkejut mendapati fotonya tengah dilempari proposal oleh ketua OSIS terpampang di sana.
"Ini siapa yang ngirim sih?!" kesal Nabilla.
"Gue juga nggak tahu, habis ngirim foto lu dia langsung left," jawab Mentari.
"Pengecut banget cih," cibir Sagita.
"Lagian kenapa lo bisa dilempar proposal sama kak Raqa? Lo ada buat salah? Di foto itu kak Raqa keliatan kesel banget," ujar Mentari cemas.
Nabilla menelan saliva susah payah. Pikirannya berkecamuk, bayang-bayang kehidupan mengerikan pada masa MOS mulai memenuhi pikirannya.
"Gu-gue ... "
"Gu-gue ... ""Gue apa Nabilla?" tanya Mentari, dia gugup menunggu jawaban Nabilla.Nabilla menggigit bibir bawahnya, dia ragu sekaligus malu jika mengatakan sudah membuat masalah dengan ketua OSIS. "Gu-gue tumpahin susu ke seragamnya.""SELA—""APA?! LO TUMPAHIN SUSU KE SERAGAMNYA?!" Suara 1000 desibel kedua cewek itu ternyata memotong sapaan seorang cowok yang baru saja naik ke panggung. Nabilla menoleh, dia mendapati ketua OSIS tengah menatapnya sinis. Ralat, bukan Nabilla, tapi mereka bertiga.Mentari, Sagita, dan Nabilla menelan salivanya kasar, jantungnya berdegup k
Jangan takut kehilangan, karena semua yang ada di dunia hanyalah titipan.•••Jika bukan karena paksaan Juan, Nabilla tidak mungkin duduk manis di ranjang UKS saat ini. Tangannya yang tadi penuh goresan luka kini sudah dibalut perban. Meski masih terasa sakit, dia memilih diam sambil sesekali menggerakan jarinya yang terasa nyeri.Chatrine yang sedang sibuk membereskan kotak P3K kini beralih menatapnya."Kalau tangan lo masih sakit, baring aja lagi, entar gue yang bilang sama Raqa supaya lo izin ikut MOS hari ini."Nabilla menggeleng. "Eh enggak usah kak. Aku masih kuat kok."Juan terkekeh pelan. "Ikut aja napa Nab, gue yakin tangan lo masih sakit, nyeri ya? Sini gue tiupin." Juan beringsut meraih tangan Nabilla, namun tertahan karena Chatrine menarik telinganya."Nggak usah modu
Sekencang apa pun kamu berlari menghindari takdir, jika Tuhan menghendaki, maka takdir itu akan mengikuti kemana pun kamu pergi.•••"Bapak punya dua opsi, kamu jaga siswi itu sampai sembuh atau rekaman ini sampai ke tangan Arga?"Raqa mengernyit tidak terima, tangannya terkepal, dua opsi itu sama-sama menyudutkannya. Apalagi harus berhubungan dengan Arga. Ditambah lagi, cewek itu-Nabilla. Apa takdir belum puas mempertemukan mereka?Raqa memejamkan mata perlahan lalu menghela napas panjang, dihembuskannya perlahan sebelum berbalik ke arah Pak Gusti. Dengan seringai, Pak Gusti menunggu jawaban Raqa."Bagaimana?" tanya Pak Gusti."Opsi pertama. PUAS?!"Pak Gusti tersenyum lebar, sementara Raqa buru-buru keluar ruangan, dasar tidak adil. Meluapkan emosi, Raqa memilih menendang
Terkadang, apa yang orang katakan pada kita menjadi tanda tanya bagi mereka di luar sana.•••"Cantik ye kan Raq? Udah kayak boneka gitu ngegemesin. Pengen gue bawa pulang ke rumah rasanya." Ragil berceloteh soal Nabilla, Raqa hanya diam, ia memutar bola mata malas."Diem lo, setan. Berisik!"Ragil cengengesan, ia kembali menatap Nabilla yang duduk selonjor sambil sesekali menuliskan sesuatu di bukunya. Panggung sedang dikuasai oleh guru yang memberikan bimbingan hingga Ragil hanya perlu berdiri di pinggir aula bersama Raqa sambil memperhatikan."Eh, panggil aja kali ya? Biar dia ngelirik gua," ucap Ragil. "Bah, lo ngebet nih, benci sama suka itu bedanya tipis banget Raq. Anget-anget tai ayam entar jadi anget-anget tai kambing.""Apasih lu nggak jelas?!" ketus Raqa."Yee, au ah. Gue pang
Alasanku menyakitimu adalah keegoisan, bukan sekedar paksaan menahan kekhawatiran. Lalu, bagaimana jika simpatiku tergerak untuk membantumu?-Raqa Abimanyu Dinata-•••"NABILLA!"Juan, Ragil, dan Gheral bergegas menghampiri Nabilla. Namun Raqa, tetap diam saja seolah tidak terjadi apa-apa, cowok itu menghela napas lalu menepis lingkaran tangan Tamara dari lehernya."RAQA! BANTUIN WOY!" teriak Juan. Sementara Ragil dan Gheral berusaha membangunkan Nabilla dengan menepuk berkali-kali pipi cewek itu.Raqa mendekat, bukan membantu tapi malah bersedekap. "Biarin aja, gue nggak peduli. Itu lo bedua mending minggir. Kita liat seberapa lama tuh bocah buat pura-pura.""Tai aja lu Rak piring. Nabilla beneran pingsan oi!" kekeh Ragil.Meski be
Setelah sepuluh menit berlalu Nabilla berada di UKS bersama Raqa, kini cewek itu duduk anteng di tepi sebab tidak terima dispensasi apa pun dari cowok itu.Tapi, kalau Nabilla mau, ia bisa saja merengek agar tidak ikut, sayangnya ia juga tidak mau kehilangan moment menatap wajah Raqa yang menurutnya kelewat tampan itu."Baiklah, saya minta maaf karena ada urusan kecil mendadak yang tidak bisa ditinggalkan," ucap Raqa. Tadi, aula sempat heboh karena si ketua OSIS itu membuat mereka menunggu."Jadi, sebagai permintaan maaf, saya akan berikan hadiah kepada peserta yang berhasil mengumpulkan tanda tangan terbanyak. Dan hukuman berdiri di depan bagi peserta yang tidak dapat tanda tangan satu pun."Berbagai mimik peserta langsung menghebohkan aula, ada yang memekik girang, ada yang celengak-celenguk mencari teman karena tidak dapat tanda tangan satu pun, atau tersenyum kecut seolah dialah peserta yang d
Bahkan cantikmu, mampu membuatku menenggelamkan semua kelabu.-Raqa Abimanyu Dinata-•••Raqa mengedar pandang ke seluruh koridor, terutama jalan menuju taman belakang sekolah. Untung sepi, jadi dia tidak harus sembunyi-sembunyi demi cewek bernama Nabilla ini."Kakak kok kayak ketakutan gitu? Takut sama guru tadi ya? Hih, badan aja yang gede," cibir Nabilla.Raqa melotot tidak terima. "Gue nggak takut sama siapa pun. Terutama sama Bapak tua tadi!"Nabilla menggidikan bahu acuh, matanya mengamati dengan seksama buku gambarnya. Membolak-balik, dan menahan napas terkejut ketika menemukan noda pada gambarnya."Tuh, kan, Kakak sih, coba nih liat! Buku gambar aku jadi kotor, gimana mau ngebersihinnya."Raqa mendengus keras. Ia tidak habis pikir pada sikap manja dan berlebihan Nabilla. Lagi pula, itu hanya buku gambar. T
Tidak ada masalah yang selesai dengan cara lari, karena ada masalah lain yang akan datang menanti, maka selesaikan masalahmu hari ini.•••"Ciee diantar sama siapa, tuh?"Nabilla menoleh, dia mendapati Yogi Kakaknya tengah bersedekap sambil menaik-naikkan alis."Kakak nggak perlu tau ih. Kepo!" jawab Nabilla."Elah lu, manja. Gue bilangin sama Bunda nih. BUNDA! BUNDA! NABILLA MULAI NAKAL NIH, BUNN." Yogi berteriak seraya masuk ke dalam rumah.Nabilla mencak-mencak, ia menghentakkan kaki kesal. "Kak Yogi, apaan sih?! Aku nggak nakal tau, BUNDA JANGAN DIDENGERIN!" gerutu Nabilla ikut masuk ke dalam rumah.Bundanya yang ternyata sedang menonton TV di ruang tengah menggelengkan kepala, lantas saja wanita berhijab peach itu mengecilkan volu
Makan malam. Terasa sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya, karena malam ini Samuel ikut bergabung di meja makan. Bersama. Mereka bertiga, Soraya, Kaisar, dan Samuel. Meskipun begitu, Kaisar tidak merasakan senang sama sekali. Sebab, walaupun semua anggota keluarga lengkap. Keadaan tetap hening. Seolah yang makan adalah patung berwujud manusia yang tidak mengenal satu sama lain. "Berantem lagi?" tanya Kaisar santai tapi sarkastik. Lantas membuat kunyahan Samuel dan Soraya berhenti. Kaisar menyadari itu. Ia tersenyum sinis, spontan mendapat cubitan pelan di paha dari Soraya. "Makan dulu, Sar. Jangan banyak omong," tegur Samuel. Tenang namun sirat akan kecaman. Kaisar terkekeh. "Terus kalau makannya udah selesai boleh ngomong?" tanyanya. Kaisar menatap dua orang itu bergantian. "Biasa juga enggak, 'kan?" Soraya menyentuh bahu Kaisar. "Kamu ngomong apa sih, Nak? Kita bedua baik-baik aja. Nggak berantem." "Oh ya?" Kaisar
Dua prinsip yang harus dipegang saat ini;Pertama, tidak boleh terbawa perasaan ketika bersama cowok.Kedua, tidak boleh jatuh cinta sebelum berhasil membanggakan ayah dan bunda.Keyla membaca tulisan di belakang diary-nya itu, ia menulisnya tepat ketika berumur 12 tahun. Dimana saat itu ia mulai mengenal sebuah kata yang bernama 'Cinta'. Catat! Hanya mengenal, bukan merasakan.Keyla tidak tahu persis bagaimana perasaan itu. Namun, kata Thania perasaan cinta adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan dan diutarakan dengan kata-kata. Pokoknya rumit, tapi asyik.Bahkan, setiap orang yang telah jatuh cinta bisa dibuat buta. Semakin ke sini Keyla semakin tidak mengerti.Keyla menutup buku diary berwarna biru itu dengan cepat, ini semua gara-gara Kaisar dia jadi kepikiran hal konyol bernama 'Cinta' itu.Akan tetapi Keyla tidak bisa mengelak jika ia baper oleh perlakuan Kaisar. Terutama ketika cowok itu mengacak rambutnya.
Keyla beruntung karena alibinya tadi. Cewek itu menghembuskan napas lega setelah melihat Kaisar mengangguk, mempercayai ucapannya. Meskipun sebelumnya Keyla sempat gugup karena Kaisar hampir saja mengganggapnya berbohong."Serius kelilipian?" tanya Kaisar ulang.Oh ternyata Keyla salah, Kaisar masih belum sepenuhnya percaya."Iya bawel!" jawab Keyla bosan. Cewek itu hendak berjalan lebih dulu namun lengannya tiba-tiba ditahan oleh Kaisar.Keyla berbalik dan menatap cowok itu penuh pertanyaan. Kedua alisnya hampir menyatu. Bibirnya sedikit terbuka ingin mengucapkan sesuatu namun urung karena Kaisar menatapnya begitu dalam.Sampai akhirnya Kaisar melangkah maju mendekati Keyla. Matanya tak lepas sedikit pun menyorot mata cewek itu. Membuat Keyla terasa kaku untuk mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Kaisar.Cowok itu merunduk hingga kepala mereka sejajar. Sekarang, bukannya tubuh Keyla saja yang kaku, tapi jantungnya
"Astaga lupa! Hape gue ketinggalan di laci," ungkap Kaisar yang reflek menghentikan langkah saat teringat sesuatu.Keyla menghela napas. Mereka hampir saja mendekati parkiran dan Kaisar berucap seperti itu. Rasanya seperti gagal menang perlombaan lotre. Padahal, Keyla berencana akan pulang ke rumah tepat waku. Karena banyak pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan sebelum pukul delapan malam. Setelah itu, barulah Keyla mengerjakan tugas sekolah."Gue ambil dulu yaa. Lo tunggu di sini, jangan kemana-mana," pinta Kaisar. Tanpa mendapat persetujuan Keyla cowok itu bergegas pergi.Keyla pun menarik napas sekali. Ia menepikan diri di bawah pohon besar dekat parkiran."Keyla!" panggil seseorang dari arah kiri. Keyla menoleh. Ternyata Putra."Sendirian nih? Lo nungguin siapa?" tanya Putra setibanya di hadapan Keyla."Kaisar.""Wohoo. Udah gercep ya itu anak," godanya.Keyla yang paham maksud Putra menyela. "Cum
Sejak kejadian di taman belakang tadi Kaisar malah tambah kepo. Ia mencerca Keyla dengan beberapa pertanyaan yang absurd dan unfaedah. Ada sih beberapa pertanyaan yang cowok itu lontarkan mengenai kakaknya. Tapi tetap saja Keyla merasa terganggu. Akibatnya, Keyla kini menyumpal satu telinganya dengan headset. Suasana kelas juga sedikit berisik karena guru yang mengajar ijin ke toilet."Key, temenin gue belajar yuk!" pinta Kaisar tiba-tiba membuat Keyla dengan malas menatap teman sebangkunya itu."Belajar apaan?" tanyanya.Kaisar cekikikan lalu nyengir lebar. "Belajar untuk menjadi yang terbaik buat kamu.""Hahaha. Receh!" sahut Putra yang duduk di belakang. Lalu tatapannya berubah datar.Kaisar melirik sinis Putra. "Sirik lo upil gajah!"Sedangkan Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah aneh kedua cowok itu. Lalu dia memejamkan mata sejenak, menikmati lagu beatiful milik Crush yang mengalun lewat headset di telinganya. Keyla sa
"Lo ngapain makan diem-diem sendiri di sini?" Keyla menolehkan kepalanya sejenak lalu berkata, "Suka aja," jawabnya singkat. Kaisar terkekeh pelan. Keyla itu ya, jawabannya singkat mulu. Emang ngomong itu pakai kuota apa? "Ohh sukaa," ujar Kaisar kemudian. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menatap Keyla. Lebih tepatnya ke bekal hijau yang berisikan nasi goreng dan telur gulung di pangkuan gadis itu. Kaisar menjilat sudut bibirnya, cukup menggungah selera. Kebetulan sekali ia belum makan. "Beuhh. Kayaknya enak. Mau dongg." Keyla menoleh lagi, tanpa kata-kata ia langsung menggeser bekal itu ke tengah. Keyla mendiamkannya sesaat. Kaisar bahkan sampai berkedip. Ia kira Keyla akan bersuara, setidaknya 'makan tuh' tapi ternyata gadis itu hanya diam. "Thanks," ucap Kaisar. Lantas menyantap bekal itu dengan lahap. Seperti orang tidak makan dua hari. Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah cowok itu. "Ke
Kaisar melangkah cepat menyusuri koridor kelas IPA yang berada di lantai dua. Matanya tak lepas mengamati sekitar. Tujuannya sama, yaitu mencari Keyla. Kaisar tak habis pikir mengapa gadis itu terlalu misterius dan sulit sekali ditemukan.Kaisar sudah mencek kelasnya namun Keyla tidak ada di sana. Jika gadis itu hanya memberi uang pada kakaknya yang bernama... siapa tadi? Zana? Seharusnya, Keyla telah kembali ke kelas mereka.Kaisar menyesal tidak meminta nomor gadis itu sebelumnya.Ketika menatap ke samping kanan, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Kaisar lantas menoleh ke arah orang itu saat terdengar ringisan. Ternyata ponsel milik orang itu terjatuh."Lo jalan pakai mata nggak sih?!" kesal cewek itu sambil mengambil ponsel berlogo apelnya yang tergeletak. Kaisar menyadari saat ponsel itu terbalik.Kaisar berdecak. "Enak aja si eneng, situ kali yang nabrak gue. Nggak suci lagi nih baju pangeran," ucap Kaisar dengan tingkat k
"Gue yakin kemah tahun ini bakalan rame," ungkap Dewa saat mereka berempat, Kaisar, Angkasa, Putra dan dirinya berjalan beriringan menuju kantin. Melepas penat setelah hampir dua jam berkutat dengan papan tulis dan buku-buku pelajaran. Setibanya di kantin yang dalam sekejap saja ditimbuni banyak umat manusia itu, ketiganya langsung menduduk kursi kosong yang tersisa di pojok."Lo-lo semua mau pesen apa?" Tanya Dewa yang berinisiatif memesankan makanan untuk ketiga temannya."Gue nasi goreng sama es teh lah, kayak biasa," sahut Putra bersemangat, lalu cowok itu melempar senyum centil pada adik kelas yang lewat.Kaisar yang nampak berpikir akhirnya membuka suara. "Gue bakso, sambelnya banyakin. Ah, jangan lupakan marimas kesukaan gue.""Nggak usah pake desah," celetuk Angkasa, manusia paling kalem di antara mereka berempat."Lo apa, Sa?" Kini, dewa bertanya pada Angkasa."Mineral aja."Dewa berdecak. "Itu doang.
"Hari pertama sekolah di SMA Bakti Buana, apa kesan kamu, Key? Udah banyak dapat temen?" Pertanyaan Bram barusan kontan membuat Keyla hampir tersedak. Seperti jebakan abstrak yang langsung mengikat. Bagi Keyla, pertanyaan itu benar-benar memutar otak. Sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata milik Dara. Keyla lantas menunduk. Dara menatapnya sambil memicing, jelas itu adalah telepati yang memaksa Keyla harus menjawab seperti ini. "Banyak, Pa." Meskipun ia tidak mau. "Temen Keyla baik semua." "Bagus deh." "Halah. Paling bohong, mana ada yang mau temenan sama es batu?" Zana menyeletuk sarkas. Biasa, gadis itu lebih suka menampilkan ketidaksukaannya secara terang-terangan daripada Dara. "Zana!" tegur Bram, nada bicaranya naik satu oktaf menatap Zana. "Jangan ngomong seperti itu! Seharusnya kamu sebagai kakak menyemangati Keyla. Meskipun bukan kandung, dia tetap adik kamu." "Nggak mau!" Kali ini Zana memandang Keyla