Terkadang, apa yang orang katakan pada kita menjadi tanda tanya bagi mereka di luar sana.
•••
"Diem lo, setan. Berisik!"
Ragil cengengesan, ia kembali menatap Nabilla yang duduk selonjor sambil sesekali menuliskan sesuatu di bukunya. Panggung sedang dikuasai oleh guru yang memberikan bimbingan hingga Ragil hanya perlu berdiri di pinggir aula bersama Raqa sambil memperhatikan.
"Eh, panggil aja kali ya? Biar dia ngelirik gua," ucap Ragil. "Bah, lo ngebet nih, benci sama suka itu bedanya tipis banget Raq. Anget-anget tai ayam entar jadi anget-anget tai kambing."
"Apasih lu nggak jelas?!" ketus Raqa.
"Yee, au ah. Gue panggil ye, lu awas aja ngelirik, gue tabok itu muka. Hahaha." Ragil bergeser, posisi Nabilla yang berada di belakang memudahkan cowok itu mendekat. Sengaja karena Raqa membiarkan cewek itu duduk di belakang, dengan alasan pantat sakit sekaligus tangan yang diperban.
"Nabilaa. Psst, Nab." Ragil memanggil Nabilla.
Nabilla menoleh, satu alisnya naik. "Kenapa ya kak?"
"Manggil doang. Emang lu lagi ngapain? Keliatannya serius banget."
"Lukis, kenapa emang?"
Ragil terkikik, Nabilla memang polos-polos minta ditendang. Orang lagi sibuk nyatet materi celotehan guru di depan, eh dia malah lukis. Naik darah dah pasti Raqa habis ini.
"Lukis? Wah, jangannn. Entar lu dihukum lagi kayak tadi. Mau? Mending catet tuh celotehan Bu Martha."
Nabilla menggeleng. "Enggak. Emang ibunya ngomong apa? Aku enggak denger."
Ragil menepuk jidat. "Anjir, jadi dari tadi lu ngapain?"
"Yaaa lukis. Kakak mau liat nggak? Aku lukis muka kak Raqa, ganteng banget soalnya," jawab Nabilla polos.
Gantengan juga gue elah, batin Ragil.
Ragil mendekati Nabilla, sempat melirik Raqa yang mencuri pandang ke arahnya. Ragil terkekeh. Ia mendapati wajah Raqa cemberut entah karena apa.
"Wah, lu pinter lukis ya ternyata," ucap Ragil.
Nabilla tersipu malu. "Hehe, iya kak makasih, aku memang suka ngelukis." Nabilla tersenyum, menampilkan lesung pipi sebelah kanannya.
"Kalau gitu, coba gambar muka gue."
"Sekarang?"
"Tahun depan, ya iyalah sekarang."
Nabille cengengesan. "Oke, tapi gambar muka kak Raqa ini diapain? Aku simpen aja deh ya. Bentar-bentar."
"Nggak usah," titah Ragil. "Sini gambarnya. Raqa itu nggak pantes digambar mukanya sama lo." Ragil merebut selembar kertas bersketsa wajah Raqa dari tangan Nabilla.
"Pantesnya diapain?"
"Ditabok. Hahaha. Dia kan udah nyakitin lu."
"Tapi kak Raqa itu ganteng."
"Gantengan gue juga kali," ujar Ragil dia meremas kertas tadi hingga bulat, lalu melemparnya sembarang ke belakang. Dan ...
"Adaw. Kampret! Siapa yang lempar sampah ke muka gue?" kesal Raqa. Ia mengedar pandang dan menemukan Ragil sedang cekikikan nggak jelas bersama Nabilla. Sebelum menghampiri, Raqa lebih dulu membuka bulatan kertas itu dan waw! Gambar wajahnya? Lumayan bagus, ah, pasti Nabilla yang lukis. Tapi kenapa dibuang begitu saja? Ragil kampret, batin Raqa.
Kesal, Raqa akhirnya menghampiri dua orang itu.
"Ekhem. Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak melihat Bu Martha sedang menjelaskan sesuatu di depan?!" tanya Raqa tegas. Suaranya cukup keras, alhasil, beberapa murid yang berada lebih dekat mengalihkan perhatian.
Ragil yang mengerti situasi ini segera meluruskan. "Enggak ada. Tadi Nabilla kesakitan, terus gue bantu pijitin lengannya bentar."
"Alah," potong Raqa. "Bohong. Saya tidak percaya. Nabilla, Kamu berdiri di depan aula sana dengan satu kaki terangkat. Cepat!"
Semua peserta MOS saling berpandangan, bahkan berbisik atau mengumpat karena kasihan.
Cewek itu lagi, ya?
Aduh, kasian bangettt
Nabilla bukan namanya?
Ragil mengernyit tidak terima. "Raq, tega ya lu?"
"Saya tidak berbicara dengan kamu. Nabilla, cepat laksanakan perintah saya atau hukuman kamu saya tambah lagi!" tegas Raqa, kali ini penuh penekanan sambil menunjuk wajah Nabilla.
Nabilla menunduk, air matanya perlahan luruh. Ini ketiga kali Raqa menghukumnya, dan kali ini cukup parah. Berdiri di depan aula dengan satu kaki terangkat.
Guru di depan sana bahkan tidak berkutik, Raqa ketua OSIS sekaligus ketua MOS-itu artinya tetek bengek jalannya acara ini Raqa yang mengatur, sekali ada yang tidak disiplin, maka tidak ada yang melarangnya menghukum.
"Raq." Ragil menatap punggung Nabilla nanar. Cewek itu perlahan berjalan ke depan. "Gue pastiin lo nyesel abis ini, Bro."
***
"Kita ke club yuk, Raq! Gue udah lama banget nggak sama lo. Terakhir kali seminggu yang lalu, setelah itu lo nggak ada kabar." Tamara dengan senang hati bergelayut di lengan Raqa. Cowok itu sibuk memperhatikan Nabilla yang melaksanakan hukuman. Hingga sekarang, pukul 12 siang, ketika peserta MOS sibuk bersiap mengambil air wudhu untuk sholat zuhur, Raqa justru menghukum Nabilla tanpa ampun.
"Nggak! Lepasin Tama! Gue lagi sibuk."
"Sibuk kenapa, hem? Kita bisa tinggalin tuh bocah, biar disitu sampai pingsan." Tamara melingkarkan tangannya ke leher Raqa, menggoda. "Ide bagus lho, sayang. Di club lo bisa tenangin diri. Joget-joget. Atau kita main kayak kemaren, lagian lo kenapa sih? Rela nemenin tuh bocah, apa untungnya?"
"Berisik! Gue bukan bela-belain, gue cuma mau ngukur seberapa kuat tuh cewek manja," ucap Raqa.
Sementara di depan, Nabilla mati-matian menahan sakit di kaki dan tangannya. Sesekali saat lengah ia menurunkan kaki untuk mengatur napas atau menyeka peluh. Lalu kembali seperti semula sebelum Raqa mencyduknya.
"Kasihan. Ternyata lo ... " Tamara menganggantung ucapannya, jarinya sibuk melilit bagian belakang rambut Raqa. Tatapannya mengarah pada bibir cowok itu.
"Apa?" Raqa berusaha tenang menahan nafsu. Bagaimana tidak? Tamara terlalu seksi untuk ditolak.
"Lo ... " Dan cu-"Emm."
"Makan tuh tissue, Tai. Makan. Seenaknya aja lo nyosor bibir orang." Itu suara Gheral, dia baru saja menyumpal mulut Tamara dengan tissue. Gheral paling tidak suka dengan Tamara. Menurutnya, Tamara itu sok cantik padahal diteplok make up doang.
"Apasih? Ganggu aja lo."
"Lo kira bibir lo itu suci apa? Pasti banyak kuman gara-gara gonta-ganti pasangan. Ideuh. Gue kalo jadi lo ya Raq, gue tendang ituh Tamara sampai mental ke India."
"Lo habis wudhu bego." Gheral menoyor kepala Juan.
Juan cengengesan, dia mengedar pandang dan menemukan Ragil sedang berjalan menuju ke depan.
"Masya Allah, Raq. Lu masih ngehukum Nabilla. Lu buta Raq? Nabilla udah pucet banget mukanya. Sini Nab, gue gendong lo ke UKS." Ragil sudah meraih tangan Nabilla, namun Raqa menahannya.
"STOP! Lo nggak usah ikut campur, Gil. Dia udah bikin masalah, dan gue nggak bakal ampunin siapapun yang bikin masalah sama gue. Ngerti?" ujar Raqa. Jangan lupa, Tamara masih bergelayut di lehernya.
"Ini namanya kekerasan, Raq. Lu udah jadi ketua OSIS. Lu harus bisalah kontrol diri lo, lo bukan Raqa yang dulu lagi. Lo harus jadi Raqa yang bertanggung jawab. Bukan egois." Ragil sudah geram. "Saran gue, mending lo ngundurin diri daripada makin banyak korban." Ragil menatap wajah Nabilla, pucat pasi, bahkan untuk berkata saja cewek itu tampak tidak mampu. Satu kakinya masih terangkat.
"Bacot!"
"Kak Raqa ... "
Samar-samar suara mungil nan lemah itu terdengar, kontan mereka semua menoleh ke sumber suara.
Nabilla, terduduk lemas tidak berdaya. Pandangannya perlahan mengabur dan kepalanya pusing. "Kak Raqa, aku udah capek ... "
Dan bruk!
Tubuh Nabilla ambruk, dia pingsan.
"NABILLA!"
Alasanku menyakitimu adalah keegoisan, bukan sekedar paksaan menahan kekhawatiran. Lalu, bagaimana jika simpatiku tergerak untuk membantumu?-Raqa Abimanyu Dinata-•••"NABILLA!"Juan, Ragil, dan Gheral bergegas menghampiri Nabilla. Namun Raqa, tetap diam saja seolah tidak terjadi apa-apa, cowok itu menghela napas lalu menepis lingkaran tangan Tamara dari lehernya."RAQA! BANTUIN WOY!" teriak Juan. Sementara Ragil dan Gheral berusaha membangunkan Nabilla dengan menepuk berkali-kali pipi cewek itu.Raqa mendekat, bukan membantu tapi malah bersedekap. "Biarin aja, gue nggak peduli. Itu lo bedua mending minggir. Kita liat seberapa lama tuh bocah buat pura-pura.""Tai aja lu Rak piring. Nabilla beneran pingsan oi!" kekeh Ragil.Meski be
Setelah sepuluh menit berlalu Nabilla berada di UKS bersama Raqa, kini cewek itu duduk anteng di tepi sebab tidak terima dispensasi apa pun dari cowok itu.Tapi, kalau Nabilla mau, ia bisa saja merengek agar tidak ikut, sayangnya ia juga tidak mau kehilangan moment menatap wajah Raqa yang menurutnya kelewat tampan itu."Baiklah, saya minta maaf karena ada urusan kecil mendadak yang tidak bisa ditinggalkan," ucap Raqa. Tadi, aula sempat heboh karena si ketua OSIS itu membuat mereka menunggu."Jadi, sebagai permintaan maaf, saya akan berikan hadiah kepada peserta yang berhasil mengumpulkan tanda tangan terbanyak. Dan hukuman berdiri di depan bagi peserta yang tidak dapat tanda tangan satu pun."Berbagai mimik peserta langsung menghebohkan aula, ada yang memekik girang, ada yang celengak-celenguk mencari teman karena tidak dapat tanda tangan satu pun, atau tersenyum kecut seolah dialah peserta yang d
Bahkan cantikmu, mampu membuatku menenggelamkan semua kelabu.-Raqa Abimanyu Dinata-•••Raqa mengedar pandang ke seluruh koridor, terutama jalan menuju taman belakang sekolah. Untung sepi, jadi dia tidak harus sembunyi-sembunyi demi cewek bernama Nabilla ini."Kakak kok kayak ketakutan gitu? Takut sama guru tadi ya? Hih, badan aja yang gede," cibir Nabilla.Raqa melotot tidak terima. "Gue nggak takut sama siapa pun. Terutama sama Bapak tua tadi!"Nabilla menggidikan bahu acuh, matanya mengamati dengan seksama buku gambarnya. Membolak-balik, dan menahan napas terkejut ketika menemukan noda pada gambarnya."Tuh, kan, Kakak sih, coba nih liat! Buku gambar aku jadi kotor, gimana mau ngebersihinnya."Raqa mendengus keras. Ia tidak habis pikir pada sikap manja dan berlebihan Nabilla. Lagi pula, itu hanya buku gambar. T
Tidak ada masalah yang selesai dengan cara lari, karena ada masalah lain yang akan datang menanti, maka selesaikan masalahmu hari ini.•••"Ciee diantar sama siapa, tuh?"Nabilla menoleh, dia mendapati Yogi Kakaknya tengah bersedekap sambil menaik-naikkan alis."Kakak nggak perlu tau ih. Kepo!" jawab Nabilla."Elah lu, manja. Gue bilangin sama Bunda nih. BUNDA! BUNDA! NABILLA MULAI NAKAL NIH, BUNN." Yogi berteriak seraya masuk ke dalam rumah.Nabilla mencak-mencak, ia menghentakkan kaki kesal. "Kak Yogi, apaan sih?! Aku nggak nakal tau, BUNDA JANGAN DIDENGERIN!" gerutu Nabilla ikut masuk ke dalam rumah.Bundanya yang ternyata sedang menonton TV di ruang tengah menggelengkan kepala, lantas saja wanita berhijab peach itu mengecilkan volu
Ada kalanya kata yang hendak terucap ditelan kembali, agar tidak ada pihak manapun yang tersakiti.•••Jam menunjukkan hampir pukul sepuluh malam, selesai makan malam bersama keluarganya, Nabilla duduk di atas kasurnya seraya memainkan ponsel. Dilihatnya lagi nomor Raqa yang sudah ia simpan.Nabilla tersenyum, entah kenapa, padahal hari ini begitu melelahkan. Mulai dari acara MOS dimulai, sampai acara itu selesai, Nabilla ingat banyak kesialan yang menimpanya.Meski demikian, Nabilla tidak pernah marah pada Tuhan, karena ia selalu ingat kata Nara jika musibah adalah salah satu wujud rasa sayang Tuhan pada makhluknya. Atau sejenis hukuman atas perbuatan dosa yang makhluknya lakukan.Jika Nabilla masuk dalam kategori kedua, maka dia akan senang hati memperbaiki kesalahannya. Jika pun masuk dalam kategori pertama, Nabilla sangat bersyukur karena Tuhan menyayan
Menunggu adalah salah satu cara menguji kesabaran seseorang.•••Nabilla membenarkan rok bawahnya yang terlipat, akibat berlari lumayan kencang, dia sampai keringatan membawa Damar minggat dari Sagita dan Mentari.Nabila benar-benar gugup akibat kecerobohannya tadi, beralasan ke toilet, alhasil mereka harus melewati koridor kelas sebelas. Belum lagi, Nabilla harus memastikan Sagita tidak curiga, dan di sinilah mereka berakhir. Toilet pria.Nabilla menepuk jidatnya. "Yah, kok masuk toilet cowok, sih, Dam?" kesalnya.Mengusap tengkuk, Damar benar tidak tahu apa-apa. Dia mengikuti saja Nabilla menarik tangannya meski tidak tahu arah. Damar jug
Aku itu bahaya, rusak, penuh masalah, tidak cocok untukmu yang seperti matahari, cerah.-Nabilla Shiletta-•••Senyum Nabilla sedari tadi tercetak lebar, antara gugup sekaligus senang bercampur bahagia. Tentu saja alasannya adalah Raqa, tangan cowok itu menggenggam erat tangannya sambil berjalan santai melewati kelas XI dan XII yang sengaja diliburkan karena acara MOS.Wajah Raqa datar, tatapannya lurus ke depan, rambutnya yang sedikit acakan berhasil membuat Nabilla gemas sendiri. Cewek berambut sebahu itu diam-diam mencuri pandang ke arah Raqa. Lalu nyengir sendiri, entah senyum, atau merasa geli, yang pasti ketika Raqa tidak sengaja menangkapnya basah Nabilla segera membuang wajah.Namun, Raqa tidak sebodoh itu, dia tahu Nabilla diam-diam meliriknya, sekali, dua kali dan ketiga
Kamu adalah topeng di balik wajah polos yang lugu, yang membuatku bertekuk lutut detik itu.-Nabilla Shiletta-•••"Ditunggu Pak Gusti, ruang kepsek, sekarang."Singkat, padat, dan jelas, tentu saja pemilik suara itu adalah Ragil. Ia memandang malas ke arah Raqa yang sedang fokus menyesap rokoknya sambil duduk di sofa. Meski berada di ruang OSIS, cowok itu sama sekali tidak memikirkan akibatnya."Lu aja dah sana, gue males," ujar Raqa, ia menghembuskan asap rokoknya ke udara. "Oh ya, kasih tau sama tuh bapak tua acara MOS gue persingkat cuma tiga hari, kagak ada yang namanya kemah akhir pekan. Ribet."Se
Makan malam. Terasa sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya, karena malam ini Samuel ikut bergabung di meja makan. Bersama. Mereka bertiga, Soraya, Kaisar, dan Samuel. Meskipun begitu, Kaisar tidak merasakan senang sama sekali. Sebab, walaupun semua anggota keluarga lengkap. Keadaan tetap hening. Seolah yang makan adalah patung berwujud manusia yang tidak mengenal satu sama lain. "Berantem lagi?" tanya Kaisar santai tapi sarkastik. Lantas membuat kunyahan Samuel dan Soraya berhenti. Kaisar menyadari itu. Ia tersenyum sinis, spontan mendapat cubitan pelan di paha dari Soraya. "Makan dulu, Sar. Jangan banyak omong," tegur Samuel. Tenang namun sirat akan kecaman. Kaisar terkekeh. "Terus kalau makannya udah selesai boleh ngomong?" tanyanya. Kaisar menatap dua orang itu bergantian. "Biasa juga enggak, 'kan?" Soraya menyentuh bahu Kaisar. "Kamu ngomong apa sih, Nak? Kita bedua baik-baik aja. Nggak berantem." "Oh ya?" Kaisar
Dua prinsip yang harus dipegang saat ini;Pertama, tidak boleh terbawa perasaan ketika bersama cowok.Kedua, tidak boleh jatuh cinta sebelum berhasil membanggakan ayah dan bunda.Keyla membaca tulisan di belakang diary-nya itu, ia menulisnya tepat ketika berumur 12 tahun. Dimana saat itu ia mulai mengenal sebuah kata yang bernama 'Cinta'. Catat! Hanya mengenal, bukan merasakan.Keyla tidak tahu persis bagaimana perasaan itu. Namun, kata Thania perasaan cinta adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan dan diutarakan dengan kata-kata. Pokoknya rumit, tapi asyik.Bahkan, setiap orang yang telah jatuh cinta bisa dibuat buta. Semakin ke sini Keyla semakin tidak mengerti.Keyla menutup buku diary berwarna biru itu dengan cepat, ini semua gara-gara Kaisar dia jadi kepikiran hal konyol bernama 'Cinta' itu.Akan tetapi Keyla tidak bisa mengelak jika ia baper oleh perlakuan Kaisar. Terutama ketika cowok itu mengacak rambutnya.
Keyla beruntung karena alibinya tadi. Cewek itu menghembuskan napas lega setelah melihat Kaisar mengangguk, mempercayai ucapannya. Meskipun sebelumnya Keyla sempat gugup karena Kaisar hampir saja mengganggapnya berbohong."Serius kelilipian?" tanya Kaisar ulang.Oh ternyata Keyla salah, Kaisar masih belum sepenuhnya percaya."Iya bawel!" jawab Keyla bosan. Cewek itu hendak berjalan lebih dulu namun lengannya tiba-tiba ditahan oleh Kaisar.Keyla berbalik dan menatap cowok itu penuh pertanyaan. Kedua alisnya hampir menyatu. Bibirnya sedikit terbuka ingin mengucapkan sesuatu namun urung karena Kaisar menatapnya begitu dalam.Sampai akhirnya Kaisar melangkah maju mendekati Keyla. Matanya tak lepas sedikit pun menyorot mata cewek itu. Membuat Keyla terasa kaku untuk mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Kaisar.Cowok itu merunduk hingga kepala mereka sejajar. Sekarang, bukannya tubuh Keyla saja yang kaku, tapi jantungnya
"Astaga lupa! Hape gue ketinggalan di laci," ungkap Kaisar yang reflek menghentikan langkah saat teringat sesuatu.Keyla menghela napas. Mereka hampir saja mendekati parkiran dan Kaisar berucap seperti itu. Rasanya seperti gagal menang perlombaan lotre. Padahal, Keyla berencana akan pulang ke rumah tepat waku. Karena banyak pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan sebelum pukul delapan malam. Setelah itu, barulah Keyla mengerjakan tugas sekolah."Gue ambil dulu yaa. Lo tunggu di sini, jangan kemana-mana," pinta Kaisar. Tanpa mendapat persetujuan Keyla cowok itu bergegas pergi.Keyla pun menarik napas sekali. Ia menepikan diri di bawah pohon besar dekat parkiran."Keyla!" panggil seseorang dari arah kiri. Keyla menoleh. Ternyata Putra."Sendirian nih? Lo nungguin siapa?" tanya Putra setibanya di hadapan Keyla."Kaisar.""Wohoo. Udah gercep ya itu anak," godanya.Keyla yang paham maksud Putra menyela. "Cum
Sejak kejadian di taman belakang tadi Kaisar malah tambah kepo. Ia mencerca Keyla dengan beberapa pertanyaan yang absurd dan unfaedah. Ada sih beberapa pertanyaan yang cowok itu lontarkan mengenai kakaknya. Tapi tetap saja Keyla merasa terganggu. Akibatnya, Keyla kini menyumpal satu telinganya dengan headset. Suasana kelas juga sedikit berisik karena guru yang mengajar ijin ke toilet."Key, temenin gue belajar yuk!" pinta Kaisar tiba-tiba membuat Keyla dengan malas menatap teman sebangkunya itu."Belajar apaan?" tanyanya.Kaisar cekikikan lalu nyengir lebar. "Belajar untuk menjadi yang terbaik buat kamu.""Hahaha. Receh!" sahut Putra yang duduk di belakang. Lalu tatapannya berubah datar.Kaisar melirik sinis Putra. "Sirik lo upil gajah!"Sedangkan Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah aneh kedua cowok itu. Lalu dia memejamkan mata sejenak, menikmati lagu beatiful milik Crush yang mengalun lewat headset di telinganya. Keyla sa
"Lo ngapain makan diem-diem sendiri di sini?" Keyla menolehkan kepalanya sejenak lalu berkata, "Suka aja," jawabnya singkat. Kaisar terkekeh pelan. Keyla itu ya, jawabannya singkat mulu. Emang ngomong itu pakai kuota apa? "Ohh sukaa," ujar Kaisar kemudian. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menatap Keyla. Lebih tepatnya ke bekal hijau yang berisikan nasi goreng dan telur gulung di pangkuan gadis itu. Kaisar menjilat sudut bibirnya, cukup menggungah selera. Kebetulan sekali ia belum makan. "Beuhh. Kayaknya enak. Mau dongg." Keyla menoleh lagi, tanpa kata-kata ia langsung menggeser bekal itu ke tengah. Keyla mendiamkannya sesaat. Kaisar bahkan sampai berkedip. Ia kira Keyla akan bersuara, setidaknya 'makan tuh' tapi ternyata gadis itu hanya diam. "Thanks," ucap Kaisar. Lantas menyantap bekal itu dengan lahap. Seperti orang tidak makan dua hari. Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah cowok itu. "Ke
Kaisar melangkah cepat menyusuri koridor kelas IPA yang berada di lantai dua. Matanya tak lepas mengamati sekitar. Tujuannya sama, yaitu mencari Keyla. Kaisar tak habis pikir mengapa gadis itu terlalu misterius dan sulit sekali ditemukan.Kaisar sudah mencek kelasnya namun Keyla tidak ada di sana. Jika gadis itu hanya memberi uang pada kakaknya yang bernama... siapa tadi? Zana? Seharusnya, Keyla telah kembali ke kelas mereka.Kaisar menyesal tidak meminta nomor gadis itu sebelumnya.Ketika menatap ke samping kanan, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Kaisar lantas menoleh ke arah orang itu saat terdengar ringisan. Ternyata ponsel milik orang itu terjatuh."Lo jalan pakai mata nggak sih?!" kesal cewek itu sambil mengambil ponsel berlogo apelnya yang tergeletak. Kaisar menyadari saat ponsel itu terbalik.Kaisar berdecak. "Enak aja si eneng, situ kali yang nabrak gue. Nggak suci lagi nih baju pangeran," ucap Kaisar dengan tingkat k
"Gue yakin kemah tahun ini bakalan rame," ungkap Dewa saat mereka berempat, Kaisar, Angkasa, Putra dan dirinya berjalan beriringan menuju kantin. Melepas penat setelah hampir dua jam berkutat dengan papan tulis dan buku-buku pelajaran. Setibanya di kantin yang dalam sekejap saja ditimbuni banyak umat manusia itu, ketiganya langsung menduduk kursi kosong yang tersisa di pojok."Lo-lo semua mau pesen apa?" Tanya Dewa yang berinisiatif memesankan makanan untuk ketiga temannya."Gue nasi goreng sama es teh lah, kayak biasa," sahut Putra bersemangat, lalu cowok itu melempar senyum centil pada adik kelas yang lewat.Kaisar yang nampak berpikir akhirnya membuka suara. "Gue bakso, sambelnya banyakin. Ah, jangan lupakan marimas kesukaan gue.""Nggak usah pake desah," celetuk Angkasa, manusia paling kalem di antara mereka berempat."Lo apa, Sa?" Kini, dewa bertanya pada Angkasa."Mineral aja."Dewa berdecak. "Itu doang.
"Hari pertama sekolah di SMA Bakti Buana, apa kesan kamu, Key? Udah banyak dapat temen?" Pertanyaan Bram barusan kontan membuat Keyla hampir tersedak. Seperti jebakan abstrak yang langsung mengikat. Bagi Keyla, pertanyaan itu benar-benar memutar otak. Sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata milik Dara. Keyla lantas menunduk. Dara menatapnya sambil memicing, jelas itu adalah telepati yang memaksa Keyla harus menjawab seperti ini. "Banyak, Pa." Meskipun ia tidak mau. "Temen Keyla baik semua." "Bagus deh." "Halah. Paling bohong, mana ada yang mau temenan sama es batu?" Zana menyeletuk sarkas. Biasa, gadis itu lebih suka menampilkan ketidaksukaannya secara terang-terangan daripada Dara. "Zana!" tegur Bram, nada bicaranya naik satu oktaf menatap Zana. "Jangan ngomong seperti itu! Seharusnya kamu sebagai kakak menyemangati Keyla. Meskipun bukan kandung, dia tetap adik kamu." "Nggak mau!" Kali ini Zana memandang Keyla