Sekencang apa pun kamu berlari menghindari takdir, jika Tuhan menghendaki, maka takdir itu akan mengikuti kemana pun kamu pergi.
•••
Raqa mengernyit tidak terima, tangannya terkepal, dua opsi itu sama-sama menyudutkannya. Apalagi harus berhubungan dengan Arga. Ditambah lagi, cewek itu-Nabilla. Apa takdir belum puas mempertemukan mereka?
Raqa memejamkan mata perlahan lalu menghela napas panjang, dihembuskannya perlahan sebelum berbalik ke arah Pak Gusti. Dengan seringai, Pak Gusti menunggu jawaban Raqa.
"Bagaimana?" tanya Pak Gusti.
"Opsi pertama. PUAS?!"
Pak Gusti tersenyum lebar, sementara Raqa buru-buru keluar ruangan, dasar tidak adil. Meluapkan emosi, Raqa memilih menendang sepatu mahal milik Pak Gusti hingga masuk ke got.
"Sialan."
***
"Mendingan kita tunggu deh, gue yakin ini bakal jadi berita hot." Sagita menyilangkan kakinya, duduk di sofa kecil dekat brankar Nabilla.
Mentari mengangguk, dilihatnya lagi Nabilla yang terbaring lemas di brankar. Wajah cewek itu pucat pasi.
"Terus masalah foto, gimana? Kita tinggal nyari siapa pelakunya. Gue kasihan banget sama Nabilla. Dia polos. Mukanya juga imut gitu. Siapa sih yang tega?"
Sagita mengusap dagu, ada benarnya juga, mereka harus tau siapa peluk dibalik foto itu. Tadi saja, ia sempat memberanikan diri menanyakan hal itu pada Raqa, namun ketua OSIS itu tidak menjawab.
"Justru itu." Sagita menopang dagu dengan kedua tangannya. "Seratus persen gue berani taruhan kalau yang nyakitin Nabilla itu kak Raqa."
Mentari menaikkan alisnya. "Kalau bukan?"
"Yee, kan ada CCTV, gue mah nggak bodoh-bodoh amat." Sagita menaik-naikkan alisnya. "Misi pertama, kita cari tau siapa pelakunya."
***
"RAQ! RAQ! Lo udah liat belum grup chat OSIS? Gila Raq, lu bisa dihujani hujatan Netizen kalau kayak gini," adu Juan seraya menunjukkan foto Nabilla yang dilempari proposal olehnya.
Raqa tidak memberi respon, wajahnya datar, dengusan kecil terlihat dari hidungnya. Raqa justru melanjutkan langkahnya mantap tanpa menoleh sedikit pun.
"Raq, gila lu yak! Ini udah keterlaluan. Tadi lu bikin dia pingsan. Sekarang lu biarin cewek seimut ini banyak netizennya. Mending berhenti deh lo, jauhin dia, biar gue yang deket sama dia."
Kali ini Raqa menghentikan langkah, tangan yang tadinya tersembunyi di balik jas almamater maroon itu bergerak cepat merebut ponsel di tangan Juan lalu melemparnya ke dinding. Dan brak, ponsel itu remuk, pecahannya berserakan di lantai keramik.
"Sekarang gimana? Selesai kan masalah lo?" tanya Raqa datar, belum sempat Juan menjawab, cowok itu lebih dulu melanjutkan langkahnya.
"Ponsel gue setan, seenak jidat lo lempar!"
"Kenapa Wan?" tanya Gheral yang datang dari arah belakang, cowok yang sudah berganti seragam putih abu-abu itu sambil menyeka keringat dengan handuk putih, menepuk bahunya.
"Ponsel gue, temen bangsat lo itu lempar sembarang." Juan bergeser dan memungut pecahan ponselnya. "Dia kira ponsel gue nggak mahal apa? Belinya pake daun gitu? Dasar anjing emang."
Bukannya menyemangati, Gheral justru tertawa. "Kayak nggak kenal Raqa aja, dia benci banget sama orang yang berisik."
"Tapi bukan ponsel gue juga korbannya."
"Secuil itu mah. Raqa pasti ganti. Inget nggak komputer lo yang dia lempar saat Raqa nggak berhasil menangin pameran patungnya? Hari itu juga dia transfer uang ke rekening lo."
Juan nyengir singkat. Ingat sesuatu, ia menjetikkan jarinya ke udara. "Ah iya bener, lebihannya banyak banget anjir. Sekalian aja gue beli PS, buat gaming."
Gheral menjitak kepala Juan. "Bodoh! Kenapa lo nggak bagi-bagi ke gue?"
***
Nabilla mengangguk, jujur kepalanya masih pusing. Mungkin akibat benturan keras saat ia pingsan di kantin tadi. Sungguh sial, ia bahkan tidak mengira jika akan pingsan di sembarang tempat. Hanya bentakan seorang Raqa pula.
"Kepala gue ... sakit Ta, ada minyak kayu putih nggak?" tanya Nabilla.
"Ada kok, bentar ye gue ambilin." Sagita beranjak dari duduknya kemudian mengambil minyak kayu putih di lemari obat. Lalu memberikannya pada Nabilla. "Nih."
Nabilla menerima, lalu dia mengoleskan sedikit ke pelipisnya.
"Btw, lo kenapa bisa pingsan Nab? Masih pagi lho ini. Terus Raqa yang bopong lagi. OMG! Lo tau nggak reaksi siswi lain kek gimana?"
"Kek gimana coba?" Kali ini mentari bertanya.
"Klepek-klepek, kek kucing kurang belaian. Tinggal pilih mana yang cocok dijorokin. Eneg gue liatnya," sungut Sagita.
Ya, memang saat Raqa membopong Nabilla mendadak koridor sekolah menjadi penuh. Peserta MOS di aula bahkan rela berhamburan agar tidak ketinggalan moment. Wajah Raqa yang datar-datar saja tampak tidak peduli dan wajah Nabilla yang pucat pasi membuat mereka prihatin.
"Setelah lo di bawa ke UKS, semua normal lagi sih, disuruh ngumpul lagi di aula," lanjutnya lagi.
"Kak Raqa juga nyuruh kita ngumpulin tanda tangan, siapa yang bisa dapet tanda tangan kak Raqa, bakal dapat hadiah. Lo ikutan nggak?" tanya Mentari.
Nabilla menggeleng, kepalanya berdenyut, sepertinya dia tidak akan sanggup berdiri meski semenit saja. Apalagi harus mondar-mondir demi mendapatkan tanda tangan Raqa.
"Kayaknya nggak. Kepala gue masih sakit."
"Gitu? Nggak papa deh, lo bisa-"
"NABILLA! KAMU NGGAK PAPA? KAMU NGGAK ADA LUKA YANG BERAT KAN? ADUH, GIMANA BISA JADI PINGSAN SIH?"
Damar yang datang dengan muka sok prihatin dibuat-buat menghampiri Nabilla. Satu tangannya membawa gulungan proposal. Dan ternyata Damar tidak sendiri, dia bersama dua orang cowok di belakangnya.
"Aduh, berisik tau. Ini UKS bukan tempat karoke," sungut Mentari.
Damar tidak peduli, dia langsung memeriksa tangan Nabilla. "Ini kenapa jadi diperban?"
"Cuman lecet sedikit, Dam."
"Dibilangin jangan ceroboh, malah makin ceroboh. Untung tangan, kalau anggota-" Nabilla membekap mulut Damar dengan tangan.
"Damar berisik deh, aku nggak papa. Oh ya, itu proposalnya kak Raqa? Udah selesai? Wah, sini-sini. Biar aku liat Dam." Nabilla merebut proposal dari tangan Damar, sementara Damar cemberut, hidungnya mengerucut sambil mendorong kacamatanya naik. Sekali liat proposal, langsung seger itu muka.
"Wah iya udah selesai, ih Damar makasih. Makin sayang deh."
Damar memutar mata malas lalu mendengus. "Terima kasih sama mereka Nab." Damar menunjuk dua cowok kembar di belakangnya. "Dia yang ada tahi lalat di dagu, Azka namanya, dia yang bantu aku ngetik. Terus yang pake gelang biru, Azmi, dia yang bantu ngedit."
Azmi dan Azka tersenyum menanggapi. Nabilla ber-oh ria sesaat lalu berterima kasih.
"Aku juga punya temen Dam, aku nggak sendiri lagi." Nabilla melirik Sagita dan mentari. Mengerti, Damar tersenyum sebagai sapaan hangat untuk kedua cewek itu. "Dia yang pake bandana biru namanya Mentari, terus yang berkuncir kuda namanya Sagita. Mereka baik banget Dam sama aku."
"Wah, berarti kita berenam boleh temenan dong?" tanya Azka.
"Boleh banget," jawab Nabilla antusias.
"Kalau gitu, yuk! Balik ke aula. Bentar lagi kita disuruh ngumpul. Istirahat cuman sepuluh menit," saran Azmi. Cowok bergelang biru itu berbalik, namun terkesiap karena Raqa tiba-tiba muncul di ambang pintu.
Suasana seketika hening, Azmi dan Azka saling berpandangan sementara Nabila menelan saliva kasar, Damar mendorong kacamatanya naik. Sagita dan Mentari hanya diam.
"Ngapain kalian ngumpul di sini? Cepat baris di aula. Saya tidak mau ada yang terlambat."
Mereka berenam mengangguk, sementara Nabilla hanya bergeming. Menyandarkan kepala di brankar, berusaha meredam sakit kepalanya ketika semua teman-temannya sudah pergi. Dilihatnya Raqa, cowok itu menatapnya datar dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Mengerti tatapan itu, Nabilla mencoba bangun namun suara Raqa menahan geraknya.
"Siapa yang suruh lu bangun? Baring."
Nabilla berkedip, dia memastikan jika suara itu benar-benar milik Raqa. Apa tadi? Baring?
"Lu nggak denger apa kata gue? Cepetan baring!" ulang Raqa, dia mendekat, menarik sofa single coklat mendekat kemudian duduk.
Nabilla tidak berani menjawab, bukan berbaring, melainkan bersandar saja. Berusaha memposisikan bantal di belakang kepala. Raqa yang melihat Nabilla kesusahan melakukan itu mengulurkan tangan, membantu.
Nabilla tertegun.
"Mana yang sakit?" tanya Raqa. Nabilla berkedip, tak percaya.
"Mana yang sakit Nabilla? Apa perlu gue selalu ngulang kalau ngomong sama lu?"
Nabilla terkesiap, sejenak menatap Raqa, lalu mengulurkan tangan kirinya yang diperban.
"I-ini." Raqa melihat lebam biru di pergelangan Nabilla. "I-itu sakit kak. Kakak jangan cekal tangan aku kayak gitu lagi ya. Sakit."
Raqa hanya memutar bola mata, tangannya terulur mengambil minyak kayu putih tanpa melepaskan pegangan satunya pada tangan Nabilla. Lalu mengoleskannya secara perlahan.
Sekian kali Nabilla tertegun.
"Masih sakit?" tanya Raqa. Nabilla mengangguk.
"Masih. Kakak tadi cekal tangan aku kuat banget. Makanya biru. Untung nggak luka."
"Terus tangan lu yang diperban ini kenapa?"
"Oh ini. Tadi kakak hukum aku nyabutin rumput pake tangan, kan. Tangan aku nggak kuat. Makanya lecet, banyak goresan gitu."
"Sakit?"
"Iyalah. Kalau nggak sakit ngapain di perban? Tinggal bersihin pake air udah deh selesai."
"Lu bodoh," sungut Raqa. "Kenapa lu maunya-maunya gue suruh nyabut pake tangan?"
Nabilla mengernyit. "Maksud kakak? Kan kakak yang nyuruh. Gimana sih?! Serba salah mulu."
Raqa mengusap wajahnya gusar. "Bukan itu maksud gue. Ck, kenapa lo nggak pake mesin rumput, kan bisa aja tuh lu nyuri-nyuri kesempatan saat gue nggak ada."
Nabill manggut-manggut paham. "Nggak kepikiran, sama nggak tau juga cara make mesin rumputnya gimana."
Raqa mengkategorikan ucapan Nabilla, antara tolol atau polos, keduanya beda sangat tipis.
"Proposal gue?" tanya Raqa.
"Proposal? Oh bentar-bentar, dimana ya tadi... em. Ah itu, di nakas depan. Kakak ambilin dong."
"Males. Lu ambil sendiri sana."
"Kan aku masih sakit kak."
"Yang bikin proposalnya rusak siapa?"
"Tapi tetap nggak bisa ini ... tangan aku masih sakit."
"Lu jalan pakai tangan?"
"Ish. Tetep nggak bisa tau, biarin aja dah di sana sampai ada orang baik hati mau ngambilin."
Raqa mendengus, dia beranjak mengambil proposalnya di nakas, mengeceknya sebentar. Jika Nabilla berpikir Raqa mendekat untuk mengucapkan terima kasih Nabilla salah besar. Raqa justru menggeplak kepala cewek itu dengan proposal.
Pluk.
"Aduh. Sakit tau kak!"
Terkadang, apa yang orang katakan pada kita menjadi tanda tanya bagi mereka di luar sana.•••"Cantik ye kan Raq? Udah kayak boneka gitu ngegemesin. Pengen gue bawa pulang ke rumah rasanya." Ragil berceloteh soal Nabilla, Raqa hanya diam, ia memutar bola mata malas."Diem lo, setan. Berisik!"Ragil cengengesan, ia kembali menatap Nabilla yang duduk selonjor sambil sesekali menuliskan sesuatu di bukunya. Panggung sedang dikuasai oleh guru yang memberikan bimbingan hingga Ragil hanya perlu berdiri di pinggir aula bersama Raqa sambil memperhatikan."Eh, panggil aja kali ya? Biar dia ngelirik gua," ucap Ragil. "Bah, lo ngebet nih, benci sama suka itu bedanya tipis banget Raq. Anget-anget tai ayam entar jadi anget-anget tai kambing.""Apasih lu nggak jelas?!" ketus Raqa."Yee, au ah. Gue pang
Alasanku menyakitimu adalah keegoisan, bukan sekedar paksaan menahan kekhawatiran. Lalu, bagaimana jika simpatiku tergerak untuk membantumu?-Raqa Abimanyu Dinata-•••"NABILLA!"Juan, Ragil, dan Gheral bergegas menghampiri Nabilla. Namun Raqa, tetap diam saja seolah tidak terjadi apa-apa, cowok itu menghela napas lalu menepis lingkaran tangan Tamara dari lehernya."RAQA! BANTUIN WOY!" teriak Juan. Sementara Ragil dan Gheral berusaha membangunkan Nabilla dengan menepuk berkali-kali pipi cewek itu.Raqa mendekat, bukan membantu tapi malah bersedekap. "Biarin aja, gue nggak peduli. Itu lo bedua mending minggir. Kita liat seberapa lama tuh bocah buat pura-pura.""Tai aja lu Rak piring. Nabilla beneran pingsan oi!" kekeh Ragil.Meski be
Setelah sepuluh menit berlalu Nabilla berada di UKS bersama Raqa, kini cewek itu duduk anteng di tepi sebab tidak terima dispensasi apa pun dari cowok itu.Tapi, kalau Nabilla mau, ia bisa saja merengek agar tidak ikut, sayangnya ia juga tidak mau kehilangan moment menatap wajah Raqa yang menurutnya kelewat tampan itu."Baiklah, saya minta maaf karena ada urusan kecil mendadak yang tidak bisa ditinggalkan," ucap Raqa. Tadi, aula sempat heboh karena si ketua OSIS itu membuat mereka menunggu."Jadi, sebagai permintaan maaf, saya akan berikan hadiah kepada peserta yang berhasil mengumpulkan tanda tangan terbanyak. Dan hukuman berdiri di depan bagi peserta yang tidak dapat tanda tangan satu pun."Berbagai mimik peserta langsung menghebohkan aula, ada yang memekik girang, ada yang celengak-celenguk mencari teman karena tidak dapat tanda tangan satu pun, atau tersenyum kecut seolah dialah peserta yang d
Bahkan cantikmu, mampu membuatku menenggelamkan semua kelabu.-Raqa Abimanyu Dinata-•••Raqa mengedar pandang ke seluruh koridor, terutama jalan menuju taman belakang sekolah. Untung sepi, jadi dia tidak harus sembunyi-sembunyi demi cewek bernama Nabilla ini."Kakak kok kayak ketakutan gitu? Takut sama guru tadi ya? Hih, badan aja yang gede," cibir Nabilla.Raqa melotot tidak terima. "Gue nggak takut sama siapa pun. Terutama sama Bapak tua tadi!"Nabilla menggidikan bahu acuh, matanya mengamati dengan seksama buku gambarnya. Membolak-balik, dan menahan napas terkejut ketika menemukan noda pada gambarnya."Tuh, kan, Kakak sih, coba nih liat! Buku gambar aku jadi kotor, gimana mau ngebersihinnya."Raqa mendengus keras. Ia tidak habis pikir pada sikap manja dan berlebihan Nabilla. Lagi pula, itu hanya buku gambar. T
Tidak ada masalah yang selesai dengan cara lari, karena ada masalah lain yang akan datang menanti, maka selesaikan masalahmu hari ini.•••"Ciee diantar sama siapa, tuh?"Nabilla menoleh, dia mendapati Yogi Kakaknya tengah bersedekap sambil menaik-naikkan alis."Kakak nggak perlu tau ih. Kepo!" jawab Nabilla."Elah lu, manja. Gue bilangin sama Bunda nih. BUNDA! BUNDA! NABILLA MULAI NAKAL NIH, BUNN." Yogi berteriak seraya masuk ke dalam rumah.Nabilla mencak-mencak, ia menghentakkan kaki kesal. "Kak Yogi, apaan sih?! Aku nggak nakal tau, BUNDA JANGAN DIDENGERIN!" gerutu Nabilla ikut masuk ke dalam rumah.Bundanya yang ternyata sedang menonton TV di ruang tengah menggelengkan kepala, lantas saja wanita berhijab peach itu mengecilkan volu
Ada kalanya kata yang hendak terucap ditelan kembali, agar tidak ada pihak manapun yang tersakiti.•••Jam menunjukkan hampir pukul sepuluh malam, selesai makan malam bersama keluarganya, Nabilla duduk di atas kasurnya seraya memainkan ponsel. Dilihatnya lagi nomor Raqa yang sudah ia simpan.Nabilla tersenyum, entah kenapa, padahal hari ini begitu melelahkan. Mulai dari acara MOS dimulai, sampai acara itu selesai, Nabilla ingat banyak kesialan yang menimpanya.Meski demikian, Nabilla tidak pernah marah pada Tuhan, karena ia selalu ingat kata Nara jika musibah adalah salah satu wujud rasa sayang Tuhan pada makhluknya. Atau sejenis hukuman atas perbuatan dosa yang makhluknya lakukan.Jika Nabilla masuk dalam kategori kedua, maka dia akan senang hati memperbaiki kesalahannya. Jika pun masuk dalam kategori pertama, Nabilla sangat bersyukur karena Tuhan menyayan
Menunggu adalah salah satu cara menguji kesabaran seseorang.•••Nabilla membenarkan rok bawahnya yang terlipat, akibat berlari lumayan kencang, dia sampai keringatan membawa Damar minggat dari Sagita dan Mentari.Nabila benar-benar gugup akibat kecerobohannya tadi, beralasan ke toilet, alhasil mereka harus melewati koridor kelas sebelas. Belum lagi, Nabilla harus memastikan Sagita tidak curiga, dan di sinilah mereka berakhir. Toilet pria.Nabilla menepuk jidatnya. "Yah, kok masuk toilet cowok, sih, Dam?" kesalnya.Mengusap tengkuk, Damar benar tidak tahu apa-apa. Dia mengikuti saja Nabilla menarik tangannya meski tidak tahu arah. Damar jug
Aku itu bahaya, rusak, penuh masalah, tidak cocok untukmu yang seperti matahari, cerah.-Nabilla Shiletta-•••Senyum Nabilla sedari tadi tercetak lebar, antara gugup sekaligus senang bercampur bahagia. Tentu saja alasannya adalah Raqa, tangan cowok itu menggenggam erat tangannya sambil berjalan santai melewati kelas XI dan XII yang sengaja diliburkan karena acara MOS.Wajah Raqa datar, tatapannya lurus ke depan, rambutnya yang sedikit acakan berhasil membuat Nabilla gemas sendiri. Cewek berambut sebahu itu diam-diam mencuri pandang ke arah Raqa. Lalu nyengir sendiri, entah senyum, atau merasa geli, yang pasti ketika Raqa tidak sengaja menangkapnya basah Nabilla segera membuang wajah.Namun, Raqa tidak sebodoh itu, dia tahu Nabilla diam-diam meliriknya, sekali, dua kali dan ketiga
Makan malam. Terasa sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya, karena malam ini Samuel ikut bergabung di meja makan. Bersama. Mereka bertiga, Soraya, Kaisar, dan Samuel. Meskipun begitu, Kaisar tidak merasakan senang sama sekali. Sebab, walaupun semua anggota keluarga lengkap. Keadaan tetap hening. Seolah yang makan adalah patung berwujud manusia yang tidak mengenal satu sama lain. "Berantem lagi?" tanya Kaisar santai tapi sarkastik. Lantas membuat kunyahan Samuel dan Soraya berhenti. Kaisar menyadari itu. Ia tersenyum sinis, spontan mendapat cubitan pelan di paha dari Soraya. "Makan dulu, Sar. Jangan banyak omong," tegur Samuel. Tenang namun sirat akan kecaman. Kaisar terkekeh. "Terus kalau makannya udah selesai boleh ngomong?" tanyanya. Kaisar menatap dua orang itu bergantian. "Biasa juga enggak, 'kan?" Soraya menyentuh bahu Kaisar. "Kamu ngomong apa sih, Nak? Kita bedua baik-baik aja. Nggak berantem." "Oh ya?" Kaisar
Dua prinsip yang harus dipegang saat ini;Pertama, tidak boleh terbawa perasaan ketika bersama cowok.Kedua, tidak boleh jatuh cinta sebelum berhasil membanggakan ayah dan bunda.Keyla membaca tulisan di belakang diary-nya itu, ia menulisnya tepat ketika berumur 12 tahun. Dimana saat itu ia mulai mengenal sebuah kata yang bernama 'Cinta'. Catat! Hanya mengenal, bukan merasakan.Keyla tidak tahu persis bagaimana perasaan itu. Namun, kata Thania perasaan cinta adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan dan diutarakan dengan kata-kata. Pokoknya rumit, tapi asyik.Bahkan, setiap orang yang telah jatuh cinta bisa dibuat buta. Semakin ke sini Keyla semakin tidak mengerti.Keyla menutup buku diary berwarna biru itu dengan cepat, ini semua gara-gara Kaisar dia jadi kepikiran hal konyol bernama 'Cinta' itu.Akan tetapi Keyla tidak bisa mengelak jika ia baper oleh perlakuan Kaisar. Terutama ketika cowok itu mengacak rambutnya.
Keyla beruntung karena alibinya tadi. Cewek itu menghembuskan napas lega setelah melihat Kaisar mengangguk, mempercayai ucapannya. Meskipun sebelumnya Keyla sempat gugup karena Kaisar hampir saja mengganggapnya berbohong."Serius kelilipian?" tanya Kaisar ulang.Oh ternyata Keyla salah, Kaisar masih belum sepenuhnya percaya."Iya bawel!" jawab Keyla bosan. Cewek itu hendak berjalan lebih dulu namun lengannya tiba-tiba ditahan oleh Kaisar.Keyla berbalik dan menatap cowok itu penuh pertanyaan. Kedua alisnya hampir menyatu. Bibirnya sedikit terbuka ingin mengucapkan sesuatu namun urung karena Kaisar menatapnya begitu dalam.Sampai akhirnya Kaisar melangkah maju mendekati Keyla. Matanya tak lepas sedikit pun menyorot mata cewek itu. Membuat Keyla terasa kaku untuk mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Kaisar.Cowok itu merunduk hingga kepala mereka sejajar. Sekarang, bukannya tubuh Keyla saja yang kaku, tapi jantungnya
"Astaga lupa! Hape gue ketinggalan di laci," ungkap Kaisar yang reflek menghentikan langkah saat teringat sesuatu.Keyla menghela napas. Mereka hampir saja mendekati parkiran dan Kaisar berucap seperti itu. Rasanya seperti gagal menang perlombaan lotre. Padahal, Keyla berencana akan pulang ke rumah tepat waku. Karena banyak pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan sebelum pukul delapan malam. Setelah itu, barulah Keyla mengerjakan tugas sekolah."Gue ambil dulu yaa. Lo tunggu di sini, jangan kemana-mana," pinta Kaisar. Tanpa mendapat persetujuan Keyla cowok itu bergegas pergi.Keyla pun menarik napas sekali. Ia menepikan diri di bawah pohon besar dekat parkiran."Keyla!" panggil seseorang dari arah kiri. Keyla menoleh. Ternyata Putra."Sendirian nih? Lo nungguin siapa?" tanya Putra setibanya di hadapan Keyla."Kaisar.""Wohoo. Udah gercep ya itu anak," godanya.Keyla yang paham maksud Putra menyela. "Cum
Sejak kejadian di taman belakang tadi Kaisar malah tambah kepo. Ia mencerca Keyla dengan beberapa pertanyaan yang absurd dan unfaedah. Ada sih beberapa pertanyaan yang cowok itu lontarkan mengenai kakaknya. Tapi tetap saja Keyla merasa terganggu. Akibatnya, Keyla kini menyumpal satu telinganya dengan headset. Suasana kelas juga sedikit berisik karena guru yang mengajar ijin ke toilet."Key, temenin gue belajar yuk!" pinta Kaisar tiba-tiba membuat Keyla dengan malas menatap teman sebangkunya itu."Belajar apaan?" tanyanya.Kaisar cekikikan lalu nyengir lebar. "Belajar untuk menjadi yang terbaik buat kamu.""Hahaha. Receh!" sahut Putra yang duduk di belakang. Lalu tatapannya berubah datar.Kaisar melirik sinis Putra. "Sirik lo upil gajah!"Sedangkan Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah aneh kedua cowok itu. Lalu dia memejamkan mata sejenak, menikmati lagu beatiful milik Crush yang mengalun lewat headset di telinganya. Keyla sa
"Lo ngapain makan diem-diem sendiri di sini?" Keyla menolehkan kepalanya sejenak lalu berkata, "Suka aja," jawabnya singkat. Kaisar terkekeh pelan. Keyla itu ya, jawabannya singkat mulu. Emang ngomong itu pakai kuota apa? "Ohh sukaa," ujar Kaisar kemudian. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menatap Keyla. Lebih tepatnya ke bekal hijau yang berisikan nasi goreng dan telur gulung di pangkuan gadis itu. Kaisar menjilat sudut bibirnya, cukup menggungah selera. Kebetulan sekali ia belum makan. "Beuhh. Kayaknya enak. Mau dongg." Keyla menoleh lagi, tanpa kata-kata ia langsung menggeser bekal itu ke tengah. Keyla mendiamkannya sesaat. Kaisar bahkan sampai berkedip. Ia kira Keyla akan bersuara, setidaknya 'makan tuh' tapi ternyata gadis itu hanya diam. "Thanks," ucap Kaisar. Lantas menyantap bekal itu dengan lahap. Seperti orang tidak makan dua hari. Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah cowok itu. "Ke
Kaisar melangkah cepat menyusuri koridor kelas IPA yang berada di lantai dua. Matanya tak lepas mengamati sekitar. Tujuannya sama, yaitu mencari Keyla. Kaisar tak habis pikir mengapa gadis itu terlalu misterius dan sulit sekali ditemukan.Kaisar sudah mencek kelasnya namun Keyla tidak ada di sana. Jika gadis itu hanya memberi uang pada kakaknya yang bernama... siapa tadi? Zana? Seharusnya, Keyla telah kembali ke kelas mereka.Kaisar menyesal tidak meminta nomor gadis itu sebelumnya.Ketika menatap ke samping kanan, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Kaisar lantas menoleh ke arah orang itu saat terdengar ringisan. Ternyata ponsel milik orang itu terjatuh."Lo jalan pakai mata nggak sih?!" kesal cewek itu sambil mengambil ponsel berlogo apelnya yang tergeletak. Kaisar menyadari saat ponsel itu terbalik.Kaisar berdecak. "Enak aja si eneng, situ kali yang nabrak gue. Nggak suci lagi nih baju pangeran," ucap Kaisar dengan tingkat k
"Gue yakin kemah tahun ini bakalan rame," ungkap Dewa saat mereka berempat, Kaisar, Angkasa, Putra dan dirinya berjalan beriringan menuju kantin. Melepas penat setelah hampir dua jam berkutat dengan papan tulis dan buku-buku pelajaran. Setibanya di kantin yang dalam sekejap saja ditimbuni banyak umat manusia itu, ketiganya langsung menduduk kursi kosong yang tersisa di pojok."Lo-lo semua mau pesen apa?" Tanya Dewa yang berinisiatif memesankan makanan untuk ketiga temannya."Gue nasi goreng sama es teh lah, kayak biasa," sahut Putra bersemangat, lalu cowok itu melempar senyum centil pada adik kelas yang lewat.Kaisar yang nampak berpikir akhirnya membuka suara. "Gue bakso, sambelnya banyakin. Ah, jangan lupakan marimas kesukaan gue.""Nggak usah pake desah," celetuk Angkasa, manusia paling kalem di antara mereka berempat."Lo apa, Sa?" Kini, dewa bertanya pada Angkasa."Mineral aja."Dewa berdecak. "Itu doang.
"Hari pertama sekolah di SMA Bakti Buana, apa kesan kamu, Key? Udah banyak dapat temen?" Pertanyaan Bram barusan kontan membuat Keyla hampir tersedak. Seperti jebakan abstrak yang langsung mengikat. Bagi Keyla, pertanyaan itu benar-benar memutar otak. Sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata milik Dara. Keyla lantas menunduk. Dara menatapnya sambil memicing, jelas itu adalah telepati yang memaksa Keyla harus menjawab seperti ini. "Banyak, Pa." Meskipun ia tidak mau. "Temen Keyla baik semua." "Bagus deh." "Halah. Paling bohong, mana ada yang mau temenan sama es batu?" Zana menyeletuk sarkas. Biasa, gadis itu lebih suka menampilkan ketidaksukaannya secara terang-terangan daripada Dara. "Zana!" tegur Bram, nada bicaranya naik satu oktaf menatap Zana. "Jangan ngomong seperti itu! Seharusnya kamu sebagai kakak menyemangati Keyla. Meskipun bukan kandung, dia tetap adik kamu." "Nggak mau!" Kali ini Zana memandang Keyla