Raqa bergerak cepat memakai almamater berwarna maroon di tubuhnya, tulisan SMA Bakti Buana dengan bordir putih terpampang pada sisi lengan kanan seragam Raqa. Serta, di bagian dada almamater itu tertera nama Raqa Abimanyu Dinata. Sementara untuk bawahan, Raqa memakai celana hitam khusus yang disediakan untuk anggota OSIS.
Itu artinya tahun ini Raqa resmi menjadi ketua OSIS yang akan memimpin jalannya MOS nanti.
Raqa mendengus keras, sejujurnya menjadi ketua OSIS bukanlah keinginannya, justru keinginan Arga--papa kandungnya.
Raqa lebih suka kebebasan di luar sana, daripada mengurus hal yang berbau kepemimpinan ia paling tidak suka.
Raqa melirik jam tangannya sekilas, disambarnya tas yang menggantung di belakang pintu lalu melangkah cepat menuruni tangga. Namun suara pria paruhbaya dari atas menghentikan langkahnya.
"Raqa," panggil pria bersetelan kantor itu.
Raqa menoleh malas. "Apa?"
"Sudah siap menjadi ketua OSIS? Papa akan menerima laporan dari Pak Gusti, jika kamu melakukannya dengan baik, papa pasti nepatin janji papa."
Raqa memutar bola mata malas, dia enggan menjawab dan malah melanjutkan langkahnya menuju garasi.
"Raqa. Papa pastikan kamu menyesal kalau melakukan kesalahan sedikit saja! Ingat kata-kata papa!"
Samar-samar Raqa medengar teriakan itu, tetap saja ia acuh, memilih mengeluarkan mobil hitamnya. Dikarenakan jam hampir menunjukkan pukul tujuh, Raqa tidak punya waktu untuk berdebat dengan orang yang sudah membuat hidupnya menderita.
"Gue benci sama lo, sialan. Gue benci!" maki Raqa seraya menggebrak setirnya.
***
Eh liat itu kak Raqa!
OMG! tahun kemaren kan Raqa baru di DO, kok mendadak jadi ketua OSIS sih?!
Ganteng parah elah.
Tambah keren ih, muantep!
Pengen minta foto, samperin ah.
Calon suamikuuu.. i'm cominggg
Ternyata kita nggak salah pilih SMA. Jangan-jangan di sini banyak cogannya. Asikkk.
Setidaknya itulah ocehan yang menusuk telinga Raqa padahal baru saja ia keluar dari mobil. Raqa merapikan rambutnya, menyisir pandangan lalu memutar bola malas ketika mendapati salah seorang siswi mendekat.
"Kak, boleh minta foto nggak?"
"Nggak!"
"Sekali aja dong kak, kakak ganteng sih," cengir adik kelas itu.
Raqa mencengkram kuat tangan siswi itu, hingga ia meringis kesakitan. "Gue bilang nggak ya, nggak! Pergi sana! Jangan mancing amarah gue pagi-pagi gini."
Bisikkan-bisikkan mulai memenuhi area parkiran, terutama untuk adik kelas yang akan menjalankan masa MOS untuk tiga hari ke depan. Mereka bergidik takut, mengingat Raqa menjadi ketua OSIS tahun ini. Mungkinkah masa MOS mereka akan suram? Disuruh keliling lapangan tujuh kali, atau berjemur di bawah teriknya matahari, misalnya.
"WOI RAQA!" Raqa yang tadinya melangkah menuju ruang OSIS kini menoleh ke belakang.
Gheral Adriant-cowok dengan penuh keringat di lehernya itu menghampiri. "Gila! Lu keren banget cuy, kagak ngira gua lu yang sering keluar masuk BP kayak setrikaan jadi ketua OSIS."
"Hm. Biasa aja. Nggak ada yang mustahil di dunia," jawab Raqa datar, kini ia sibuk mengecek proposal.
"Haha. Tumben bijak lu. Eh, ngomong-ngomong gua kagak liat lu malam tadi di club. Kasian tuh Tamara ngajak lo dansa tapi lo nggak dateng." Gheral berkata sambil memutar-mutar bola basket di tangannya, Gheral merupakan kapten basket di sekolahnya.
"Gue sibuk bikin proposal. Lagian gue udah chat dia gue nggak bisa dateng malam tadi."
"Ya kali, ngomong mah enak, lo kagak tau gimana marahnya Tama, dia hampir aja nyelakain semua orang pake pecahan beling. Terus--" Gheral berhenti, karena Raqa menutup telinganya.
"WOY! LO DENGER NGGAK?!" sentak Gheral.
Raqa hanya bergumam tidak jelas lalu berjalan meninggalkan Gheral sambil mengecek proposalnya. Gheral mendengus keras, jika saja Raqa itu orangnya nggak galak, pasti Gheral timpuk pakai bola.
"RAQA, AWAS AJA BITCH LO NGAMUK KE GUE, SAT," teriak Gheral.
***
Nabilla kesal bukan main sebab Damar, sang pembantu hari ini tidak berangkat bersamanya.
"Sayang, pulangnya nanti chat Bunda ya. Kamu tunggu di sini aja. Jangan kemana-kemana."
Nabilla membuang muka, dia justru melipat tangan di dada. "Pulangnya bareng Damar pokoknya. Titik. Nabilla nggak akan pulang kalau nggak bareng Damar."
"Eh, adek manja. Lo itu udah untung dianterin pakai mobil, pake ngelunjak segala," celetuk Yogi Darletta-kakak Nabilla, dari dalam mobil.
"Kak Yogi apaan sih?! Nggak usah ikut campur, sini mana susu strawberry aku," pinta Nabilla pada Yogi. Yogi mengangguk, lalu mengulurkan satu kotak susu strawberry bergambar sapi.
"Dihabisin ya adik gue yang manja," cibir Yogi, mengulurkan susunya.
Nabilla memeletkan lidahnya. "Wleee. Pergi sana, hush!"
"Oh, ngusir nih ceritanya, ayo, Bun, tinggalin aja si manja. Biar dia ngerasain tuh gimana rasanya sendiri. Selamat berjuang adikku," kata Yogi.
"Yogi, kamu jangan nakutin adik kamu," ujar bundanya melerai, lalu menatap Nabilla. "Kamu yang semangat belajarnya ya sayang. Bunda pergi dulu, dah."
Nabilla mengangguk berat hati, sambil menyesap susu, kepergian mobil bundanya membuat Nabilla takut. Berbalik ke belakang, Nabilla mendapati banyak siswa-siswi berkeliaran. Nabilla takut jika tidak menemukan Damar. Dimana cowok itu sekarang? Nabilla tidak bisa hidup tanpa pembantu.
Nabilla menggigiti kuku jarinya sendiri, memikirkan hal buruk apa yang akan terjadi. Dibully? Di caci maki? Atau di goda kakak kelas, seperti cerita yang sering ia baca di aplikasi bernama w*****d di ponselnya.
Nabilla menghela berat, akhirnya ia putuskan masuk ke dalam sekolah, meski batinnya terus berteriak, Damar! Nabilla takut. Baiklah, Nabilla akan mencoba. Langkah cepatnya membawanya sampai di koridor.
Namun karena asik melihat sekeliling, Nabilla tanpa sengaja menabrak seorang cowok tinggi beralmamater maroon, hingga susu strawberrynya tumpah dan membasahi proposal sekaligus seragam cowok itu.
"Ma-maaf gue nggak sengaja," ujar Nabilla. Ia segera mengeluarkan tissu dan membersihkan seragam cowok itu. "Gu-gue beneran nggak sengaja. Maaf. Gue jalan nggak liat ke depan."
Raqa masih diam, ia meneliti tubuh Nabilla dari atas ke bawah. Semakin kesal mendapati lambang kelas sepuluh di baju cewek itu, kemudian ia membaca name tagnya Nabilla Shiletta.
"Apa dengan minta maaf lo bisa kembaliin seragam gue jadi bersih? Lo harus tanggung jawab!" bentaj Raqa. Nabilla menunduk takut.
"Tapi mau gimana lagi? Gue beneran nggak sengaja. Gue--"
"Diam!" Raqa membuat beberapa pasang mata menatap ngeri ke arahnya. "Lo harusnya manggil gue kakak, gue lebih tua dari lo, gue ketua OSIS di sini. Dasar tidak punya sopan santun. Sekarang proposal gue basah, lo tau seberapa capeknya gue bikin? Apa permintaan maaf lo ngaruh sama proposal gue, huh?! Jawab!"
Nabilla menggeleng pelan, air matanya bersiap jatuh. Raqa mendengus, jika saja Nabilla cowok akan ia hajar habis-habisan.
"NABILLA SHILETTA! GUE MAU LU BUAT ULANG PROPOSAL GUE! HARI INI POKOKNYA SUDAH SELESAI, GUE TUNGGU DI RUANG OSIS PALING LAMBAT SORE INI. MENGERTI?!"
Nabilla meneguk salivanya kasar, ia mendongak, menatap pemilik suara tegas nan berat itu. Selama beberapa detik Nabilla terdiam, tiba-tiba ia tersenyum, menyadari betapa tampannya ketua OSIS beralmamater maroon itu. Jantung Nabilla mendadak berdegup cepat.
"Kenapa senyum? Ada yang lucu dari muka gue?!" tanya Raqa emosi.
"Eng-nggak kak."
Raqa menunduk, mengambil proposalnya yang basah di lantai, kemudian melempar sembarang ke dada Nabilla.
"Proposal nggak selesai, lo mati di tangan gue. Paham?"
Nabilla mengangguk paham. "I-iya kak."
Setelahnya Raqa melangkah pergi, sementara Nabilla mengernyit sambil mengerucutkan bibir, dia sama sekali tidak ahli dalam membuat proposal atau sejenisnya. Tapi, mengingat wajah ketua OSIS tadi membuatnya senyum sendiri. Apa artinya Nabilla sudah menemukan salah satu cogan alias cowok ganteng?
Ah, Nabilla tidak peduli soal cogan, yang penting sekarang, bagaimana caranya mengembalikan proposal.
Dalam hati Nabilla berteriak. DAMAR! KAMU DIMANA SIH?! TOLONGIN AKU...
Bukan waktu yang mengubah manusia, tapi keadaan sendiri yang memaksanya berevolusi.•••"DAMAR!!" Panggilan bernada manja di ujung koridor itu membuat seorang cowok berseragam putih abu-abu memekik kaget. Bahkan, refleknya menjatuhkan orang juice yang baru saja ia beli. Damar berdecak sebal lalu menatap ngeri ke arah Nabilla seperti maling yang ketahuan mencuri. Mampus gue, mampus! batin Damar.Nabilla setengah berlari ke arah Damar, berkas yang dibawa cewek itu memancing satu alis Damar naik."Damar! kamu kemana aja? Aku kayak anak ayam yang kehilangan induknya tau. Aku dalam masalah besar, Dam
"Gu-gue ... ""Gue apa Nabilla?" tanya Mentari, dia gugup menunggu jawaban Nabilla.Nabilla menggigit bibir bawahnya, dia ragu sekaligus malu jika mengatakan sudah membuat masalah dengan ketua OSIS. "Gu-gue tumpahin susu ke seragamnya.""SELA—""APA?! LO TUMPAHIN SUSU KE SERAGAMNYA?!" Suara 1000 desibel kedua cewek itu ternyata memotong sapaan seorang cowok yang baru saja naik ke panggung. Nabilla menoleh, dia mendapati ketua OSIS tengah menatapnya sinis. Ralat, bukan Nabilla, tapi mereka bertiga.Mentari, Sagita, dan Nabilla menelan salivanya kasar, jantungnya berdegup k
Jangan takut kehilangan, karena semua yang ada di dunia hanyalah titipan.•••Jika bukan karena paksaan Juan, Nabilla tidak mungkin duduk manis di ranjang UKS saat ini. Tangannya yang tadi penuh goresan luka kini sudah dibalut perban. Meski masih terasa sakit, dia memilih diam sambil sesekali menggerakan jarinya yang terasa nyeri.Chatrine yang sedang sibuk membereskan kotak P3K kini beralih menatapnya."Kalau tangan lo masih sakit, baring aja lagi, entar gue yang bilang sama Raqa supaya lo izin ikut MOS hari ini."Nabilla menggeleng. "Eh enggak usah kak. Aku masih kuat kok."Juan terkekeh pelan. "Ikut aja napa Nab, gue yakin tangan lo masih sakit, nyeri ya? Sini gue tiupin." Juan beringsut meraih tangan Nabilla, namun tertahan karena Chatrine menarik telinganya."Nggak usah modu
Sekencang apa pun kamu berlari menghindari takdir, jika Tuhan menghendaki, maka takdir itu akan mengikuti kemana pun kamu pergi.•••"Bapak punya dua opsi, kamu jaga siswi itu sampai sembuh atau rekaman ini sampai ke tangan Arga?"Raqa mengernyit tidak terima, tangannya terkepal, dua opsi itu sama-sama menyudutkannya. Apalagi harus berhubungan dengan Arga. Ditambah lagi, cewek itu-Nabilla. Apa takdir belum puas mempertemukan mereka?Raqa memejamkan mata perlahan lalu menghela napas panjang, dihembuskannya perlahan sebelum berbalik ke arah Pak Gusti. Dengan seringai, Pak Gusti menunggu jawaban Raqa."Bagaimana?" tanya Pak Gusti."Opsi pertama. PUAS?!"Pak Gusti tersenyum lebar, sementara Raqa buru-buru keluar ruangan, dasar tidak adil. Meluapkan emosi, Raqa memilih menendang
Terkadang, apa yang orang katakan pada kita menjadi tanda tanya bagi mereka di luar sana.•••"Cantik ye kan Raq? Udah kayak boneka gitu ngegemesin. Pengen gue bawa pulang ke rumah rasanya." Ragil berceloteh soal Nabilla, Raqa hanya diam, ia memutar bola mata malas."Diem lo, setan. Berisik!"Ragil cengengesan, ia kembali menatap Nabilla yang duduk selonjor sambil sesekali menuliskan sesuatu di bukunya. Panggung sedang dikuasai oleh guru yang memberikan bimbingan hingga Ragil hanya perlu berdiri di pinggir aula bersama Raqa sambil memperhatikan."Eh, panggil aja kali ya? Biar dia ngelirik gua," ucap Ragil. "Bah, lo ngebet nih, benci sama suka itu bedanya tipis banget Raq. Anget-anget tai ayam entar jadi anget-anget tai kambing.""Apasih lu nggak jelas?!" ketus Raqa."Yee, au ah. Gue pang
Alasanku menyakitimu adalah keegoisan, bukan sekedar paksaan menahan kekhawatiran. Lalu, bagaimana jika simpatiku tergerak untuk membantumu?-Raqa Abimanyu Dinata-•••"NABILLA!"Juan, Ragil, dan Gheral bergegas menghampiri Nabilla. Namun Raqa, tetap diam saja seolah tidak terjadi apa-apa, cowok itu menghela napas lalu menepis lingkaran tangan Tamara dari lehernya."RAQA! BANTUIN WOY!" teriak Juan. Sementara Ragil dan Gheral berusaha membangunkan Nabilla dengan menepuk berkali-kali pipi cewek itu.Raqa mendekat, bukan membantu tapi malah bersedekap. "Biarin aja, gue nggak peduli. Itu lo bedua mending minggir. Kita liat seberapa lama tuh bocah buat pura-pura.""Tai aja lu Rak piring. Nabilla beneran pingsan oi!" kekeh Ragil.Meski be
Setelah sepuluh menit berlalu Nabilla berada di UKS bersama Raqa, kini cewek itu duduk anteng di tepi sebab tidak terima dispensasi apa pun dari cowok itu.Tapi, kalau Nabilla mau, ia bisa saja merengek agar tidak ikut, sayangnya ia juga tidak mau kehilangan moment menatap wajah Raqa yang menurutnya kelewat tampan itu."Baiklah, saya minta maaf karena ada urusan kecil mendadak yang tidak bisa ditinggalkan," ucap Raqa. Tadi, aula sempat heboh karena si ketua OSIS itu membuat mereka menunggu."Jadi, sebagai permintaan maaf, saya akan berikan hadiah kepada peserta yang berhasil mengumpulkan tanda tangan terbanyak. Dan hukuman berdiri di depan bagi peserta yang tidak dapat tanda tangan satu pun."Berbagai mimik peserta langsung menghebohkan aula, ada yang memekik girang, ada yang celengak-celenguk mencari teman karena tidak dapat tanda tangan satu pun, atau tersenyum kecut seolah dialah peserta yang d
Bahkan cantikmu, mampu membuatku menenggelamkan semua kelabu.-Raqa Abimanyu Dinata-•••Raqa mengedar pandang ke seluruh koridor, terutama jalan menuju taman belakang sekolah. Untung sepi, jadi dia tidak harus sembunyi-sembunyi demi cewek bernama Nabilla ini."Kakak kok kayak ketakutan gitu? Takut sama guru tadi ya? Hih, badan aja yang gede," cibir Nabilla.Raqa melotot tidak terima. "Gue nggak takut sama siapa pun. Terutama sama Bapak tua tadi!"Nabilla menggidikan bahu acuh, matanya mengamati dengan seksama buku gambarnya. Membolak-balik, dan menahan napas terkejut ketika menemukan noda pada gambarnya."Tuh, kan, Kakak sih, coba nih liat! Buku gambar aku jadi kotor, gimana mau ngebersihinnya."Raqa mendengus keras. Ia tidak habis pikir pada sikap manja dan berlebihan Nabilla. Lagi pula, itu hanya buku gambar. T
Makan malam. Terasa sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya, karena malam ini Samuel ikut bergabung di meja makan. Bersama. Mereka bertiga, Soraya, Kaisar, dan Samuel. Meskipun begitu, Kaisar tidak merasakan senang sama sekali. Sebab, walaupun semua anggota keluarga lengkap. Keadaan tetap hening. Seolah yang makan adalah patung berwujud manusia yang tidak mengenal satu sama lain. "Berantem lagi?" tanya Kaisar santai tapi sarkastik. Lantas membuat kunyahan Samuel dan Soraya berhenti. Kaisar menyadari itu. Ia tersenyum sinis, spontan mendapat cubitan pelan di paha dari Soraya. "Makan dulu, Sar. Jangan banyak omong," tegur Samuel. Tenang namun sirat akan kecaman. Kaisar terkekeh. "Terus kalau makannya udah selesai boleh ngomong?" tanyanya. Kaisar menatap dua orang itu bergantian. "Biasa juga enggak, 'kan?" Soraya menyentuh bahu Kaisar. "Kamu ngomong apa sih, Nak? Kita bedua baik-baik aja. Nggak berantem." "Oh ya?" Kaisar
Dua prinsip yang harus dipegang saat ini;Pertama, tidak boleh terbawa perasaan ketika bersama cowok.Kedua, tidak boleh jatuh cinta sebelum berhasil membanggakan ayah dan bunda.Keyla membaca tulisan di belakang diary-nya itu, ia menulisnya tepat ketika berumur 12 tahun. Dimana saat itu ia mulai mengenal sebuah kata yang bernama 'Cinta'. Catat! Hanya mengenal, bukan merasakan.Keyla tidak tahu persis bagaimana perasaan itu. Namun, kata Thania perasaan cinta adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan dan diutarakan dengan kata-kata. Pokoknya rumit, tapi asyik.Bahkan, setiap orang yang telah jatuh cinta bisa dibuat buta. Semakin ke sini Keyla semakin tidak mengerti.Keyla menutup buku diary berwarna biru itu dengan cepat, ini semua gara-gara Kaisar dia jadi kepikiran hal konyol bernama 'Cinta' itu.Akan tetapi Keyla tidak bisa mengelak jika ia baper oleh perlakuan Kaisar. Terutama ketika cowok itu mengacak rambutnya.
Keyla beruntung karena alibinya tadi. Cewek itu menghembuskan napas lega setelah melihat Kaisar mengangguk, mempercayai ucapannya. Meskipun sebelumnya Keyla sempat gugup karena Kaisar hampir saja mengganggapnya berbohong."Serius kelilipian?" tanya Kaisar ulang.Oh ternyata Keyla salah, Kaisar masih belum sepenuhnya percaya."Iya bawel!" jawab Keyla bosan. Cewek itu hendak berjalan lebih dulu namun lengannya tiba-tiba ditahan oleh Kaisar.Keyla berbalik dan menatap cowok itu penuh pertanyaan. Kedua alisnya hampir menyatu. Bibirnya sedikit terbuka ingin mengucapkan sesuatu namun urung karena Kaisar menatapnya begitu dalam.Sampai akhirnya Kaisar melangkah maju mendekati Keyla. Matanya tak lepas sedikit pun menyorot mata cewek itu. Membuat Keyla terasa kaku untuk mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Kaisar.Cowok itu merunduk hingga kepala mereka sejajar. Sekarang, bukannya tubuh Keyla saja yang kaku, tapi jantungnya
"Astaga lupa! Hape gue ketinggalan di laci," ungkap Kaisar yang reflek menghentikan langkah saat teringat sesuatu.Keyla menghela napas. Mereka hampir saja mendekati parkiran dan Kaisar berucap seperti itu. Rasanya seperti gagal menang perlombaan lotre. Padahal, Keyla berencana akan pulang ke rumah tepat waku. Karena banyak pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan sebelum pukul delapan malam. Setelah itu, barulah Keyla mengerjakan tugas sekolah."Gue ambil dulu yaa. Lo tunggu di sini, jangan kemana-mana," pinta Kaisar. Tanpa mendapat persetujuan Keyla cowok itu bergegas pergi.Keyla pun menarik napas sekali. Ia menepikan diri di bawah pohon besar dekat parkiran."Keyla!" panggil seseorang dari arah kiri. Keyla menoleh. Ternyata Putra."Sendirian nih? Lo nungguin siapa?" tanya Putra setibanya di hadapan Keyla."Kaisar.""Wohoo. Udah gercep ya itu anak," godanya.Keyla yang paham maksud Putra menyela. "Cum
Sejak kejadian di taman belakang tadi Kaisar malah tambah kepo. Ia mencerca Keyla dengan beberapa pertanyaan yang absurd dan unfaedah. Ada sih beberapa pertanyaan yang cowok itu lontarkan mengenai kakaknya. Tapi tetap saja Keyla merasa terganggu. Akibatnya, Keyla kini menyumpal satu telinganya dengan headset. Suasana kelas juga sedikit berisik karena guru yang mengajar ijin ke toilet."Key, temenin gue belajar yuk!" pinta Kaisar tiba-tiba membuat Keyla dengan malas menatap teman sebangkunya itu."Belajar apaan?" tanyanya.Kaisar cekikikan lalu nyengir lebar. "Belajar untuk menjadi yang terbaik buat kamu.""Hahaha. Receh!" sahut Putra yang duduk di belakang. Lalu tatapannya berubah datar.Kaisar melirik sinis Putra. "Sirik lo upil gajah!"Sedangkan Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah aneh kedua cowok itu. Lalu dia memejamkan mata sejenak, menikmati lagu beatiful milik Crush yang mengalun lewat headset di telinganya. Keyla sa
"Lo ngapain makan diem-diem sendiri di sini?" Keyla menolehkan kepalanya sejenak lalu berkata, "Suka aja," jawabnya singkat. Kaisar terkekeh pelan. Keyla itu ya, jawabannya singkat mulu. Emang ngomong itu pakai kuota apa? "Ohh sukaa," ujar Kaisar kemudian. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menatap Keyla. Lebih tepatnya ke bekal hijau yang berisikan nasi goreng dan telur gulung di pangkuan gadis itu. Kaisar menjilat sudut bibirnya, cukup menggungah selera. Kebetulan sekali ia belum makan. "Beuhh. Kayaknya enak. Mau dongg." Keyla menoleh lagi, tanpa kata-kata ia langsung menggeser bekal itu ke tengah. Keyla mendiamkannya sesaat. Kaisar bahkan sampai berkedip. Ia kira Keyla akan bersuara, setidaknya 'makan tuh' tapi ternyata gadis itu hanya diam. "Thanks," ucap Kaisar. Lantas menyantap bekal itu dengan lahap. Seperti orang tidak makan dua hari. Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah cowok itu. "Ke
Kaisar melangkah cepat menyusuri koridor kelas IPA yang berada di lantai dua. Matanya tak lepas mengamati sekitar. Tujuannya sama, yaitu mencari Keyla. Kaisar tak habis pikir mengapa gadis itu terlalu misterius dan sulit sekali ditemukan.Kaisar sudah mencek kelasnya namun Keyla tidak ada di sana. Jika gadis itu hanya memberi uang pada kakaknya yang bernama... siapa tadi? Zana? Seharusnya, Keyla telah kembali ke kelas mereka.Kaisar menyesal tidak meminta nomor gadis itu sebelumnya.Ketika menatap ke samping kanan, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Kaisar lantas menoleh ke arah orang itu saat terdengar ringisan. Ternyata ponsel milik orang itu terjatuh."Lo jalan pakai mata nggak sih?!" kesal cewek itu sambil mengambil ponsel berlogo apelnya yang tergeletak. Kaisar menyadari saat ponsel itu terbalik.Kaisar berdecak. "Enak aja si eneng, situ kali yang nabrak gue. Nggak suci lagi nih baju pangeran," ucap Kaisar dengan tingkat k
"Gue yakin kemah tahun ini bakalan rame," ungkap Dewa saat mereka berempat, Kaisar, Angkasa, Putra dan dirinya berjalan beriringan menuju kantin. Melepas penat setelah hampir dua jam berkutat dengan papan tulis dan buku-buku pelajaran. Setibanya di kantin yang dalam sekejap saja ditimbuni banyak umat manusia itu, ketiganya langsung menduduk kursi kosong yang tersisa di pojok."Lo-lo semua mau pesen apa?" Tanya Dewa yang berinisiatif memesankan makanan untuk ketiga temannya."Gue nasi goreng sama es teh lah, kayak biasa," sahut Putra bersemangat, lalu cowok itu melempar senyum centil pada adik kelas yang lewat.Kaisar yang nampak berpikir akhirnya membuka suara. "Gue bakso, sambelnya banyakin. Ah, jangan lupakan marimas kesukaan gue.""Nggak usah pake desah," celetuk Angkasa, manusia paling kalem di antara mereka berempat."Lo apa, Sa?" Kini, dewa bertanya pada Angkasa."Mineral aja."Dewa berdecak. "Itu doang.
"Hari pertama sekolah di SMA Bakti Buana, apa kesan kamu, Key? Udah banyak dapat temen?" Pertanyaan Bram barusan kontan membuat Keyla hampir tersedak. Seperti jebakan abstrak yang langsung mengikat. Bagi Keyla, pertanyaan itu benar-benar memutar otak. Sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata milik Dara. Keyla lantas menunduk. Dara menatapnya sambil memicing, jelas itu adalah telepati yang memaksa Keyla harus menjawab seperti ini. "Banyak, Pa." Meskipun ia tidak mau. "Temen Keyla baik semua." "Bagus deh." "Halah. Paling bohong, mana ada yang mau temenan sama es batu?" Zana menyeletuk sarkas. Biasa, gadis itu lebih suka menampilkan ketidaksukaannya secara terang-terangan daripada Dara. "Zana!" tegur Bram, nada bicaranya naik satu oktaf menatap Zana. "Jangan ngomong seperti itu! Seharusnya kamu sebagai kakak menyemangati Keyla. Meskipun bukan kandung, dia tetap adik kamu." "Nggak mau!" Kali ini Zana memandang Keyla