Dorrr!Satu peluru yang menembus, membuat semua yang tengah terlena dengan lagu yang di bawakan oleh Arash langsung menjerit histerisdan menyingkir. Mereka lari tunggang langgang sehingga suasana jadi ricuh tak terkendali.Sang panitia yang juga tengah terbuai dengan suara merdu dari Arash, terkejut dan dibuat oleng karena tersenggol oleh orang-orang yang berlari menyelamatkan diri. "Ada apa ini?" Bruk!Bruk!Lagi-lagi sang panitia terjatuh akibat tersenggol orang-orang yang berlari tunggang langgang. "Ada tembakan, Pak!" Sahut penonton yang juga melarikan diri. "Ayo, selamatkan diri bapak!""Mas Arash," Aisha celingak-celinguk di tengah hiruk pikuk ricuh orang-orang berlarian. Ratusan jiwa kabur menyelamatkan diri saat terjadi sebuah tembakan mengejutkan. Wanita yang berpenampilan berbeda dari yang lainnya terus mencari sosok suami yang baru saja
"Maafkan saya!" Suara lemah yang diiringi isakan dan linangan air mata itu terlontar dari mulut Arash. Lelaki"Saya malu bahkan untuk sekedar menyebutkan namanya! Karena kebodohan saya, saya harus melukai wanita sebaik dirinya!" Tak kuasa, akhirnya isakan itu terdengar pilu dan menyayat hati. Ustadz Hasan menatap dengan tatapan menerawang. Selama ini, ia selalu melihat Arash, bahkan saat tengah orang lain tertidur. Menangis, meratapi dan selalu mengatakan bahwa semoga bisa mati setelah bertemu dengan wanita yang selama ini dicarinya. Sayangnya, Ustadz Hasan tak pernah bertanya dan ingin tahu siapa sosok wanita yang dimaksud. Pun, Arash terlihat gigih membuat ia yakin bahwa Arash bisa memperjuangkan semuanya.Dan kini, baru ia tahu bahwa wanita yang dimaksud dari santri kesayangannya adalah muridnya sendiri. Murid yang pernah dia temui empat tahun yang lalu saat mengisi pengajian di sebuah taman kota."Saya tidak tahu apa yang
"Bagaimana, apa ada manusia yang jadi korban?""Tidak, pak! Semuanya aman!" Jawab. Salah satu dari deretan lima preman suruhan itu. "Karena, tujuan kami hanya bikin kerusuhan,""Bagus! Ini bayaran untuk kalian!" Lelaki bertubuh tegap menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat pada lima preman berseragam serba hitam. " Saya suka kerja kalian! Ingat, jika kasus ini sampai bocor, maka. Kalianlah yang akan jadi korban,""Baik, pak!" ucap kelima preman itu serempak."Bagus, sekarang kalian boleh pergi!" ucap lelaki yang merupakan penyuruh. "Ingat, buka seragam kalian, jangan sampai meninggalkan jejak!""Tentu saja, pak! Kami juga tak mau jadi bahan teror,"Setelah lima preman bayaran itu mengundurkan diri. Lelaki yang menggunakan sorban itu tersenyum menyeringai. Ia tak sabar menunggu hari dimana ia akan mendapatkan apa yang diinginkannya."Tenang saja. Ini bukan pembunuhan, in
Rumah mewah dengan nuansa putih tulang dan bertiang besar tengah dipenuhi oleh daun-daun yang merambat hingga dindingnya. Rumput liar dan pepohonan yang rimbun membuat tempat itu nampak horor bagi siapapun yang melihat. Daun kering yang terbang di tiup angin menyentuh sorban laki-laki yang telah lima tahun meninggalkannya."Tomo! Dimana mereka?" tanya Arash yang menatap menembus daun merambat menghiasi rumah mewahnya yang setelah bertahun-tahun tak terpenghuni. "Mereka telah kembali ke tempat masing-masing, Bang eh ustadz!" Sahut Tomo gugup dan segan. Hanya dia yang masih bisa Arash hubungi karena nomor miliknya yang Arash ingat, pun tertulis didalam kitab yang merupakan sesuatu yang Arash candu hingga kini."Maafkan saya, lima tahun telah meninggalkan kalian!" ucap Arash dengan menoleh ke arah Tomo, ada haru yang tak bisa ia ungkapan dengan kata-kata. "Saya bahkan tidak menyangka bahwa kalian akan tetap setia!""Selama i
Ummi Rasyidah mengerat tanah dengan penuh emosi dan keputusasaan. Sesekali ia memukul-mukul tanah seraya berteriak memanggil-manggil nama Aisha. Putri semata wayangnya yang selama ini jadi biang kenapa bahkan dirinya tak enak makan, tak mau minum dan susah tidur."Mi, aku mohon. Sadarlah, Mi." H. Karim yang sudah pedih melihat keadaan istrinya yang begitu memperihatinkan, hanya bisa merangkul memberikan kekuatan. "Kita akan cari putri kita baik-baik, Mi."Begitu juga dengan H. Harun. Ia digandeng erat oleh istrinya yang menangis histeris, merasa pilu atas kejadian tak terduga yang menyedihkan ini."Kang, Bagaimana ini? Ummi malah merasa bersalah," ucap Inayah yang melihat istri adik suaminya begitu memilukan. Pedih, perih dan menyayat hati. Seperti wanita kegilaan. Siapapun, akan tak merasa miris seperti dipukul palu godam bertubi-tubi."Sabar, Ummi. Jangan malah menambah kami semakin merasa panik," ucap ustadz H
"Syukurlah! Tetap hati-hati jangan sampai suaminya tahu!" Perintah Arash saat ia menerima kabar dari Bean jika sembako yang dititipkan telah sampai tujuan."Baik, Bang!" Jawab Bean bersemangat. "Tapi, Bang. Saya tak melihat dia dan suaminya, hanya ibunya dan anak laki-laki!" "Mungkin dia sedang di kamarnya, Atau mungkin suaminya tengah memenuhi undangan!!" Sanggah Arash cepat. Ia mengerjapkan mata sesaat, meskipun tak mungkin ia mendapatkan Aisha kembali. Maka, setidaknya akan memberikan nafkah pada putranya. Selama lima tahun itu, bahkan Restaurant C@ Cahaya Anugerah tak Aisha terima. Arash tak bisa bayangkan, bagaimana anak kandungnya mendapatkan makanan? Mungkinkah dari Faruq_ laki-laki yang konon akan jadi suami Aisha. Dan Arash yakin, mereka kini telah menikah dan anak yang dulu masih didalam perut Aisha, sudah memiliki Adek kecil.. Tanpa ia ketahui, bahwa sejak itu mantan istrinya terombang-ambing. Harus diusir dari keluarga, kehilangan
"Apa itu?" tanya H. Karim, ia menoleh ke belakang. Sedangkan Ummi Rasyidah. Masih erat menarik Koko miliknya."Apa kita batalkan saja penerimaan lamaran keluarga Gus Faruq, Nanda?" "Apa?"H. Karim dan Inayah memekik bersamaan. Apalagi Ummi Rasyidah. Ia spontan melepaskan pelukannya dari sang suami."Apa maksud ucapan kakang?" Em, maksudku tujuan kenapa mesti dibatalkan?" tanya H Karim menuntut penjelasan. "Begini, besok adalah hari pertama kita menjalankan ibadah puasa. Hari itu juga rombongan lamaran untuk Aisha akan tiba," ucap ustadz Harun. Ia melirik sekilas ke arah ummi Inayah sebagai pertimbangan. "Dan, saat ini Aisha justru malah pergi bersama suaminya, dan saya kira. Aisha akan tetap bersama suaminya,""TIDAK, saya membantah saran ini, ustadz!" Tolak Ummi Rasyidah tegas nan lantang tanpa diduga. Ia bangkit dan menatap sekelilingnya dengan tajam. " Aisha harus mendapatkan suam
Matanya terbelalak saat melihat sosok yang berdiri tegap. Sorban menyampir di bahunya, peci putih yang memiliki ukiran bahasa Arab diujungnya serta sarung bercorak batik sampai tumit menambah kesan kegagahan dan ketampanan."Mas Arash?" Pekik Aisha terkejut.Dua mata beriris coklat itu menatap lekat, tepat pada bola mata hitam Arash. Empat mata dari dua jiwa itu terkunci dalam sebuah tatapan yang menyiratkan begitu banyak kerinduan yang mendalam.Dunia seolah berhenti berputar dan hanya ada mereka berdua. Ya, seperti hanya ada mereka berdua. Halnya nabi Adam dan Siti Hawa. Bola Mata hitam Arash mulai mengenang dan airnya menganak sungai dipelupuk mata. Sama halnya Aisha, iris mata coklat itu telah terhalang dinding kaca yang semakin lama, semakin menebal dan luruh membasahi pipinya tanpa ia sadari.Dua jiwa dua rasa tertaut dalam tatapan yang mengunci seolah mereka saling menyelam.Se