Kendaraan roda empat mulai menepi di halaman rumah sakit PERMATA BUNDA. Buru-buru Arash berlari dan menanyakan keberadaan putranya dilobi."Dilantai satu ruangan Dahlia, Mas Ustadz!" Tunjuk sang wanita lembut. Namun, membuat sekujur tubuh Arash melemah. Putranya dirawat di lantai satu? Bukan ruangan istimewa, hanya ruangan kelas menengah ke bawah dan tentunya penanganan tidak seistimewa dilantai tiga dan seterusnya.Tanpa berfikir panjang, setelah mengucapkan kata terima kasih. Lelaki yang telah menjelma jadi ustadz itu berlari yang disusul oleh Tomo. Hingga, tubuhnya kembali lemas saat melihat anak berusia lima tahun terbaring lemah dengan darah yang masih bersimbah dan berbagai selang menempel di tubuhnya."Ini yang akan mendonorkan darahnya?" tanya sang dokter yang tengah bernegosiasi dengan ummi Rasyidah, menyambut kedatangan Arash. Cukup menyadarkan Aisha yang tengah termenung lemah dengan air mata yang terus berderai.
"Lihat ini!" Lelaki paruh baya nan gondrong dan dekil itu menunjukkan sebuah photo seorang perempuan. "Ini adalah target kita!"Arash mengerutkan kening saat melihat wajah ayu perempuan dalam photo tersebut."Dia adalah pengusaha kaya raya. " Terang Gatot menjelaskan seraya menatap jalanan yang ramai dengan kendaraan berlalu lalang. "Jika kau berhasil, maka kau akan dapat delapan digit angka rupiah, Arash.""Gue tak perlu karena uang," tolak Arash angkuh."Oh, gue lupa." Celetuk Gatot menepuk kening lalu menyeringai. "Dia anak seorang pejabat,""Apa?" Seketika mata Arash memanas, dan dadanya langsung seperti hendak menyemburkan timah panas. "Dia putri dari seorang pejabat?"Gatot hanya mengangguk, mengerti arti keterkejutan lelaki yang selama ini berguru padanya. "iya, Dia putri pejabat!"Arash meremas photo itu kuat-kuat. Bayanga
Suara hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang cukup memekikkan telinga. Banyak yang membunyikan klakson karena kemacetan yang cukup menguras tenaga. Hal ini di gunakan kesempatan bagi para pedagang asongan untuk menjajakan dagangannya. Begitu pula, para pengamen yang selalu sigap sedia menerobos masuk dari satu kendaraan menuju kendaraan lain.Sebelas MaretDiriku masuk penjaraAwalku menjalaniProses masa tahananHidup di penjaraSangat berat kurasakanBadanku kurusKarena beban pikiranKita orang yang lemahTak punya daya apa-apaTak bisa berbuat banyakSeperti para koruptorAndai ku Gayus TambunanYang bisa pergi ke BaliSemua keinginannyaPasti bisa terpenuhiLucunya di negeri iniHukuman bisa dibeliKita orang yang lemahPasrah akan keadaanTujuh OktoberKu bebas dari penjaraMenghirup udara segarLepaskan penderitaanWahai SaudaraDan para sahabatkuLakukan yang terbaikJangan Engkau salah arahAndai ku Gayus TambunanYang bisa pergi ke BaliSemua keinginannyaPasti bisa terpe
Ketiga preman itu melongo menatap langkah anggun Aisha, wanita yang telah berani menantang bahkan ia menyelipkan alamat rumahnya dalam sebuah kertas pada Arash."Apa? Boss di pinta datang ke rumahnya?" Tomo dan Bean masih menatap langkah wanita yang berpenampilan serba tertutup itu hingga hilang dari pandangan.Argh!Arash tak menggubris pertanyaan kedua temannya. Ia lebih memilih untuk melompat, turun dari bis.Tomo dan Bean, hanya mengikuti saja. Keduanya merupakan laki-laki yang dibebaskan Arash dari kolong jembatan."Apa-apaan ini? Dia mau nantang saya, hah?" Gerutu Arash. Ia menjambak rambutnya dan menendang apa saja yang ada di hadapannya. Sedangkan, dua temannya hanya cekikikan. "Jangan-jangan, boss mau di ceramahin cewek ninja itu, Ya gak?" celetuk Tomo. Ia masih memainkan jari-jarinya pada benang gitar bersamaan dengan kaki melangkah"Iya, boss! Secara kan kita ini para preman glow! Pasti gadis ninja itu akan ceramahin kita, apalagi dia tadi melihat kita tengah merebut paksa
"Bagaimana, Nak? Apakah kau bersedia menerima lamaran saya, untuk putri saya?"Dengan berat, Hj Karim mengucap kalimat itu karena terjerat atas ucapnya sendiri yang mengatakan bahwa akan merestui siapapun laki-laki yang dipilihkan Aisha.Arash, hanya menunduk. Ia mengepalkan tangan dan mengertak giginya sehingga beradu akibat menahan amarah yang kian membuncah."Boss, jangan! Sepertinya wanita ninja itu bukan wanita baik-baik!" Bisik Tomo menghasut."Benar, bang. Siapa tahu, wanita teroris itu punya rencana licik," kali ini, Bean yang membisikkan hasutan."Tapi, gue tak mau kalah akan tantangan ini!" ucap Arash dengan geram. Membuat kedua anak buahnya terdiam. Jika tadi diam karena terkejut dan masih setengah percaya. Kini, ia tahu. Bahwa dirinya yang telah dilamarnya."Baik, Pak!" Jawab Arash dengan tegas. Ia melirik sinis ke arah Aisha yang tengah mengusap wajah dengan kedua tangannya.Helaan nafas panjang terdengar jelas oleh wanita yang bernama Rosyidah keluar dari mulut suaminya
"Apa-apaan ini? Kau mau jebak saya? Sudah paksa saya untuk menikahi, kau malah menolak seenak jidat!" Bentak laki-laki yang wajahnya di penuhi tato. Hanya saja, kali ini ia menggunakan peci sebagai maru'ah, pun antingnya di copot. Siapa lagi, kalau bukan Arash_calon pengantin pria."Tenang!""Tenang!"Pak penghulu mengangkat tangannya untuk menenangkan suasana yang tiba-tiba tegang. Para santri dan saksi saling berbisik dan ricuh. Sedangkan Rosyidah, ia menangis semakin menjadi-jadi. Namun, ia juga tidak bisa untuk menyalahkan Aisha karena keputusannya yang mengejutkan. Baginya, Aisha sedang terluka egonya sehingga matanya tertutup dan lebih memilih berandalan."Nak, Aisha. Apa alasan Ananda sehingga tidak Ridha atas mahar yang di berikan calon suamimu?" tanya pak penghulu lembut sambil menatap Aisha yang menunduk.Sedangkan, semua yang hadir nampak ricuh dan mulai saling senggol. Apalagi, Ummu Inayah, istri Hj Harun. ia mengepalkan tangan menahan emosi yang hampir membuncah."Biarlah
Aisha berjalan ke arah lelaki yang telah ia pinang untuk jadi suaminya. Sebelumnya, Aisha berpamitan pada kedua orang tuanya dan meminta ridho untuk membekali rumah tangganya.Arash menyeringai. Ia akan meluapkan sesuatu yang menghimpit dadanya setelah tiba di rumahnya."Ayo, Mas!" ucap Aisha sambil menengadah, lalu menyentuh tangan kasar Arash. Tanpa menjawab. Arash langsung berbalik badan dengan angkuhnya dan memasuki mobilnya yang sudah terparkir di halaman.Kepergian Aisha jadi tragedi menyedihkan seluruh santri pesantren. Selama ini, ia bisa menjadi tangan kanan Hj Harun dalam mendidik santriah, mengurus dalam segala hal, mulai dari urusan dapur, piket santri bahkan kepengurusan hingga menjadi muraaby.Namun, tak sedikit pula orang yang mencibir. Mereka banyak mengatakan bahwa Aisha mati rasa dan buta cinta sehingga akibat trauma di tinggal nikah oleh Gus Fahmi. Aisha berpindah haluan jadi memilih seorang preman.Bukankah itu adalah sesuatu yang cukup unik!Selama perjalanan, Ar
Arash melajukan motor tingginya membelah jalan yang memangcukup sepi. Suara knalpot motor yang telah ia modif dengan suara yang seperti bariton dan membuat siapapun akan merasa terganggu akan Indra pendengarannya. Pun, tak jarang Arash malah sengaja menggaur-gaurkan motor di depan umum. Sayang, Tak ada satu orang pun yang berani untuk melawannya, atau hanya sekedar mencegah. Warga kampung ini lebih baik diam, maka semuanya akan aman. Berbanding jika ia menegur atau melawan Arash. Maka, bisa salah satu anggota tubuh mereka ada yang pincang atau sakit dan keluar darah."Bro, gue merasa mimpi. orang segarang dan sebengis bang Arash dilamar perempuan shalehah," gumam Tomo pada Bean. Keduanya tengah memakan kacang tanah sambil menongkrong di perempatan jalan."Iya, sekarang dunia sudah terbalik, wanita yang melamar laki-laki," sahut Bean. Ia tengah membuka kacang tanah agar bijinya terlepas dari cangkangnya. "dan yang lebih mengejutkan, wanitanya itu wanita shalihah yang melamar lelaki bre
"Lihat ini!" Lelaki paruh baya nan gondrong dan dekil itu menunjukkan sebuah photo seorang perempuan. "Ini adalah target kita!"Arash mengerutkan kening saat melihat wajah ayu perempuan dalam photo tersebut."Dia adalah pengusaha kaya raya. " Terang Gatot menjelaskan seraya menatap jalanan yang ramai dengan kendaraan berlalu lalang. "Jika kau berhasil, maka kau akan dapat delapan digit angka rupiah, Arash.""Gue tak perlu karena uang," tolak Arash angkuh."Oh, gue lupa." Celetuk Gatot menepuk kening lalu menyeringai. "Dia anak seorang pejabat,""Apa?" Seketika mata Arash memanas, dan dadanya langsung seperti hendak menyemburkan timah panas. "Dia putri dari seorang pejabat?"Gatot hanya mengangguk, mengerti arti keterkejutan lelaki yang selama ini berguru padanya. "iya, Dia putri pejabat!"Arash meremas photo itu kuat-kuat. Bayanga
Kendaraan roda empat mulai menepi di halaman rumah sakit PERMATA BUNDA. Buru-buru Arash berlari dan menanyakan keberadaan putranya dilobi."Dilantai satu ruangan Dahlia, Mas Ustadz!" Tunjuk sang wanita lembut. Namun, membuat sekujur tubuh Arash melemah. Putranya dirawat di lantai satu? Bukan ruangan istimewa, hanya ruangan kelas menengah ke bawah dan tentunya penanganan tidak seistimewa dilantai tiga dan seterusnya.Tanpa berfikir panjang, setelah mengucapkan kata terima kasih. Lelaki yang telah menjelma jadi ustadz itu berlari yang disusul oleh Tomo. Hingga, tubuhnya kembali lemas saat melihat anak berusia lima tahun terbaring lemah dengan darah yang masih bersimbah dan berbagai selang menempel di tubuhnya."Ini yang akan mendonorkan darahnya?" tanya sang dokter yang tengah bernegosiasi dengan ummi Rasyidah, menyambut kedatangan Arash. Cukup menyadarkan Aisha yang tengah termenung lemah dengan air mata yang terus berderai.
"Ibu?"Arash memekik bersamaan dengan kaki menginjak rem sehingga menimbulkan suara berdecit karena ban yang beradu dengan aspal.Wanita yang dia duga adalah ibunya yang telah tega membakar ayahnya hidup-hidup beberapa puluh tahun yang lalu, tengah berlari dan terus tertawa. Sesekali, ia mengamuk dan memukul beberapa perawat yang terus mengejar."Tidak, itu tidak mungkin ibu. Ibu pasti tengah berbahagia dengan suaminya, atau bahkan mereka telah dikaruniai anak yang merupakan adik tiriku." Arash mengusap wajah dengan kasar untuk menetralkan pemandangannya. Sedangkan, perempuan yang berambut acak-acakan itu telah hilang dari pandangan bersamaan dengan kendaraan yang berlalu lalang.Lelaki yang menggunakan baju koko dan sarung bermotif batik itu menginjak pedal gas, melajukan roda duanya menuju rumahnya yang tanpa jendela. Ya, rumah yang hanya dihuni seorang diri tanpa kehadiran sang istri tak ubahnya seperti rumah tanpa
"Oh, Ya Mas. Bagaimana masalah hutang yang harus dilunasi Aisha? Apakah kau mau memberikan kebijakan?" Pertanyaan Rumanah cukup membuat Faruq terkesiap. Bersamaan itu, Arash yang berada tidak jauh itu seketika menoleh."Untuk hal ini, Mas akan bicara sama Aby untuk menutup itu." Jelas Faruq setelah beberapa menit ia terdiam, seraya menikmati setiap sentuhan kain hangat diwajahnya. "Bukankah dulu ayah mendonaturkan? Bukan menghutangkan?""Tolong beritahu saya dimana ayahmu?" Pinta Arash yang memotong tiba-tiba membuat Rumanah dan Faruq terkesiap, dan menghentikan aksinya kemudian menoleh ke arah sumber suara."Mas Ustadz?" Pekik suami istri itu bersamaan."Enggak kok, itu itu hanya...""Aisha tengah merawat putraku. Dan aku tak ingin terbebani dengan donatur yang dianggap hutang itu," potong Arash cepat nan tegas."Saya, saya akan meminta...""Hutang tetaplah hutang, Mas. Jika Aisha tiada da
____"Untuk anak istrimu, kau tenang saja! saya yang akan menanggungnya," lanjutnya seraya menatap Gerry yang mengerikan dengan darah tetus mengucur seta baju robek-robek yang warnya telah memerah dengan tangan diikat. Melihat orang yang hampir lima tahun ia percaya dalam keadaan tragis dan berlumuran darah, hatinya iba. Namun, keadilan harus tetap di tegalan."Tapi...""Penjara pun saya akan meminta untuk tidak lama, hanya sebagai pelajaran dan semua orang yakin bahwa hukuman tetap berlaku sekalipun kau orang terdekat saya!"Gerry hanya mengangguk pilu dan penuh kepasrahan. Diberikan kelonggaran serta hukuman sedikit bijak, ini sudah membuatnya cukup. Ia ikhlas jika memang harus terdekam di penjara. Asalkan anak dan istrinya baik-baik saja.Semua ini, tak lepas atas campur tangan Arash. Karena, terkadang ketika seseorang pernah mengalami hal itu, maka ia akan lebih bijak untuk menangani hal demikian.
"Ummi, apapun yang dilakukan Arash. Aisha tetap belum siap membuka hati ini, rasa sakit atas perlakuannya waktu itu, bertekad membuat keputusan bertanda tangan darah membuat hati Aisha ini seolah terkunci, Ummi!"Ummi Rasyidah menarik napas kasar, Ia faham akan perasaan putrinya pasti akan sangat perih dan tak berperi. Harga diri serta kehormatan seolah dipandang sebelah mata. Tapi, Tak sepenuhnya ini salah Arash, karena nyatanya. saat itu ia meminta Arash untuk tidak menyentuh Aisha padahal wanita berniqab sedang menempati posisi sebagai istrinya. Dan, dengan kehadiran Rayyan disini. Wanita yang telah lama menyandang gelar janda ini yakin. bahwa saat itu juga Arash telah benar-benar mencintai Aisha. Meskipun keputusan yang bertanda tangan darah itu telah menjadi garis takdir Aisha."Maafkan ummi, Aish!" Lirihnya tak kuasa. Ia merangkul putrinya dengan erat. Harta dan keluarga satu-satunya yang dia miliki.🍁🍁🍁Ger
________"Apa?" Sontak ratusan pasang mata menatap nyalang ke arah Faruq, sehingga mengakibatkan tanpa menunggu lama. Bugeman bertubi-tubi melayang di wajah lelaki yang merupakan mantan calon suami Aisha.Bugh!Bugh!PlakPlakBugh!Hantaman demi hantaman terus diberikan pada Faruq hingga terhuyung dan mulutnya keluar darah. Warga- warga yang sedari tadi memasang kamera termasuk yang hanya melihat, melayangkan hantaman serta pukulan tanpa perasaan. Membuat Faruq yang masih terkejut dan tanpa persiapan terus terpental, serta babak belur dan tanpa benteng pertahanan.Rumanah yang sedari tadi diam menunggu sang suami di restauran pun, segera bangkit saat mendengar keributan bahkan teriakan dan serangan. membuat ia syok saat melihat suaminya telah terhuyung lemah. Segera ia berlari sekuat tenaga."Mas?" Teriaknya lantang." Hentikan kalian semua!"
"Memangnya kenapa, Dek?" Fahmi yang terkesiap atas permintaan Nurma yang tiba-tiba. Segera memindahkan makanan yang telah tertata di atas meja sehingga tangannya bisa terulur. "Kita belum makan!""Enggak kok, Mas! Aku sudah kenyang!" Jawab Nurma segera memangku anaknya yang berusia lima tahun itu."Tapi, Dek!" Sanggahan Fahmi laksana harapan yang terbang ke awan berhembus angin kehampaan. Nurma, wanita yang telah ia nikahi atas dasar tanggung jawab karena ada janin yang dikandungnya, janin yang tak diketahui entah siapa ayahnya, telah melenggang pergi.Sehingga, mau tau tidak. Fahmi bangkit dan mengejar sang istri yang bersikap aneh tiba-tiba.Sedangkan dipojok ruangan, Mata Faruq menelisik saat ia melihat orang yang sedari tadi menatap ke arahnya, dengan tatapan ketakutan."Tunggu disini, Dek!" Pintanya pada Rumanah, Namun matanya tak lepas terus menatap wanita yang berlari dikejar pasangannya. "Gerry,
"Pergilah, Nak. Ummi meridhoi. Meskipun, ummi tidak akan sekedar untuk membantumu!" Dengan lirih dan sedikit mengangkat kepala. Ummi Rasyidah menatap sang mantan preman itu dengan penuh harap.Bukan karena melihat Arash yang sudah berubah menjadi lebih baik. Tapi, lebih dari pada nasib Rayyan. Cucu satu-satunya yang terlahir tanpa sosok ayah. Bagaimana kalau kelak anaknya mempertanyakan? Pun, Aisha tak memiliki surat pernikahan, juga surat perceraian. Ia tak sanggup menyaksikan cucunya kelak bertanya sosok ayah, jika mengatakan telah bercerai, tak ada buku pernikahan yang tentunya tak memiliki buku surat perceraian juga. Bukankah itu sangat malang?"Terima kasih, ummi. Ridha ummi yang Arash harapkan kini," Arash mencium tangan sang wanita yang telah melahirkan wanita sebaik dan secantik Aisha. Wanita yang memiliki tekad kuat serta keteguhan hati.Ia melangkah, meninggalkan rumah yang lebih sempit dan sederhana. Namun