"Apa itu?" tanya H. Karim, ia menoleh ke belakang. Sedangkan Ummi Rasyidah. Masih erat menarik Koko miliknya."Apa kita batalkan saja penerimaan lamaran keluarga Gus Faruq, Nanda?" "Apa?"H. Karim dan Inayah memekik bersamaan. Apalagi Ummi Rasyidah. Ia spontan melepaskan pelukannya dari sang suami."Apa maksud ucapan kakang?" Em, maksudku tujuan kenapa mesti dibatalkan?" tanya H Karim menuntut penjelasan. "Begini, besok adalah hari pertama kita menjalankan ibadah puasa. Hari itu juga rombongan lamaran untuk Aisha akan tiba," ucap ustadz Harun. Ia melirik sekilas ke arah ummi Inayah sebagai pertimbangan. "Dan, saat ini Aisha justru malah pergi bersama suaminya, dan saya kira. Aisha akan tetap bersama suaminya,""TIDAK, saya membantah saran ini, ustadz!" Tolak Ummi Rasyidah tegas nan lantang tanpa diduga. Ia bangkit dan menatap sekelilingnya dengan tajam. " Aisha harus mendapatkan suam
Matanya terbelalak saat melihat sosok yang berdiri tegap. Sorban menyampir di bahunya, peci putih yang memiliki ukiran bahasa Arab diujungnya serta sarung bercorak batik sampai tumit menambah kesan kegagahan dan ketampanan."Mas Arash?" Pekik Aisha terkejut.Dua mata beriris coklat itu menatap lekat, tepat pada bola mata hitam Arash. Empat mata dari dua jiwa itu terkunci dalam sebuah tatapan yang menyiratkan begitu banyak kerinduan yang mendalam.Dunia seolah berhenti berputar dan hanya ada mereka berdua. Ya, seperti hanya ada mereka berdua. Halnya nabi Adam dan Siti Hawa. Bola Mata hitam Arash mulai mengenang dan airnya menganak sungai dipelupuk mata. Sama halnya Aisha, iris mata coklat itu telah terhalang dinding kaca yang semakin lama, semakin menebal dan luruh membasahi pipinya tanpa ia sadari.Dua jiwa dua rasa tertaut dalam tatapan yang mengunci seolah mereka saling menyelam.Se
Arash menarik tali mukena yang dikenakan Aisha dengan pelan. Aisha, wanita beriris mata coklat itu hanya memejamkan mata yang meneteskan air bening. Butuh waktu dan kesadaran untuk di titik ini. Titik dimana awal dirinya akan jadi suami istri yang seutuhnya."Aish!" Bisik Arash pelan sedikit mengerang. Ia memegang bahu Aisha dan mengangkatnya perlahan."Kita, kita akan menggapai dunia indah bersama," ucap Arash lagi. Ia tersenyum menatap Aisha yang berada tepat di hadapannya sambil menitikan air mata. Bukan apa, karena waktu beberapa jam lagi, Aisha tak halal lagi untuk ia sentuh. Aisha akan jadi istri lelaki yang sepadan, yang tentunya bisa membimbing Aisha. Tak seperti dirinya, yang selama ini hanya menyuguhkan neraka untuk wanita yang kini berserah diri untuk dijamah."Aku akan penuhi kewajibanku sebagai suamimu, Aish." ucapnya bersamaan dengan menarik Aisha untuk bangkit dan berdiri sehingga sejajar dan ber
"Biarlah, biarkan Mas menelan luka yang telah Mas janjikan dahulu, Aisha." ucap Arash tak kuasa menahan tubuhnya yang lemas seperti tak bertulang. "Jika kita berjodoh, maka kita akan bertemu!""Mas," suara Aisha yang hendak menyanggah menjauh saat sebuah tangan menyeretnya paksa.Ummi Rasyidah, ia menarik tangan Aisha agar segera masuk rumah untuk berdandan dan tak lama-lama berpamitan."Terima kasih, Arash! Kini saya percaya, bahwa lelaki bajingan sepertimu pandai menepati janji," bisik Ummi Rasyidah. " Ingat, kau tinggal urus surat cerai kalian, agar Aisha bisa segera menikah selepas Iddah,"Hati Arash menjerit menerima berita yang begitu menyayat luka. Tangannya hanya mengenggam angin dengan hampa melihat Aisha yang melangkah semakin menjauh memasuki rumah yang digiring para santrinya."Aisha, mandilah. Kamu harus bersiap diri untuk menyambut mereka," pinta ummi Ras
"Memangnya kenapa, Dek?" Fahmi yang terkesiap atas permintaan Nurma yang tiba-tiba. Segera memindahkan makanan yang telah tertata di atas meja sehingga tangannya bisa terulur. "Kita belum makan!""Enggak kok, Mas! Aku sudah kenyang!" Jawab Nurma segera memangku anaknya yang berusia lima tahun itu."Tapi, Dek!" Sanggahan Fahmi laksana harapan yang terbang ke awan berhembus angin kehampaan. Nurma, wanita yang telah ia nikahi atas dasar tanggung jawab karena ada janin yang dikandungnya, janin yang tak diketahui entah siapa ayahnya, telah melenggang pergi.Sehingga, mau tau tidak. Fahmi bangkit dan mengejar sang istri yang bersikap aneh tiba-tiba.Sedangkan dipojok ruangan, Mata Faruq menelisik saat ia melihat orang yang sedari tadi menatap ke arahnya, dengan tatapan ketakutan."Tunggu disini, Dek!" Pintanya pada Rumanah, Namun matanya tak lepas terus menatap wanita yang berlari dikejar pasangannya. "Gerry, ayo k
🍁🍁🍁Aisha, ia memilih untuk melaksanakan shalat maghrib secara munfarid. Meskipun, kehadirannya di lingkungan pondok pesantren sudah diketahui para santri. Tapi, rasanya ia sangat malu jika berpapasan dengan mereka. Banyak para santriah yang meminta izin untuk bertemu dengannya, pun selalu diminta uminya untuk menolak. Dengan alasan, masih ingin merehatkan tubuhnya dan membutuhkan ketenangan.Saat Aisha telah selesai membaca mashaf, netra matanya dikejutkan dengan bayangan yang kembali melintas dari balik jendela."Mas Arash?" tanya Aisha. Ia segera mencium mushaf dan meletakkannya di atas meja."Mas Arash? Datang lagi?""Aisha, maafkan aku. Aku sengaja datang lagi ke tempat ini untuk melihatmu sebentar saja, sebelum kau resmi menerima lamaran Gus Faruq," ucap Arash dari bawah jendela. Ia sedikit menjinjit dan berpegangan pada kusen jendela."Mas, aku tak...
"Ummi, apapun yang dilakukan Arash. Aisha tetap belum siap membuka hati ini, rasa sakit atas perlakuannya waktu itu, bertekad membuat keputusan bertanda tangan darah membuat hati Aisha ini seolah terkunci, Ummi!"Ummi Rasyidah menarik napas kasar, Ia faham akan perasaan putrinya pasti akan sangat perih dan tak berperi. Harga diri serta kehormatan seolah dipandang sebelah mata. Tapi, Tak sepenuhnya ini salah Arash, karena nyatanya. saat itu ia meminta Arash untuk tidak menyentuh Aisha padahal wanita berniqab sedang menempati posisi sebagai istrinya. Dan, dengan kehadiran Rayyan disini. Wanita yang telah lama menyandang gelar janda ini yakin. bahwa saat itu juga Arash telah benar-benar mencintai Aisha. Meskipun keputusan yang bertanda tangan darah itu telah menjadi garis takdir Aisha."Maafkan ummi, Aish!" Lirihnya tak kuasa. Ia merangkul putrinya dengan erat. Harta dan keluarga satu-satunya yang dia miliki.🍁🍁🍁Gerry me
"Sudahlah, Ummi!" Potong Gus Faruq seraya meminta Aisha untuk mengulurkan tangan menuju penyematan cincin berlian. Namun, sebuah senyuman tersungging saat menyusuri seluruh tubuh Aisha yang tertutup dengan gamis lebarnya."Alhamdulillah, akhirnya cincin itu sudah tersemat, artinya kamu sudah menjadi tanggung jawab Faruq," ucap H. Hameed saat melihat cincin itu tersemat di jari yang memang punggung tangannya terhalang oleh handshock.H. Hameed memang menginginkan Aisha jadi menantunya, sehingga saat tahu Aisha sudah menikah, ia tak mempermasalahkannya. Apalagi, Gus Faruq. Anaknya sendiri yang mengatakan akan tetap setia.🍁🍁🍁Arash, ia kembali ke rumaih yang langsung di sambut oleh Tomo dan Bean, bahkan Ucok dan satu preman lagi nampak antusias menyambut kedatangan boss mereka yang terlihat lunglai."Boss, kami ikut prihatin ya atas kejadian yang telah menimpa," ucap Tomo sambil men