Aisha menitikan mata saat melihat apa yang di sodorkan oleh lelaki yang bertugas menjaga rumah, tempat tinggal yang pernah memiliki kisah dengan Arash beberapa minggu yang lalu."Ini...?" Lirihnya seraya terisak, tak sanggup melanjutkan kata yang seolah tercekat di tenggorokan. Dengan berat, membuka lembaran putih digenggamnya. "Apa...ma-maksud se-sem-ua ini, Pak..?"Aisha masih berusaha untuk menahan gejolak di dada, demi sebuah jawaban dari sang penjaga. H. Karim yang melihat itu, langsung meraih kertas di tangan Aisha."Itu surat dari bang Arash, Pak. Dia menitipkan surat-surat berharga tentang restaurant yang ia hibahkan untuk nyonya Aisha. Dia, meminta Hubungi nomor dalam surat itu untuk informasi lebih lanjut!" Dengan debaran tak karuan, satpam itu menjelaskan.Aisha, seketika tubuhnya serasa ambruk dan lemas seolah tak bertulang. Dunia seakan runtuh dan menimpa hanya dirinya seorang.
"Maksudmu?" Tanya yang begitu terhenyak terucap dari bibir Aisha."Ya, Anna tahu teh. Sebenarnya, sikap Rum bisa dikatakan lancang, Rumanah berbalik, menatap Aisha dengan seksama. "Masih ada beberapa waktu untuk mempertimbangkan keputusan ini, Teh!"Aisha, ia mengerjapkan mata sesaat. Meskipun, apa yang terucap dari mulut Rumanah ada benarnya, Arash tak tahu entah dimana rimbanya. Tapi, tekanan Gus Faruq yang tak menginginkan mengurus anak dari pria lain, membuat wanita berbulu mata lentik itu membulatkan tekad, bahwa tetap akan bersikukuh pada keputusannya yang semula."Tetaplah menikah dengannya, Rum. Cintamu layak berlabuh pada makhluk," gumam Aisha pelan dengan patah-patah. "Anna yakin, dia bisa membimbingmu ke jalan syurga!""Tapi, bagaimana dengan bayi di rahimmu? Ia butuh sosok ayah," Sebelum mengangguk sempurna. Rumanah sengaja mempertanyakan agar tindakannya tidak salah.Ais
"Semoga saja, setelah ini tidak ada kejadian yang tak terduga. Apa Perlukah aku selidik?" Aula yang semula dihiasi dengan kerumunan banyak orang. Kini mulai sedikit senggang. Waktu selanjutnya menuju sesi ramah tamah para tamu. Pernikahan yang memang mendadak ini dilakukan cukup meriah, Grup Hadroh yang bertugas menyambut para tamu, diambil dari pesantren ini sendiri. Pun, yang datang bukan hanya para ustadz. Melainkan para pejabat dan pembisnis hebat."Kau senang kan dengan pernikahan ini?" Sindir ummi Nayla yang tidak sengaja berselingan, sambil menatap sinis pada Aisha. "Ini kan yang kau inginkan, hai wanita shalehah?""Tidak, Ummi. Aisha sama sekali tidak berniat dan tidak bahagia dengan semua ini," sanggah Aisha cepat. Suaranya kian serak karena sedari tadi menahan tangis yang semakin terisak. Bukan menangisi pernikahan Gus Faruq dan Rumanah. Ia, hanya menangisi nasib dirinya yang malang.
"Menurut saya...." Sang Rois menggantung ucapannya. Malu, karena telah mendahului gurunya yang belum mengatakan pendapat."Mohon maaf, pak kyai! Saya takut salah!" Undur Qomarudin membatalkan ucapannya. "Kita hanya manusia, Qomar!" Sahut kyai Samsul dengan lembut seraya melirik ke arah lelaki yang menjabat sebagai Rais. Kemudian ia menoleh kembali pada lelaki bertato yang ia temui dini hari dalam sumur."Kamu lelaki yang bertekad datang ke tempat ini, untuk membersihkan dirimu dari noda-noda hitam Kehidupan, dan ingin kembali ke jalan yang benar, Nak!" Tutur ustadz Samsul dengan bijaksana. Ia menatap penuh harap pada lelaki gondrong dan bertato yang berada tepat di hadapannya.Apa? Seketika Arash merasa lemas. Kenapa kyai di hadapannya mengatakan hal yang sesungguhnya bertentangan dengan kenyataan?Arash, betapa seperti ada sebilah pisau yang menggores ulu hatinya. Ia, lelaki yang hendak membunuh,
Ketika tubuh lelaki yang duduk tak bergerak itu, tiba-tiba rubuh dan hampir terjatuh pada lantai, membuat Aisha seketika memekik histeris."Ayaaaaaaaah!"Tangisan histeris Aisha menggema ke seluruh ruangan. Tangan bergetar itu menggoyang-goyangkan tubuh sang ayahanda yang sudah kaku dan pucat serta sedikit memutih tapi bercahaya."Ayah, Maafkan Aisha ayah!" Ratap wanita yang menggunakan niqab itu dengan tangisan pilu. Tangannya memeluk tubuh manusia yang ternyata sudah tidak bernyawa itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Aisha, Ayah. Kenapa ayah pergi secepat ini? Ayah mengatakan bahwa Aisha harus kuat, tapi kenapa ayah pergi? Ayah benci Aisha?"Tenggelam dalam tangisan akan kesalahan dan kehilangan, Tiba-tiba sebuah tangan menarik jilbab Aisha sehingga wajah wanita itu tercekat dan kepalanya menengadah."Semua ini gara-gara kamu, Aisha!"Plak!Satu tam
"Tidak tahu, bang. Tapi perlu abang tahu bahwa nyonya Aisha...""Kenapa dia?" Sewot Arash tak sabar."Aisha hamil, Bang!""Apa?" Pekikan Arash membuat beberapa santri yang berada di kobong itu spontan menoleh. "H-ha-hamil?" Tegas Arash lagi dengan tangan menutup mulut. Tak kuasa mendengar berita yang begitu istimewa ini."Iya, Bang! Mereka datang dan mempertanyakan keberadaan Abang," Jawab Tomo dari sebrang telepon. "Saya mendapatkan berita ini dari Ucok, karena dia berharap dapat kabat keberadaan boss lewat saya!"Arash terdiam, ia masih mencerna kabar yang membuat seperti ada ribuan cahaya pelangi di matanya. Namun, masih terhalang kabut keraguan dan malu diri."Kami ingin berkumpul dengan Abang, Abang dimana sekarang?" Setelah lama diam, akhirnya pertanyaan itu terlontar dari Tomo, sehingga hatinya berharap akan sedikit mendapatkan kabar tentang lelaki yang selama ini jadi tuannya. "Boss baik-baik saja!""Tak perlu tahu dimana keberadaan gue, dan Jangan ragukan gue, gue disini ba
"Silakan duduk dulu, Ummi!" Perintah Faruq dengan sopan. "Darimana ummi dan Aby tahu tempat tinggal Faruq ini?"Saat ummi Nayla akan menjawab. Tiba-tiba Sorot matanya menangkap dua wanita yang berdiri seperti mengintip ke arahnya."Mereka siapa, Nak?""Mereka siapa?" tanya Gus Faruq pura-pura tidak tahu."Itu, mereka yang berdiri di balik pintu!" Tunjuk ummi Nayla dengan diikuti tatapan oleh Faruq, Rumanah dan Ustadz Hameed. "Kok pakaiannya bukan tipe keluarga kita ya?""Mereka siapa, Faruq?" Kali ini, Ustadz Hameed yang bertanya dengan sedikit tegas dan menekan. Sorot mata Faruq langsung memerah saat melihat dua wanita itu hanya tersenyum manis menyambut kedatangan mertuanya meskipun dari kejauhan."Aby, jangan garang seperti itu lah!" Tegur Faruq seraya mengambil peluang untuk memutar otak. "Mereka hanya pembantu disini, By!"Apa?"Rumanah dan ummi Nayla sponta
Bersamaan itu pula, pria yang baru berhijrah itu tengah berjalan terburu-buru, bahkan sedikit berlari seraya menunduk menuju dapur ummu Salamah. Dan tiba-tiba....Bruk!Aw!Dua manusia yang sesungguhnya adalah dua hati yang sama-sama merindu, bertabrakan."Afwan, Ukhty!" Arash yang menunduk, mengangkat wajahnya, seraya segera membetulkan topinya yang hampir lepas dari kepalan yang rambutnya sudah di cukur itu. Ia bangkit dan mengambil kompan galon yang konon akan diisi air masak."Tidak apa-apa kok, Mas!" Sahut Aina, wanita itu membantu membangunkan Aisha yang tersimpuh di tanah akibat tertubruk seraya menepuk-nepuk gamisnya dari debu.Arash, melihat sosok wanita yang menggunakan niqab, fikirannnya langsung melesat pada sosok Aisha. Bentuk tubuh serta harum wanginya pun mengingatkan pada sosok wanita yang sangat ia rindukan. Lelaki yang baru berhijrah itu menga