PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)BAB 105Kredit Emas!Aku mengikuti langkah kaki Mbak Suci untuk masuk ke dalam rumah Ibu, di sana sudah ada Ibu dan juga kedua orang paruh baya yang dipanggil oleh Ibu, dengan sebutan ‘Mbak Yu, dan juga Mbak Jum’ itu.Jemariku bergetar pelan, dan bahkan bulu kudukku meremang dan berdiri. Aku sangat takut dengan respon yang akan Ibu berikan, saat mendengar ucapan Kak Suci tadi, entah kenapa walaupun bukan aku yang berbuat tetapi aku yang merasa ketakutan.Saat Mbak Suci sudah mendudukkan dirinya di sofa, aku langsung bergegas ke arah dapur untuk membuatkan mereka minum. Namun ternyata Ibu malah ikut bangkit, dan berpamitan kepada dua orang tamunya itu."Tunggu sebentar ya, Yuk Jum, Suci, kalau memang mau bertemu sama bapaknya Aji juga, biar aku bangunkan dulu. Soalnya suamiku lagi tidur, Yuk," kata Ibu sambil berjalan untuk kembali masuk ke kamar.Saat kami berjalan berdampingan di lorong, aku bisa mendengar Ibu yang berbisik, "me
286. Kredit Emas! (Bagian B)“Bingung? Bingung kenapa, Yuk? Ya sudah bilang saja, kalau aku dan bapaknya Aji bisa membantu ya pasti kami bantu,” kata Ibu dengan lembut.“Begini loh, Sri, Am. Aku ini sebenarnya tidak enak mau ngomong sama kalian, karena kalian sama sekali tidak bersangkutan dengan hal ini,” kata Bude Jum lagi, dia menatap Mbak Suci.“Memangnya ngomong opo toh, Yuk? Jangan buat kami penasaran seperti ini, aku jadi deg-degan loh,” sahut Ibu sambil tertawa kecil.“Begini, Sri. Lima bulan yang lalu, menantumu— si Lisa mengambil kreditan emas kepadaku,” kata Bude Jum dengan penuh kehati-hatian.Dan aku langsung bisa melihat Ibu dan juga Bapak yang langsung melotot, dan saling berpandangan. Sepertinya mereka sudah bisa menarik kesimpulan, tentang apa maksud kedatangan Bude Jum ke sini, tidak lain dan tidak bukan pasti tentang Lisa.“Maaf, Yuk. Maksudnya bagaimana, ya?” tanya Bapak, dengan raut bingung yang terlihat jelas di wajah tuanya.“Lima bulan yang lalu, Lisa mengambil
287. Kredit Emas! (Bagian C)“Iya, Yuk. Yayuk tenang saja, kami mengerti kok,” balas Ibu sambil menghela nafas panjang.“Apakah benar, dia memang pergi ke rumah orang tuanya dan tinggal di sana, Sri?” tanya Bude Jum sambil menatap Ibu dengan penuh pertanyaan. “Soalnya tadi, dia juga bilang kalau dia akan tinggal di rumah orang tuanya dan tidak akan kembali lagi ke desa ini,” lanjut Bude Jum lagi.“Entahlah, Yuk. Aku juga belum jelas bagaimana permasalahan mereka, tapi aku yakin kalau Aji dan juga Lisa pasti bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin, karena mereka sudah dewasa, dan sudah mempunyai anak dua,” kata Ibu sambil tersenyum kecil.Bude Jum sepertinya sudah mengerti, kalau Ibu tidak ingin membahas hal ini lagi. Makanya dia langsung berpamitan bersama Mbak Suci, mereka pulang setelah berbahasa-basi sebentar kepada Ibu dan juga Bapak.Bapak dan Ibu kemudian menghela nafas dengan kompak, mereka menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, dan menatap langit-langit ruangan, lagi-lagi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)288. Telpon dari Lisa (Bagian A) Malam ini kami melakukan kegiatan bakar-bakar di depan rumah seperti yang sudah direncanakan, Emak, Bapak dan juga Ibu berada di dalam. Mereka sedang berbincang-bincang kecil di ruang tamu, sedangkan aku dan juga Aina bagian tugas menjaga toko.Sedangkan yang membakar ikan, ayam, dan juga jagung, di halaman adalah tugas Mas Abi, Mas Aji, dan juga Joko. Anak buah Mas Aji itu ikut ke sini, karena dia tahu kami akan melakukan kegiatan bakar-bakar malam ini.Karena persediaan makanan kami memang banyak, jadi rasanya tidak masalah jika Joko juga ikut makan di sini. Hitung-hitung untuk meramaikan keadaan, dengan segala celetukan dan juga tingkah konyolnya.Aku sedang duduk di kursi depan, sedangkan Aina duduk di meja kasir. Dia sedang mengerjakan tugasnya yang entah apa aku tidak tahu, katanya besok harus dikumpul. Jadi mereka malam ini melakukan kerja kelompok secara online.Saat aku sedang asik-asika
289. Telpon dari Lisa (Bagian B) Kali ini dia menoleh dan menatapku dengan pandangan bertanya, sedangkan aku yang ditatap sebegitu rupa langsung merasa bingung. Nasihat apa yang bisa aku beri kepada Mas Aji."Ya, aku nggak tahu, Mas. Jangan tanya aku!" kataku sambil mendengus. "Lagian, kalau Mas itu nggak berbuat, ya udah! Nggak usah dipusingkan! Kalau wali murid itu datang, Mas tinggal bilang kalau Mas itu tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Lagi pula, yang guru di sana kan Mbak Lisa, bukan Mas Aji. Ya jadi Mas Aji nggak punya kewajiban buat bertanggung jawab akan hal itu, dong!" kataku lagi."Iya sih, Mas juga punya pemikiran seperti itu. Tetapi apa mereka akan percaya, Dek? Bagaimanapun juga, Mas malu lah kalau didatangi orang setiap hari untuk menagih hutang," kata Mas Aji lagi dengan dengusan nafas yang terdengar kasar."Mau percaya, nggak percaya, itu urusan mereka, Mas. Yang penting, Mas udah menjelaskan kalau sama sekali tidak tahu menahu sedikitpun mengenai uang tabunga
290. Telpon dari Lisa (Bagian C) "Haduh, anak zaman sekarang pakai diet-diet ya, Bu. Padahal zaman kita dulu tidak ada diet-diet seperti ini," kata Ibu sambil terkekeh kecil. "Biar saja, kan bisa untuk dimakan nanti lagi. Wong ini juga masih banyak kok," kata Ibu tetap bersikeras, dia meletakkan piring untuk Aina di atas meja teras dan menutupinya dengan piring yang satunya lagi.Kami makan dengan lahap, diselingi dengan pembicaraan-pembicaraan kecil yang mengundang gelak tawa. Joko cukup ampuh untuk mencairkan suasana, sepertinya tidak rugi jika membawa Joko datang ke dalam suatu pertemuan nantinya.Saat sudah selesai makan, aku segera membereskan piring-piring dan juga bekas makan kami tadi. Sedangkan di atas tikar masih ada gelas-gelas yang berisi sirup, dan juga senampan lagi daging ayam dan juga jagung bakar di sana.Setelah membereskan semuanya aku kembali ikut duduk di teras, dan duduk di samping Mas Abi yang sedang berbincang seru dengan Emak dan juga Ibu. Sedangkan Bapak, Ma
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)291. Talak yang jatuh! (Bagian A)Aku bisa melihat Emak yang memberikan kode agar aku tidak menyahuti ucapan Lisa, walaupun aku ingin sekali mengucapkan sumpah serapah kepadanya, tetapi tatapan yang Emak berikan seolah mengatakan kepadaku, kalau lebih baik aku diam daripada melawan.[Bagaimana bisa kalian itu melakukan acara di rumahmu? Sedangkan aku dan juga keponakan kalian baru saja pergi tadi siang? Hah? Kalian itu memang tidak punya otak, ya! Heran aku melihat kalian, apa kalian tuh tidak ada khawatirnya sedikitpun kepada Naufal dan juga Salsa? Hah?] tanya Lisa dengan nada yang menggebu-gebu."Naufal dan juga Salsa itu pergi bersama Mbak, bukan bersama orang lain. Lalu apa yang harus kami khawatirkan? Toh, mereka pergi bersama ibunya sendiri, bukan dengan orang asing," sahutku sambil memutar bola mataku dengan malas.Aku bisa melihat Ibu dan juga Bapak, yang tengah mengelus dada dan menggeleng kecil karena melihat dan menden
292. Talak yang jatuh! (Bagian B)[Heh, kamu kira aku ini orang susah? Nggak mampu bayar sewanya? Bayari hp-mu yang murahan itu aja aku mampu, belinya sepuluh biji aku juga mampu, bahkan aku bisa beli pabriknya sekalian!] Kata Mbak Lisa dengan nada menggebu-gebu."Halah, sak karepmu lah, Mbak. Ya sudah, aku tutup dulu teleponnya. Assalamualaikum!" kataku berpamitan.Aku lalu menutup teleponnya dengan cepat, dan mematikan ponselku. Karena aku sudah muak mendengar ocehan Lisa, dia benar-benar seperti Mak Lampir yang kalau berbicara dengan nada cempreng dan juga dengan kecepatan 400 km/jam."Lihat, kan? Sudah aku bilang, nggak usah angkat teleponnya. Omongan dia itu sama sekali tidak ada faedahnya, kalau menelpon orang pasti hanya merecoki dan juga membuat onar," kata Mas Aji sambil mencibir."Ya, yang nyuruh kan Emak sama Ibu, Mas," kataku sambil mencebik sinis."Ya nggak apa-apa, Nak Aji. Seenggaknya kita tahu kalau Nak Lisa baik-baik saja di sana, begitu juga dengan Naufal dan juga Sa
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata