289. Telpon dari Lisa (Bagian B) Kali ini dia menoleh dan menatapku dengan pandangan bertanya, sedangkan aku yang ditatap sebegitu rupa langsung merasa bingung. Nasihat apa yang bisa aku beri kepada Mas Aji."Ya, aku nggak tahu, Mas. Jangan tanya aku!" kataku sambil mendengus. "Lagian, kalau Mas itu nggak berbuat, ya udah! Nggak usah dipusingkan! Kalau wali murid itu datang, Mas tinggal bilang kalau Mas itu tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Lagi pula, yang guru di sana kan Mbak Lisa, bukan Mas Aji. Ya jadi Mas Aji nggak punya kewajiban buat bertanggung jawab akan hal itu, dong!" kataku lagi."Iya sih, Mas juga punya pemikiran seperti itu. Tetapi apa mereka akan percaya, Dek? Bagaimanapun juga, Mas malu lah kalau didatangi orang setiap hari untuk menagih hutang," kata Mas Aji lagi dengan dengusan nafas yang terdengar kasar."Mau percaya, nggak percaya, itu urusan mereka, Mas. Yang penting, Mas udah menjelaskan kalau sama sekali tidak tahu menahu sedikitpun mengenai uang tabunga
290. Telpon dari Lisa (Bagian C) "Haduh, anak zaman sekarang pakai diet-diet ya, Bu. Padahal zaman kita dulu tidak ada diet-diet seperti ini," kata Ibu sambil terkekeh kecil. "Biar saja, kan bisa untuk dimakan nanti lagi. Wong ini juga masih banyak kok," kata Ibu tetap bersikeras, dia meletakkan piring untuk Aina di atas meja teras dan menutupinya dengan piring yang satunya lagi.Kami makan dengan lahap, diselingi dengan pembicaraan-pembicaraan kecil yang mengundang gelak tawa. Joko cukup ampuh untuk mencairkan suasana, sepertinya tidak rugi jika membawa Joko datang ke dalam suatu pertemuan nantinya.Saat sudah selesai makan, aku segera membereskan piring-piring dan juga bekas makan kami tadi. Sedangkan di atas tikar masih ada gelas-gelas yang berisi sirup, dan juga senampan lagi daging ayam dan juga jagung bakar di sana.Setelah membereskan semuanya aku kembali ikut duduk di teras, dan duduk di samping Mas Abi yang sedang berbincang seru dengan Emak dan juga Ibu. Sedangkan Bapak, Ma
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)291. Talak yang jatuh! (Bagian A)Aku bisa melihat Emak yang memberikan kode agar aku tidak menyahuti ucapan Lisa, walaupun aku ingin sekali mengucapkan sumpah serapah kepadanya, tetapi tatapan yang Emak berikan seolah mengatakan kepadaku, kalau lebih baik aku diam daripada melawan.[Bagaimana bisa kalian itu melakukan acara di rumahmu? Sedangkan aku dan juga keponakan kalian baru saja pergi tadi siang? Hah? Kalian itu memang tidak punya otak, ya! Heran aku melihat kalian, apa kalian tuh tidak ada khawatirnya sedikitpun kepada Naufal dan juga Salsa? Hah?] tanya Lisa dengan nada yang menggebu-gebu."Naufal dan juga Salsa itu pergi bersama Mbak, bukan bersama orang lain. Lalu apa yang harus kami khawatirkan? Toh, mereka pergi bersama ibunya sendiri, bukan dengan orang asing," sahutku sambil memutar bola mataku dengan malas.Aku bisa melihat Ibu dan juga Bapak, yang tengah mengelus dada dan menggeleng kecil karena melihat dan menden
292. Talak yang jatuh! (Bagian B)[Heh, kamu kira aku ini orang susah? Nggak mampu bayar sewanya? Bayari hp-mu yang murahan itu aja aku mampu, belinya sepuluh biji aku juga mampu, bahkan aku bisa beli pabriknya sekalian!] Kata Mbak Lisa dengan nada menggebu-gebu."Halah, sak karepmu lah, Mbak. Ya sudah, aku tutup dulu teleponnya. Assalamualaikum!" kataku berpamitan.Aku lalu menutup teleponnya dengan cepat, dan mematikan ponselku. Karena aku sudah muak mendengar ocehan Lisa, dia benar-benar seperti Mak Lampir yang kalau berbicara dengan nada cempreng dan juga dengan kecepatan 400 km/jam."Lihat, kan? Sudah aku bilang, nggak usah angkat teleponnya. Omongan dia itu sama sekali tidak ada faedahnya, kalau menelpon orang pasti hanya merecoki dan juga membuat onar," kata Mas Aji sambil mencibir."Ya, yang nyuruh kan Emak sama Ibu, Mas," kataku sambil mencebik sinis."Ya nggak apa-apa, Nak Aji. Seenggaknya kita tahu kalau Nak Lisa baik-baik saja di sana, begitu juga dengan Naufal dan juga Sa
293. Talak yang jatuh! (Bagian C)Suaraku berhasil memecah keheningan, sehingga membuat yang lainnya menatapku dengan pandangan penasaran terutama Ibu, Bapak dan juga Mas Aji."Kamu mau menunjukkan apa, Dek?" tanya Mas Aji dengan raut penasaran."Sebenarnya waktu aku ke pasar tadi, aku udah dengar kabar tentang grup WA yang dibuat oleh Mbak Lisa dari Mbak Rini," kataku sambil melirik ke arah lain."Lalu?" tanya Mas Aji lagi. "Kalau ini tentang screenshot dari grup WA itu, Mas juga ada. Tadi Mas berhasil menscreenshot status dari Ruli, dan Mas udah menyimpannya ini. Jadi, kalau mbakmu mengelak Mas sudah ada bukti," kata Mas Aji sambil menunjukkan ponselnya."Bukan itu Mas," sahutku sambil menggeleng pelan."Terus apa?" tanya Mas Aji dengan kening yang berkerut dalam. "Apalagi yang dibuat sama mbakmu? Coba ngomong sama Mas, biar Mas tahu apa saja yang sudah dia lakukannya!" kata Mas Aji sambil menggeram pelan."Aku kirim aja ya, ke WA Mas," kataku sambil mengambil ponselku dan mengutak-
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)294. Ancaman Lisa (Bagian A) "AJI!"Ibu memekik dengan kuat, begitu juga dengan Emak. Kedua wanita paruh baya itu kemudian saling bertatapan, dan setelahnya kembali menatap Mas Aji dengan pandangan terkejut "Kamu keterlaluan, Nak! Kata-kata itu tidak bisa dijadikan bahan untuk bercanda, kata talak bukan hal yang main-main!" Emak berujar tegas."Hahhhhhhh …." Mas Aji menghela nafas dengan teramat panjang dan juga dalam, terlihat jelas wajahnya menunjukkan kegelisahan dan juga rasa frustasi yang amat sangat.Ponsel pintarnya masih tergenggam erat di tangannya, aku yakin benda pipih itu sudah mati karena kami tidak lagi bisa mendengar suara Lisa dari seberang sana. Wanita itu sempat memekik terkejut dan berteriak marah tadi, namun dengan cepat Mas Aji mematikan dan mengakhiri panggilan mereka.Mas Aji kembali menghela nafas, dan menyandarkan punggungnya di kursi. Dia mendongakkan kepalanya, dan menatap langit-langit dengan pandan
295. Ancaman Lisa (Bagian B)Kakak iparku itu lalu bangkit berdiri, dan dia meraih kunci motor yang ada di dekat meja."Aku pulang dulu Bi, An. Terima kasih untuk jamuan makannya," katanya sambil menatap Mas Abi dengan pandangan dalam. "Mak, Aji pamit dulu," kata Mas Aji kepada Emak.Dia memungut ponselnya yang ada di halaman, dan berjalan pergi ke arah motornya yang ada di depan toko. Tak lama kemudian suara motor KLM yang terdengar sangat khas itu mengaung, dan melaju pergi dengan amat kencang."Astaghfirullahaladzim! Bagaimana bisa Aji bersikap seperti itu? Ya Allah …." Ibu mendesah dengan lelah."Sudahlah, tidak apa-apa. Mungkin ini memang sudah keputusan Aji dan kita wajib untuk menghormatinya," sahut Emak tiba-tiba. "Lagi pula, ini masih talak satu dan mereka masih bisa rujuk. Kita hanya bisa berdoa agar hubungan mereka mendapat jalan yang paling baik, dan masalah-masalah yang menimpa Aji segera bisa terselesaikan," kata Emak lagi."Saya benar-benar tidak habis pikir, Bu. Masala
296. Ancaman Lisa (Bagian C)"Kalau begini kenyataannya, aku juga tidak menyalahkan Mas Aji," kata Mas Abi sambil mengembalikan ponselku."Jadi Mas setuju melihat Mas Aji menceraikan Mbak Lisa?" tanyaku dengan cepat."Bukan masalah setuju ataupun tidak setuju, Mas hanya bilang kalau Mas tidak menyalahkan Mas Aji sudah mengambil keputusan seperti itu. Suatu penghinaan kepada dirinya, juga keluarga dan orang tua kami khususnya. Tentu saja membuat dia berang dan juga marah," sahut Mas Abi dengan lembut. Mas Abi terlihat menghela nafas dengan amat dalam, dan mengeluarkannya dengan sangat panjang. Dia lalu menatapku dan juga menatap Emak secara bergantian, kemudian menyunggingkan senyum manis yang dia miliki."Mbak Lisa memang sudah sangat keterlaluan saat ini, dia memfitnah Ibu dan juga Bapak yang sudah memberikan apapun yang dia inginkan, dan memberikan yang keluarga mereka butuhkan. Agar mereka tidak kekurangan dan juga tidak pusing untuk memikirkan kehidupan Naufal dan juga Salsa, tet