296. Ancaman Lisa (Bagian C)"Kalau begini kenyataannya, aku juga tidak menyalahkan Mas Aji," kata Mas Abi sambil mengembalikan ponselku."Jadi Mas setuju melihat Mas Aji menceraikan Mbak Lisa?" tanyaku dengan cepat."Bukan masalah setuju ataupun tidak setuju, Mas hanya bilang kalau Mas tidak menyalahkan Mas Aji sudah mengambil keputusan seperti itu. Suatu penghinaan kepada dirinya, juga keluarga dan orang tua kami khususnya. Tentu saja membuat dia berang dan juga marah," sahut Mas Abi dengan lembut. Mas Abi terlihat menghela nafas dengan amat dalam, dan mengeluarkannya dengan sangat panjang. Dia lalu menatapku dan juga menatap Emak secara bergantian, kemudian menyunggingkan senyum manis yang dia miliki."Mbak Lisa memang sudah sangat keterlaluan saat ini, dia memfitnah Ibu dan juga Bapak yang sudah memberikan apapun yang dia inginkan, dan memberikan yang keluarga mereka butuhkan. Agar mereka tidak kekurangan dan juga tidak pusing untuk memikirkan kehidupan Naufal dan juga Salsa, tet
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)297. Perubahan Aji (Bagian A)Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, sebelum adzan subuh berkumandang, aku, Emak, dan juga Aina sudah terjaga dan berbincang kecil di kamar yang mereka tempati. Ketika adzan subuh berkumandang dari masjid yang terletak tak jauh dari rumah, kami langsung melaksanakan shalat subuh berjamaah.Sedangkan Mas Abi shalat ke masjid, jadi di rumah hanya ada aku, Emak, dan juga Aina yang melaksanakan shalat berjamaah. Setelah selesai melaksanakan melakukan kewajiban dua rakaat, kami langsung pergi ke dapur. Emak berencana membuat sambal ayam cabai hijau, karena ayam panggang yang tersisa tadi malam masih cukup banyak.Aku memetik cabai hijau dengan telaten, sedangkan Aina juga sedang mengupas bawang putih dan juga bawang merah, yang akan digunakan sebagai bahan dasar sambal hijau khas masakan andalan Emak.Sambil melaksanakan kegiatan kami masing-masing, kami saling bercanda dan juga tertawa. Sudah lama sekali r
298. Perubahan Aji (Bagian B)"Bagus dong! Itu artinya Aji mulai berubah, dan kita seharusnya merasa bangga akan hal itu. Karena dia sudah mulai menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik," kata Emak sambil tersenyum kecil."Iya, Mak. Abi sangat bahagia dengan perubahan yang Mas Aji lakukan," kata suamiku itu sambil ikut tersenyum."Mungkin saja, perpisahannya dengan Mbak Lisa memang adalah jalan yang terbaik!" sahutku tiba-tiba. "Hust! Tidak boleh bilang begitu, An!" Emak berujar mengingatkan."Ya mau gimana lagi, Mak? Buktinya saja, baru tadi malam Mas Aji dan juga Mbak Lisa berpisah tetapi lihat sekarang … perubahannya sudah cukup drastis. Mas Aji sudah mau ke masjid, loh. Bukankah itu adalah hal yang sangat bagus?" tanyaku sambil menatap Emak dengan pandangan bertanya.Emak menggeleng, dan menatapku dengan pandangan kesal. "Kamu itu kalau dibilangin, ada aja jawabannya!" kata Emak sambil merengut."Fakta, Mak." Aku terkekeh geli."Oh ya, Mbak. Mbak Lisa ada menghubungi lagi t
299. Perubahan Aji (Bagian C)"Assalamualaikum, Bu." Aku menyapa Ibu, dan berjalan mendekat."Waalaikumsalam, An. Ngapain pagi-pagi begini ke sini, Nduk?" tanya Ibu dengan heran.Setelah dekat dengan mereka berdua, aku baru bisa melihat dengan jelas kalau yang berbicara dengan Ibu tadi adalah Bi Ramlah. Bibi dari suamiku itu terlihat duduk di kursi teras, dan melambai ke arahku dengan semangat "Ini nganter lauk untuk sarapan, Bu. Tadi Emak buat sambal ayam yang tadi malam," sahutku sambil memberikan satu kotak tumorwer kepada Ibu."Bagianku mana, An? Kok, tidak ada?" tanya Bi Ramlah sambil menadahkan tangannya."Ana nggak tahu kalau Bibi ada di sini," sahutku sekenanya, sambil ikut mengambil tempat duduk di samping Bi Ramlah. "Lagian ngapain pagi-pagi begini sudah ngerumpi di sini, Bi? Bibi tidak punya pekerjaan lain? Nanti kalau Pak Lek mau pergi bekerja, terus tidak ada yang bisa dimakan. Pak Lek bakalan marah, loh!" kataku sambil mencebik."Gampang, nanti sekalian pulang aku tingg
Assalamualaikum, hai guys. Terimakasih banyak karena kalian udah baca cerita aku, dan aku harap kalian mau membaca verita aku yang lain.1. IKRAR TALAK UNTUKKU, ADALAH MAHAR YANG KAU PINTA DARI SUAMIKUCeritanya menarik, dengan perselingkuhan yang terjadi antara suami Sayaka dan juga sahabatnya sendiri.2. Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua LemasPerjuangan Ellena di tengah keluarga toxic suaminya.3. KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU (BARU)Keysa yang seorang dosen, harus menelan pil pahit, saat seorang pebisnis muda yang bernama Risa Andromeda mengaku sebagai selingkuhan suaminya yang seorang Abdi negara dan juga keturunan keraton.Terimakasih semuanya, semoga Allah semakin melimpahkan rezeki dan juga kesehatan untuk kita semua...Bye.. ❤️❤️Aksara Ocean.. ❤️🥰
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)300. Bi Ramlah Emosi (Bagian A)"Mas?!" Aku memekik, merasa tidak percaya dengan keberadaan Mas Aji yang ada di sini. Dia keluar dari dalam rumah dan mendudukkan dirinya di samping Ibu, Bi Ramlah yang ada di sampingku langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Mas Aji dengan pandangan tajam."Maksud kamu apa, Ji?" tanya Bi Ramlah dengan cepat. "Ada apa sebenarnya? Hm? Istrimu itu nangis-nangis tengah malam buta, nelpon Bibi dan bilang kalau dia udah kamu cerai! Ada apa? Hm?" tanya Bi Ramlah bertubi-tubi, dengan nada bingung.Mas Aji tak menjawab, dia hanya diam dan menatap ke arah depan halaman dengan pandangan menerawang. Mas Abi benar, Kakak iparku ini terlihat amat berubah. Dia masih memakai baju koko dan juga sarungnya, dan aku yakin dia langsung ke sini setelah dari masjid tadi.Wajah Mas Aji memang masih lesu, dan juga terlihat kuyu, tapi ada ketenangan di sana. Mungkin saja, karena dia yang sudah menyampaikan keluh kesahnya
301. Bi Ramlah Emosi (Bagian B)"Bagaimanapun juga apa yang sudah aku beri kepada mereka, sudah dimakan oleh anak dan juga cucuku. Jadi tidak usah dibicarakan lagi perkara hal itu," lanjut Ibu lagi."Ya iya, Mbak. Tapi aku kesel dengarnya, loh. Pengen motor, dibeliin. Pengen rumah, dibuatkan. Pengen perhiasan, tinggal minta. Eh, malah tidak tahu terima kasih. Siapa yang nggak geram kalau seperti itu?" jawab Bi Ramlah dengan sinis."Kecilkan suaramu, Ram. Masmu sedang tidur, baru saja tertidur setelah shalat subuh tadi. Satu malaman dia tidak bisa tidur, dan gelisah terus menerus. Aku sampai kasihan melihatnya," kata Ibu mengingatkan.Bi Ramlah langsung menutup mulutnya dengan rapat, dia kemudian menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi dan melipat kedua tangannya di depan dada. Terlihat jelas kalau Ramlah masih ingin mengeluarkan unek-uneknya, tetapi karena Bapak memang masih beristirahat di dalam, jadi Bi Ramlah terpaksa menahan segalanya.Aku yakin, jika saat ini Lisa berada di sini
302. Bi Ramlah Emosi (Bagian C)"Eh, ralat! Bukan istrimu, tetapi mantan istrimu. Dia itu sudah gendeng, sudah kehilangan kewarasan, sudah kehilangan akal!" kata Bi Ramlah dengan sangat menggebu-gebu."Sudahlah, Ram. Kalau kamu mengumpati Lisa, itu artinya kamu juga seperti dia, dan kamu itu sudah berdosa. Pagi-pagi begini kok, sudah panen dosa, sih!" kata Ibu mengingatkan."Gimana aku nggak mengumpat, Mbak. Wong dia saja itu memang minta diumpati," sahut Bi Ramlah cepat."Pokoknya kamu nggak usah mengangkat dan juga membalas panggilan maupun pesan dari dia. Biarkan saja biar dia capek sendiri," kata Mas Aji mengingatkan."Iya, Mas. Aku juga nggak mau ngangkat panggilan dari Mbak Lisa, kok. Begitu juga dengan pesannya, aku tidak membalas satupun pesan yang dia kirimkan," sahut-ku sambil mengangguk mengerti."Halah, balas saja! Bilang kalau masmu itu memang sudah tidak mencintai dia lagi, dan menceraikannya karena mulutnya yang busuk itu!" kata Bi Ramlah dengan semangat."Nggak usah la