298. Perubahan Aji (Bagian B)"Bagus dong! Itu artinya Aji mulai berubah, dan kita seharusnya merasa bangga akan hal itu. Karena dia sudah mulai menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik," kata Emak sambil tersenyum kecil."Iya, Mak. Abi sangat bahagia dengan perubahan yang Mas Aji lakukan," kata suamiku itu sambil ikut tersenyum."Mungkin saja, perpisahannya dengan Mbak Lisa memang adalah jalan yang terbaik!" sahutku tiba-tiba. "Hust! Tidak boleh bilang begitu, An!" Emak berujar mengingatkan."Ya mau gimana lagi, Mak? Buktinya saja, baru tadi malam Mas Aji dan juga Mbak Lisa berpisah tetapi lihat sekarang … perubahannya sudah cukup drastis. Mas Aji sudah mau ke masjid, loh. Bukankah itu adalah hal yang sangat bagus?" tanyaku sambil menatap Emak dengan pandangan bertanya.Emak menggeleng, dan menatapku dengan pandangan kesal. "Kamu itu kalau dibilangin, ada aja jawabannya!" kata Emak sambil merengut."Fakta, Mak." Aku terkekeh geli."Oh ya, Mbak. Mbak Lisa ada menghubungi lagi t
299. Perubahan Aji (Bagian C)"Assalamualaikum, Bu." Aku menyapa Ibu, dan berjalan mendekat."Waalaikumsalam, An. Ngapain pagi-pagi begini ke sini, Nduk?" tanya Ibu dengan heran.Setelah dekat dengan mereka berdua, aku baru bisa melihat dengan jelas kalau yang berbicara dengan Ibu tadi adalah Bi Ramlah. Bibi dari suamiku itu terlihat duduk di kursi teras, dan melambai ke arahku dengan semangat "Ini nganter lauk untuk sarapan, Bu. Tadi Emak buat sambal ayam yang tadi malam," sahutku sambil memberikan satu kotak tumorwer kepada Ibu."Bagianku mana, An? Kok, tidak ada?" tanya Bi Ramlah sambil menadahkan tangannya."Ana nggak tahu kalau Bibi ada di sini," sahutku sekenanya, sambil ikut mengambil tempat duduk di samping Bi Ramlah. "Lagian ngapain pagi-pagi begini sudah ngerumpi di sini, Bi? Bibi tidak punya pekerjaan lain? Nanti kalau Pak Lek mau pergi bekerja, terus tidak ada yang bisa dimakan. Pak Lek bakalan marah, loh!" kataku sambil mencebik."Gampang, nanti sekalian pulang aku tingg
Assalamualaikum, hai guys. Terimakasih banyak karena kalian udah baca cerita aku, dan aku harap kalian mau membaca verita aku yang lain.1. IKRAR TALAK UNTUKKU, ADALAH MAHAR YANG KAU PINTA DARI SUAMIKUCeritanya menarik, dengan perselingkuhan yang terjadi antara suami Sayaka dan juga sahabatnya sendiri.2. Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua LemasPerjuangan Ellena di tengah keluarga toxic suaminya.3. KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU (BARU)Keysa yang seorang dosen, harus menelan pil pahit, saat seorang pebisnis muda yang bernama Risa Andromeda mengaku sebagai selingkuhan suaminya yang seorang Abdi negara dan juga keturunan keraton.Terimakasih semuanya, semoga Allah semakin melimpahkan rezeki dan juga kesehatan untuk kita semua...Bye.. ❤️❤️Aksara Ocean.. ❤️🥰
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)300. Bi Ramlah Emosi (Bagian A)"Mas?!" Aku memekik, merasa tidak percaya dengan keberadaan Mas Aji yang ada di sini. Dia keluar dari dalam rumah dan mendudukkan dirinya di samping Ibu, Bi Ramlah yang ada di sampingku langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Mas Aji dengan pandangan tajam."Maksud kamu apa, Ji?" tanya Bi Ramlah dengan cepat. "Ada apa sebenarnya? Hm? Istrimu itu nangis-nangis tengah malam buta, nelpon Bibi dan bilang kalau dia udah kamu cerai! Ada apa? Hm?" tanya Bi Ramlah bertubi-tubi, dengan nada bingung.Mas Aji tak menjawab, dia hanya diam dan menatap ke arah depan halaman dengan pandangan menerawang. Mas Abi benar, Kakak iparku ini terlihat amat berubah. Dia masih memakai baju koko dan juga sarungnya, dan aku yakin dia langsung ke sini setelah dari masjid tadi.Wajah Mas Aji memang masih lesu, dan juga terlihat kuyu, tapi ada ketenangan di sana. Mungkin saja, karena dia yang sudah menyampaikan keluh kesahnya
301. Bi Ramlah Emosi (Bagian B)"Bagaimanapun juga apa yang sudah aku beri kepada mereka, sudah dimakan oleh anak dan juga cucuku. Jadi tidak usah dibicarakan lagi perkara hal itu," lanjut Ibu lagi."Ya iya, Mbak. Tapi aku kesel dengarnya, loh. Pengen motor, dibeliin. Pengen rumah, dibuatkan. Pengen perhiasan, tinggal minta. Eh, malah tidak tahu terima kasih. Siapa yang nggak geram kalau seperti itu?" jawab Bi Ramlah dengan sinis."Kecilkan suaramu, Ram. Masmu sedang tidur, baru saja tertidur setelah shalat subuh tadi. Satu malaman dia tidak bisa tidur, dan gelisah terus menerus. Aku sampai kasihan melihatnya," kata Ibu mengingatkan.Bi Ramlah langsung menutup mulutnya dengan rapat, dia kemudian menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi dan melipat kedua tangannya di depan dada. Terlihat jelas kalau Ramlah masih ingin mengeluarkan unek-uneknya, tetapi karena Bapak memang masih beristirahat di dalam, jadi Bi Ramlah terpaksa menahan segalanya.Aku yakin, jika saat ini Lisa berada di sini
302. Bi Ramlah Emosi (Bagian C)"Eh, ralat! Bukan istrimu, tetapi mantan istrimu. Dia itu sudah gendeng, sudah kehilangan kewarasan, sudah kehilangan akal!" kata Bi Ramlah dengan sangat menggebu-gebu."Sudahlah, Ram. Kalau kamu mengumpati Lisa, itu artinya kamu juga seperti dia, dan kamu itu sudah berdosa. Pagi-pagi begini kok, sudah panen dosa, sih!" kata Ibu mengingatkan."Gimana aku nggak mengumpat, Mbak. Wong dia saja itu memang minta diumpati," sahut Bi Ramlah cepat."Pokoknya kamu nggak usah mengangkat dan juga membalas panggilan maupun pesan dari dia. Biarkan saja biar dia capek sendiri," kata Mas Aji mengingatkan."Iya, Mas. Aku juga nggak mau ngangkat panggilan dari Mbak Lisa, kok. Begitu juga dengan pesannya, aku tidak membalas satupun pesan yang dia kirimkan," sahut-ku sambil mengangguk mengerti."Halah, balas saja! Bilang kalau masmu itu memang sudah tidak mencintai dia lagi, dan menceraikannya karena mulutnya yang busuk itu!" kata Bi Ramlah dengan semangat."Nggak usah la
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)303. Serangan Bi Ramlah dan Ibu (Bagian A)Ternyata yang datang ke rumah Ibu adalah Mbak Ruli dan juga Mas Badra, di belakang mereka ada juragan Karta dan di belakangnya lagi ada Pak Anwar. Mereka berempat datang ke sini dengan wajah yang terlihat sulit aku artikan.Setelah memarkirkan motornya di halaman, mereka langsung berjalan ke arah teras dan Mbak Ruli tersenyum kecil ke arahku. Masih senyum yang sama, terlihat manis dan juga bersahabat. Tapi entah kenapa, aku bisa melihat sesuatu yang lain ada di sana."Oalah, pagi-pagi sekali sudah berada di sini. Memang, ya, kalau menantu dan juga mertua seperti kalian ini patut dicontoh. Akur dan juga tidak neko-neko," kata Mbak Ruli sambil terkekeh kecil."Lah, ya iya, Rul. Namanya juga menantu dan mertua itu memang wajib akur. Sama seperti kamu dan juga mertuamu, kan akur, loh. Adem ayem, damai, enak dipandang mata," sahut Bi Ramlah sambil ikut terkekeh.“Terus Bibi ngapain ke sini pa
304. Serangan Bi Ramlah dan Ibu (Bagian B)"Wah kamu bener banget, An. Memang seharusnya kita itu jangan malu-malu. kalau mau tobat sama gusti Allah. Juragan Karta aneh sih, orang mau tobat dan berubah menjadi lebih baik lagi kok, malah dipojokkan seperti itu. Juragan Karta nggak asik, ah," sahut Bi Ramlah tiba-tiba.Nah, ini yang kusuka dari Bi Ramlah. Dia itu cepat tanggap, dan sepertinya kami akan menjadi pasangan yang ter-the best dalam memojokkan seseorang.Buktinya saja, juragan Karta langsung kicep saat mendengar ucapan Bi Ramlah yang mendukung ku tadi. Saat mataku melirik ke arah Mas Aji aku bisa melihat dia sedang menahan tawa, dengan mengalihkan pandangannya ke halaman dan pura-pura terbatuk kecil.Hendak sekali rasanya bibirku mengeluarkan dengusan kesal, untuk apa dia tertawa seperti itu? Apa dia itu tidak sadar kalau empat orang yang ada di sini sekarang ini ingin menyerangnya habis-habisan? "Amran mana, Sri? Kok, tidak ada di sini?" tanya juragan Karta tiba-tiba kepada