286. Kredit Emas! (Bagian B)“Bingung? Bingung kenapa, Yuk? Ya sudah bilang saja, kalau aku dan bapaknya Aji bisa membantu ya pasti kami bantu,” kata Ibu dengan lembut.“Begini loh, Sri, Am. Aku ini sebenarnya tidak enak mau ngomong sama kalian, karena kalian sama sekali tidak bersangkutan dengan hal ini,” kata Bude Jum lagi, dia menatap Mbak Suci.“Memangnya ngomong opo toh, Yuk? Jangan buat kami penasaran seperti ini, aku jadi deg-degan loh,” sahut Ibu sambil tertawa kecil.“Begini, Sri. Lima bulan yang lalu, menantumu— si Lisa mengambil kreditan emas kepadaku,” kata Bude Jum dengan penuh kehati-hatian.Dan aku langsung bisa melihat Ibu dan juga Bapak yang langsung melotot, dan saling berpandangan. Sepertinya mereka sudah bisa menarik kesimpulan, tentang apa maksud kedatangan Bude Jum ke sini, tidak lain dan tidak bukan pasti tentang Lisa.“Maaf, Yuk. Maksudnya bagaimana, ya?” tanya Bapak, dengan raut bingung yang terlihat jelas di wajah tuanya.“Lima bulan yang lalu, Lisa mengambil
287. Kredit Emas! (Bagian C)“Iya, Yuk. Yayuk tenang saja, kami mengerti kok,” balas Ibu sambil menghela nafas panjang.“Apakah benar, dia memang pergi ke rumah orang tuanya dan tinggal di sana, Sri?” tanya Bude Jum sambil menatap Ibu dengan penuh pertanyaan. “Soalnya tadi, dia juga bilang kalau dia akan tinggal di rumah orang tuanya dan tidak akan kembali lagi ke desa ini,” lanjut Bude Jum lagi.“Entahlah, Yuk. Aku juga belum jelas bagaimana permasalahan mereka, tapi aku yakin kalau Aji dan juga Lisa pasti bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin, karena mereka sudah dewasa, dan sudah mempunyai anak dua,” kata Ibu sambil tersenyum kecil.Bude Jum sepertinya sudah mengerti, kalau Ibu tidak ingin membahas hal ini lagi. Makanya dia langsung berpamitan bersama Mbak Suci, mereka pulang setelah berbahasa-basi sebentar kepada Ibu dan juga Bapak.Bapak dan Ibu kemudian menghela nafas dengan kompak, mereka menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, dan menatap langit-langit ruangan, lagi-lagi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)288. Telpon dari Lisa (Bagian A) Malam ini kami melakukan kegiatan bakar-bakar di depan rumah seperti yang sudah direncanakan, Emak, Bapak dan juga Ibu berada di dalam. Mereka sedang berbincang-bincang kecil di ruang tamu, sedangkan aku dan juga Aina bagian tugas menjaga toko.Sedangkan yang membakar ikan, ayam, dan juga jagung, di halaman adalah tugas Mas Abi, Mas Aji, dan juga Joko. Anak buah Mas Aji itu ikut ke sini, karena dia tahu kami akan melakukan kegiatan bakar-bakar malam ini.Karena persediaan makanan kami memang banyak, jadi rasanya tidak masalah jika Joko juga ikut makan di sini. Hitung-hitung untuk meramaikan keadaan, dengan segala celetukan dan juga tingkah konyolnya.Aku sedang duduk di kursi depan, sedangkan Aina duduk di meja kasir. Dia sedang mengerjakan tugasnya yang entah apa aku tidak tahu, katanya besok harus dikumpul. Jadi mereka malam ini melakukan kerja kelompok secara online.Saat aku sedang asik-asika
289. Telpon dari Lisa (Bagian B) Kali ini dia menoleh dan menatapku dengan pandangan bertanya, sedangkan aku yang ditatap sebegitu rupa langsung merasa bingung. Nasihat apa yang bisa aku beri kepada Mas Aji."Ya, aku nggak tahu, Mas. Jangan tanya aku!" kataku sambil mendengus. "Lagian, kalau Mas itu nggak berbuat, ya udah! Nggak usah dipusingkan! Kalau wali murid itu datang, Mas tinggal bilang kalau Mas itu tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Lagi pula, yang guru di sana kan Mbak Lisa, bukan Mas Aji. Ya jadi Mas Aji nggak punya kewajiban buat bertanggung jawab akan hal itu, dong!" kataku lagi."Iya sih, Mas juga punya pemikiran seperti itu. Tetapi apa mereka akan percaya, Dek? Bagaimanapun juga, Mas malu lah kalau didatangi orang setiap hari untuk menagih hutang," kata Mas Aji lagi dengan dengusan nafas yang terdengar kasar."Mau percaya, nggak percaya, itu urusan mereka, Mas. Yang penting, Mas udah menjelaskan kalau sama sekali tidak tahu menahu sedikitpun mengenai uang tabunga
290. Telpon dari Lisa (Bagian C) "Haduh, anak zaman sekarang pakai diet-diet ya, Bu. Padahal zaman kita dulu tidak ada diet-diet seperti ini," kata Ibu sambil terkekeh kecil. "Biar saja, kan bisa untuk dimakan nanti lagi. Wong ini juga masih banyak kok," kata Ibu tetap bersikeras, dia meletakkan piring untuk Aina di atas meja teras dan menutupinya dengan piring yang satunya lagi.Kami makan dengan lahap, diselingi dengan pembicaraan-pembicaraan kecil yang mengundang gelak tawa. Joko cukup ampuh untuk mencairkan suasana, sepertinya tidak rugi jika membawa Joko datang ke dalam suatu pertemuan nantinya.Saat sudah selesai makan, aku segera membereskan piring-piring dan juga bekas makan kami tadi. Sedangkan di atas tikar masih ada gelas-gelas yang berisi sirup, dan juga senampan lagi daging ayam dan juga jagung bakar di sana.Setelah membereskan semuanya aku kembali ikut duduk di teras, dan duduk di samping Mas Abi yang sedang berbincang seru dengan Emak dan juga Ibu. Sedangkan Bapak, Ma
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)291. Talak yang jatuh! (Bagian A)Aku bisa melihat Emak yang memberikan kode agar aku tidak menyahuti ucapan Lisa, walaupun aku ingin sekali mengucapkan sumpah serapah kepadanya, tetapi tatapan yang Emak berikan seolah mengatakan kepadaku, kalau lebih baik aku diam daripada melawan.[Bagaimana bisa kalian itu melakukan acara di rumahmu? Sedangkan aku dan juga keponakan kalian baru saja pergi tadi siang? Hah? Kalian itu memang tidak punya otak, ya! Heran aku melihat kalian, apa kalian tuh tidak ada khawatirnya sedikitpun kepada Naufal dan juga Salsa? Hah?] tanya Lisa dengan nada yang menggebu-gebu."Naufal dan juga Salsa itu pergi bersama Mbak, bukan bersama orang lain. Lalu apa yang harus kami khawatirkan? Toh, mereka pergi bersama ibunya sendiri, bukan dengan orang asing," sahutku sambil memutar bola mataku dengan malas.Aku bisa melihat Ibu dan juga Bapak, yang tengah mengelus dada dan menggeleng kecil karena melihat dan menden
292. Talak yang jatuh! (Bagian B)[Heh, kamu kira aku ini orang susah? Nggak mampu bayar sewanya? Bayari hp-mu yang murahan itu aja aku mampu, belinya sepuluh biji aku juga mampu, bahkan aku bisa beli pabriknya sekalian!] Kata Mbak Lisa dengan nada menggebu-gebu."Halah, sak karepmu lah, Mbak. Ya sudah, aku tutup dulu teleponnya. Assalamualaikum!" kataku berpamitan.Aku lalu menutup teleponnya dengan cepat, dan mematikan ponselku. Karena aku sudah muak mendengar ocehan Lisa, dia benar-benar seperti Mak Lampir yang kalau berbicara dengan nada cempreng dan juga dengan kecepatan 400 km/jam."Lihat, kan? Sudah aku bilang, nggak usah angkat teleponnya. Omongan dia itu sama sekali tidak ada faedahnya, kalau menelpon orang pasti hanya merecoki dan juga membuat onar," kata Mas Aji sambil mencibir."Ya, yang nyuruh kan Emak sama Ibu, Mas," kataku sambil mencebik sinis."Ya nggak apa-apa, Nak Aji. Seenggaknya kita tahu kalau Nak Lisa baik-baik saja di sana, begitu juga dengan Naufal dan juga Sa
293. Talak yang jatuh! (Bagian C)Suaraku berhasil memecah keheningan, sehingga membuat yang lainnya menatapku dengan pandangan penasaran terutama Ibu, Bapak dan juga Mas Aji."Kamu mau menunjukkan apa, Dek?" tanya Mas Aji dengan raut penasaran."Sebenarnya waktu aku ke pasar tadi, aku udah dengar kabar tentang grup WA yang dibuat oleh Mbak Lisa dari Mbak Rini," kataku sambil melirik ke arah lain."Lalu?" tanya Mas Aji lagi. "Kalau ini tentang screenshot dari grup WA itu, Mas juga ada. Tadi Mas berhasil menscreenshot status dari Ruli, dan Mas udah menyimpannya ini. Jadi, kalau mbakmu mengelak Mas sudah ada bukti," kata Mas Aji sambil menunjukkan ponselnya."Bukan itu Mas," sahutku sambil menggeleng pelan."Terus apa?" tanya Mas Aji dengan kening yang berkerut dalam. "Apalagi yang dibuat sama mbakmu? Coba ngomong sama Mas, biar Mas tahu apa saja yang sudah dia lakukannya!" kata Mas Aji sambil menggeram pelan."Aku kirim aja ya, ke WA Mas," kataku sambil mengambil ponselku dan mengutak-