PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)240. Ultimatum! (Bagian A)"Nggak, bukan rumah ataupun sawah, Bu!" Aji menyahut cepat."Terus? Darimana kamu dapat uangnya? Tiga ratus juta, Ji. Tiga ratus juta," ujar Sri dengan penuh penekanan. "Tabungan aku," ujar Aji dengan sangat lirih, bahkan bisa dibilang hampir berbisik."Tabungan?" Sri bertanya sangsi."Iya tabungan aku," katanya lagi."Oh, kamu masih belum mau jujur sama kami?" tanya Sri dengan sangat sinis."Bu—""Apa?" Sri langsung menyambar.Wanita berusia lima puluh tiga tahun itu benar-benar geram saat ini, apalagi saat melihat Aji yang kelihatannya masih menutup-nutupi sesuatu. Jika rumah dan juga sawahnya aman, lalu apa sumber uang lainnya? "Yang pasti bukan rumah dan juga sawah," sahut Aji setengah hati."Ya lalu apa?" Sri kembali mendesak. "Bisa saja kalian menggadaikan rumah itu, apalagi rumah iru atas nama Lisa," ujar Sri lagi."Tidak, Bu. Sertifikat rumah dan juga sawah masih aman di tanganku. Ibu tidak pe
241. Ultimatum! (Bagian B)Dia semakin menekankan perkataannya kepada Aji, dan dia hanya bisa berharap kalau anak sulungnya itu akan mematuhi perkataannya. Karena bagaimanapun juga Sri benar-benar sudah hilang kesabaran, dengan kebodohan dan juga kebucinan Aji."Kamu itu yang mbok pintar sedikit kenapa toh, Ji? Apa yang dikatakan oleh istrimu, selalu kamu ikuti. Apa yang dikatakan oleh Lisa, selalu kamu penuhi. Boleh kamu membelikan apapun untuk dia, Ibu tidak masalah karena itu memang sudah tugas kamu sebagai suaminya untuk memenuhi kebutuhannya!" Sri menatap Aji dengan lekat. "Kamu juga boleh membantu mertuamu, tentu saja jika kamu mempunyai uang dan mampu. Ibu juga tidak masalah, kok. Tetapi, jika kamu mempertaruhkan masa depan anak-anakmu hanya demi keluarga istrimu, maka Ibu benar-benar akan marah. Ibu memberikan kebun sawit itu untukmu, agar kamu mempunyai pegangan untuk masa depan Naufal dan juga Salsa. Bukan untuk kamu investasikan kepada Marwan! Ibu benar-benar tidak habis pi
242. Ultimatum! (Bagian C)"Apa? Kamu nyariin Abi? Ini orangnya, bawa pulang sana." Aji berseru, sambil menunjuk Abi."Hah? Nggak, kok. Aku mau ketemu Ibu, bukan nyari Mas Abi," kata Anna dengan cepat. "Tapi kamu ngapain di situ, Mas? Bukannya tadi pagi pergi sama Bang Ridho?" tanya Anna ingin tahu.Dia berjalan mendekati ranjang, dan mendudukkan dirinya di sana. Tepat di samping Abi, walau harus sempit-sempitan tapi dia memaksakan tubuhnya untuk ikut duduk di sana."Udah pulanglah, dan Mas ngadem dulu di sini," sahut Abi cepat. "Kamu kok di sini, Dek? Siapa yang jaga toko, Dek? Kok, kamu tinggal?" Abi balas bertanya."Oh, ada Emak sama Aina di rumah kok, Mas. Makanya aku ke sini, toko dijaga Aina, Mas. Aman!" sahut Anna cepat."Oalah, Emak datang?" Abi berseru senang."Iya, di rumah sama Aina. Makanya Mas jangan keluyuran aja!" Anna mencebik sinis.Abi hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, apalagi saat melihat istrinya yang melotot galak. Maklum saja, yang namanya wanita
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)243. Salah Alamat! (Bagian A)POV ANNA“Yang ngebut dong, An!”Ibu menepuk bahuku dengan lumayan kuat, padahal rumahku sudah kelihatan tapi tetap saja, kelihatannya dia merasa laju motor ini sangat-sangat lambat. Sehingga Ibu benar-benar sampai harus bertindak bar-bar seperti saat ini.“Ya Allah, Bu. Dah sampai juga, loh!” kataku dengan nada bosan.Aku membelokkan motor nemex milikku untuk kembali memasuki halaman rumahku yang luas, dan setelahnya Ibu langsung melompat turun dengan tergesa-gesa. Sukses membuat aku kaget, bagaimana kalau Ibu sampai jatuh?Bagaimana kalau dia sampai terluka? Memar? Geger otak? Stroke? Bisa gawat aku! Bapak dan juga Mas Abi serta Mas Aji pasti menyalahkanku karena tidak menjaga Ibu dengan baik."Mana Ibu, Ai?" tanyaku pada Aina yang duduk di meja kasir, adikku itu terlihat sedang memainkan ponselnya dengan tekun."Di dalam, Mbak," sahut Aina tanpa menoleh."An, adikmu cantik banget," bisik Joko pada
244. Salah Alamat! (Bagian B)"Ana! Maksud kamu apa? Aku bukan penjahat kelamin, woi!"Saat aku memasuki rumah, aku bisa melihat Ibu dan Emak sedang berbincang seru. Namun, saat mereka melihat aku masuk ke dalam rumah, pembicaraan mereka langsung terhenti dan menatapku dengan pandangan terkejut."Kamu ngagetin aja, An!" Ibu bahkan sampai mengusap dadanya, terlihat sangat terkejut dengan kedatanganku. Begitu juga dengan Emak yang sepertinya tengah mengalami hal yang sama, terkejut tanpa alasan."Anna cuma masuk ke dalam sini, Bu. Masak gitu aja kaget?" tanyaku cepat, tentu saja sambil memberikan pembelaan diri."Namanya juga tiba-tiba, ya kami kaget lah. Kami ini udah tua, jantung kami nggak sekuat anak-anak muda!" kata Ibu tak kalah cepat. "Lagian kamu ngapain masuk dengan cara mengendap-endap seperti itu? Kayak maling aja," kata Ibu lagi."Ya kan, Anna kira kalian lagi ngomong sama tamunya, Bu. Jadi Anna nggak mau ribut-ribut, takut mengganggu," balasku memberikan alasan. "Eh, tamun
245. Salah Alamat! (Bagian C)"Yah, itu karena Mas nggak diundang," balas ku dengan santai."Ana!" Emak memperingatkan.Mas Aji kemudian menatapku dengan pandangan mengejek, dia terlihat luar biasa senang saat melihat aku dimarahi oleh Emak. Emak memang adalah orang yang benar-benar menjunjung tinggi sopan santun dan juga rasa hormat.Jadi dia jelas saja tidak merasa senang saat aku menyahuti kata-kata Mas Aji tadi dengan sedikit ketus, tapi mau bagaimana lagi? Setiap melihat Mas Aji, aku memang mau bertindak julid saja padanya."Maaf, Mak," kataku dengan cepat.Emak hanya mengangguk, namun dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah Mas Aji dan juga melemparkan senyum manis kepada Kakak iparku itu."Nak Aji, apa kabar? Sehat?" tanya Emak dengan sangat lembut."Alhamdulillah, sehat, Mak. Emak gimana kabarnya? Maaf ya, Aji sudah lama tidak main ke rumah," kata Mas Aji dengan tak kalah sopannya.Mas Aji memang tergolong cukup sopan kepada orang tuaku, tetapi di saat-saat tertentu dia
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)246. Kedatangan Marwan! (Bagian A)“Kamu ini nyusahin aja, heran!” Mas Aji bersungut-sungut, dia memakai sandalnya sambil menatapku dengan pandangan tajam. “Duluan sana, Mas mau ke belakang dulu!” kata Mas Aji sambil berjalan ke arah samping.Aku mengedikkan bahuku tak peduli, dan lantas berjalan ke depan, aku bahkan lupa dengan pintu yang terhubung. Padahal aku bisa saja masuk ke toko memakai pintu itu, tapi aku lupa dan terpaksa aku berjalan melalui halaman untuk ke depan toko.Saat sudah sampai di sana, aku langsung mengernyitkan dahiku saat melihat ada seorang lelaki yang duduk berhadapan dengan Joko yang sedang merebahkan dirinya di kursi panjang dan sepertinya Joko sedang tertidur. Sedangkan lelaki itu membelakangiku, jadi aku tidak bisa menebak siapa lelaki itu.Saat melihat ke arah motornya pun, aku sama sekali tidak mengenalnya. Motor PCM, kelihatannya masih baru, mulus, berkilau, dan juga mengkilat. Seingatku di desa in
247. Kedatangan Marwan! (Bagian B)"Oh, memang ada perlu apa ke rumah tiba-tiba banget?" sahut Mas Aji ingin tahu.Aku mengamati dan juga mendengarkan di dalam diam, sepertinya Mas Aji sudah jauh berubah. Dia tidak terlihat antusias, berbicara dengan Marwan sangat berbeda dari yang dulu. Kalau dulu jika ada Marwan dan juga Mas Abi di sana, maka Mas Aji akan lebih memilih bercerita dan juga bersenda gurau dengan Marwan dan mengabaikan adik kandungnya sendiri. Tapi sekarang Mas Aji kelihatan ogah-ogahan berbicara kepada Marwan, dia kelihatannya tidak semangat dan juga tidak terlalu senang untuk berbincang dengan lelaki itu."Mengenai masalah tadi malam—""Oh, apalagi yang mau dibahas? Aku tidak mau membicarakan masalah tadi malam, Wan!" sahut Mas Aji dengan cepat, dia bahkan memotong ucapan Marwan sehingga membuat laki itu menatap Mas Aji dengan pandangan tidak suka.Tetapi Kakak iparku itu hanya bersikap cuek, dan mengalihkan pandangannya ke arah jalanan, menunjukkan kalau dia tidak m
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata