244. Salah Alamat! (Bagian B)"Ana! Maksud kamu apa? Aku bukan penjahat kelamin, woi!"Saat aku memasuki rumah, aku bisa melihat Ibu dan Emak sedang berbincang seru. Namun, saat mereka melihat aku masuk ke dalam rumah, pembicaraan mereka langsung terhenti dan menatapku dengan pandangan terkejut."Kamu ngagetin aja, An!" Ibu bahkan sampai mengusap dadanya, terlihat sangat terkejut dengan kedatanganku. Begitu juga dengan Emak yang sepertinya tengah mengalami hal yang sama, terkejut tanpa alasan."Anna cuma masuk ke dalam sini, Bu. Masak gitu aja kaget?" tanyaku cepat, tentu saja sambil memberikan pembelaan diri."Namanya juga tiba-tiba, ya kami kaget lah. Kami ini udah tua, jantung kami nggak sekuat anak-anak muda!" kata Ibu tak kalah cepat. "Lagian kamu ngapain masuk dengan cara mengendap-endap seperti itu? Kayak maling aja," kata Ibu lagi."Ya kan, Anna kira kalian lagi ngomong sama tamunya, Bu. Jadi Anna nggak mau ribut-ribut, takut mengganggu," balasku memberikan alasan. "Eh, tamun
245. Salah Alamat! (Bagian C)"Yah, itu karena Mas nggak diundang," balas ku dengan santai."Ana!" Emak memperingatkan.Mas Aji kemudian menatapku dengan pandangan mengejek, dia terlihat luar biasa senang saat melihat aku dimarahi oleh Emak. Emak memang adalah orang yang benar-benar menjunjung tinggi sopan santun dan juga rasa hormat.Jadi dia jelas saja tidak merasa senang saat aku menyahuti kata-kata Mas Aji tadi dengan sedikit ketus, tapi mau bagaimana lagi? Setiap melihat Mas Aji, aku memang mau bertindak julid saja padanya."Maaf, Mak," kataku dengan cepat.Emak hanya mengangguk, namun dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah Mas Aji dan juga melemparkan senyum manis kepada Kakak iparku itu."Nak Aji, apa kabar? Sehat?" tanya Emak dengan sangat lembut."Alhamdulillah, sehat, Mak. Emak gimana kabarnya? Maaf ya, Aji sudah lama tidak main ke rumah," kata Mas Aji dengan tak kalah sopannya.Mas Aji memang tergolong cukup sopan kepada orang tuaku, tetapi di saat-saat tertentu dia
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)246. Kedatangan Marwan! (Bagian A)“Kamu ini nyusahin aja, heran!” Mas Aji bersungut-sungut, dia memakai sandalnya sambil menatapku dengan pandangan tajam. “Duluan sana, Mas mau ke belakang dulu!” kata Mas Aji sambil berjalan ke arah samping.Aku mengedikkan bahuku tak peduli, dan lantas berjalan ke depan, aku bahkan lupa dengan pintu yang terhubung. Padahal aku bisa saja masuk ke toko memakai pintu itu, tapi aku lupa dan terpaksa aku berjalan melalui halaman untuk ke depan toko.Saat sudah sampai di sana, aku langsung mengernyitkan dahiku saat melihat ada seorang lelaki yang duduk berhadapan dengan Joko yang sedang merebahkan dirinya di kursi panjang dan sepertinya Joko sedang tertidur. Sedangkan lelaki itu membelakangiku, jadi aku tidak bisa menebak siapa lelaki itu.Saat melihat ke arah motornya pun, aku sama sekali tidak mengenalnya. Motor PCM, kelihatannya masih baru, mulus, berkilau, dan juga mengkilat. Seingatku di desa in
247. Kedatangan Marwan! (Bagian B)"Oh, memang ada perlu apa ke rumah tiba-tiba banget?" sahut Mas Aji ingin tahu.Aku mengamati dan juga mendengarkan di dalam diam, sepertinya Mas Aji sudah jauh berubah. Dia tidak terlihat antusias, berbicara dengan Marwan sangat berbeda dari yang dulu. Kalau dulu jika ada Marwan dan juga Mas Abi di sana, maka Mas Aji akan lebih memilih bercerita dan juga bersenda gurau dengan Marwan dan mengabaikan adik kandungnya sendiri. Tapi sekarang Mas Aji kelihatan ogah-ogahan berbicara kepada Marwan, dia kelihatannya tidak semangat dan juga tidak terlalu senang untuk berbincang dengan lelaki itu."Mengenai masalah tadi malam—""Oh, apalagi yang mau dibahas? Aku tidak mau membicarakan masalah tadi malam, Wan!" sahut Mas Aji dengan cepat, dia bahkan memotong ucapan Marwan sehingga membuat laki itu menatap Mas Aji dengan pandangan tidak suka.Tetapi Kakak iparku itu hanya bersikap cuek, dan mengalihkan pandangannya ke arah jalanan, menunjukkan kalau dia tidak m
248. Kedatangan Marwan! (Bagian C)Memangnya apa yang terjadi tadi malam? Dan ada apa dengan uang tiga ratus ribu?Saat suasana hening, aku bisa melihat Mas Abi yang masuk ke dalam pekarangan. Dia tidak memarkirkan motornya di halaman, melainkan di depan toko bersanding dengan motor milik Marwan yang terlihat mentereng."Loh, Wan, tumben ke sini? Apa kabar?" tanya Mas Abi dengan ramah, dia Lalu bersalaman dengan Marwan dan ikut mendudukkan dirinya di sana."Baik, Bi, Alhamdulillah. Kamu gimana kabarnya?" balas Marwan dengan cepat."Oh, aku baik-baik saja, Alhamdulillah juga," sahut Mas Abi sekenanya."Enak ya hidup kamu sekarang, Bi, nggak perlu susah-susah jadi kuli bangunan lagi," kata Marwan tiba-tiba, sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko.Aku dan Aina langsung mendongak secara bersamaan dan menatap ke arah Marwan dengan pandangan tajam, aku bisa melihat Mas Abi Yang menggaruk tengkuknya. Terlihat serba salah dengan pertanyaan yang baru saja Marwan lontarkan."Iya, Al
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)249. Savage-nya Anna! (Bagian A)"Bukan sama Mas aja, aku juga perlunya sama Mbak Lisa. Karena sebenarnya yang berurusan sama aku itu adalah Mbak Lisa, tapi dia tadi menyuruh aku untuk menemui Mas terlebih dahulu," sahut Marwan dengan santai.Dia menghisap rokoknya dalam-dalam, dan menghembuskannya ke udara dengan gaya pongah. Sanggup membuat aku benar-benar ingin menghantamkan kepalanya dengan asbak yang tersedia di atas meja, aku meyakini kalau keluarga Lisa memang menyebalkan semua.Dari mulai Bu Maryam, Marwan, sampai Lisa. Mereka benar-benar pintar menguji kesabaran orang lain, bahkan jika mereka tidak melakukan apapun orang lain sudah merasa kesal melihatnya.Hanya dengan melihat tingkah mereka yang pongah, orang sudah merasa muak dan juga merasa sebal. Mereka ini tipe-tipe orang yang merasa kalau dunia ini adalah milik mereka, dan yang lain itu hanya ngontrak."Memangnya harus ada aku juga? Nggak bisa kamu ngomong sama mba
250. Savage-nya Anna! (Bagian B)Sudah sejak lama, sejak terakhir kali aku makan bakso berdua bersama Mas Abi. Karena kesibukan kami menjaga toko, kami tidak mempunyai waktu untuk sekedar berjalan-jalan berdua.Sepertinya apa yang dikatakan Aina benar, aku dan Mas Abi membutuhkan waktu berdua untuk refreshing agar otak kami merasa lebih fresh dan juga lega."Ya, udah, deh. Kalau gitu … sehabis dari rumah Mas Aji kami langsung keluar ya makan bakso. Nanti, kamu Mbak bungkusin bawa pulang," kataku sambil menatap Aina dengan pandangan memohon."Aman!" balas Aina dengan santai."Ya, sudah Ayo!" ujar Mas Abi dengan cepat.Mas Aji dan juga Marwan sudah menaiki motor mereka masing-masing, sedangkan Mas Abi langsung mengambil kunci motor milik ibunya dan juga langsung menaikinya sambil menatapku dengan pandangan menggoda."Ayo, Dek! Mas anter ke manapun yang kamu mau! Mumpung ada Aina kita bisa bebas hari ini," kata Mas Abi sambil mengerling menggoda."Oke, Mas. Pokoknya setelah dari rumah Ma
251. Savage-nya Anna! (Bagian C)"Aku sebenarnya males banget ke sini," kataku sambil mendesah lelah. "Sudah sejak lama semenjak aku menginjakkan kaki terakhir kali di rumah ini," kataku lagi."Sudah, sudah. Selesai urusan kita nantiz kita pulang, terus makan bakso. Terus kita akan berjalan-jalan ke pantai," kata mas Abi menjanjikan.Membayangkan makan bakso dan juga berjalan-jalan ke pantai saja, sudah membuat aku senang bukan kepalang. Dan jika kalian berpikir pantai yang kami bicarakan adalah pantai di laut lepas, maka kalian salah pantai. Yang kami maksud hanyalah pantai di tepi sungai yang sangat besar yang ada di kecamatan kami, sungai itu sangat lebar dan di pinggir-pinggirnya terdapat batu-batu dan juga pasir yang cantik. Makanya warga di sini menyebutnya dengan sebutan pantai.Aku dan juga Mas Abi langsung memasuki rumah Lisa dan juga Mas Aji, setelah mengucapkan salam aku masuk ke rumahnya dengan perasaan canggung. Dulu rumah inilah yang aku impikan, rumah inilah yang menja