148. Cerita Ibu! (Bagian B)Dan aku tidak bisa merasa lebih bersyukur daripada ini, ternyata Ibu mau membeli kebutuhannya di toko kami. Padahal aku sudah memikirkan hal yang terburuk, kalau Ibu tidak sudi beli di sini.Ternyata beliau mau melancarkan usaha yang kami bangun, dan aku benar-benar bahagia, walaupun dia tidak menunjukkannya dengan terang-terangan."Ya Allah, Bu! Kalau Ibu tadi mau belanja, Ibu tinggal telepon saja. 'Kan bisa diantar oleh Mas Abi," kataku dengan cepat."Halah, Ibu sudah terbiasa berjalan ke sana ke sini, bahkan dulu sewaktu Abi masih kecil. Ibu itu ikut ke ladang sama bapakmu, menggendong dia dan menuntun si Aji," kata Ibu dengan nada biasa. "Wong dulu kakekmu itu memberikan lahan kepada bapakmu itu, masih lahan setengah jadi. Jadi Ibu dan Bapak benar-benar harus bekerja keras untuk membuat lahan itu seperti sekarang ini," kata Ibu mengenang masa lalu.Aku bisa melihat Mas Abi yang langsung menghentikan suapannya, dan menatap Ibu dengan pandangan dalam. Aku
149. Cerita Ibu! (Bagian C)"Ya, iya. Mau bagaimana lagi, Bapak dan Ibu itu benar-benar bekerja keras karena kami tahu kalau kami itu punya dua orang anak. Jadi kedua anak kami, kehidupannya nanti harus lebih baik daripada kami," kata Ibu sambil menepuk bahu Mas Abi. "Lah, kamu kenapa toh, Nang? Kenapa mau menangis seperti itu? Wajahmu memerah, kayak orang kepedesan. Kuenya tidak enak, tah?" tanya Ibu tiba-tiba.Mas Abi langsung menelan ludah gugup, saat aku dan Ibu memindai wajahnya dengan sangat lekat dan juga dalam. Dia tiba-tiba kesulitan untuk berbicara, dan malah mengalihkan pandangannya ke arah lain.Jangankan Mas Abi, aku sendiri merasa kalau aku ingin menangis saat ini. Ibu benar-benar mempunyai banyak sekali jasa kepada Mas Abi, dan aku benar-benar bertekad kalau aku harus membantu suamiku itu untuk berbakti kepada Ibu.Aku yakin Ibu bisa berubah menyayangi kami dengan tulus, buktinya saja saat ini dia mulai luluh dan juga mulai mencair hatinya. Dan bisa menerima kami apa ad
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)150. Ujaran kebencian dari Lisa (Bagian A)"Apa, sih? Kalian itu bisa tidak? Jangan teriak-teriak begitu, hah? Disekolahkan tinggi-tinggi, dikasih makan yang bergizi, tapi kurang akhlak!" sahut Ibu dengan sewot. "Bukannya ngucapin salam malah teriak-teriak dari jalanan sana! Malu, Sa! Malu, Ji! Ya Allah!" Ibu menepuk dadanya.Mas Aji dan juga Lisa kelihatan terkejut saat melihat keberadaan Ibu di sini, namun mereka berdua dengan cepat menguasai keadaan lagi. Seperti sudah sangat terlatih."Eh … Ibu di sini?" tanya Lisa dengan nada manja, dan juga manis seperti biasa."Iya, memangnya kenapa?" tanya Ibu cepat."Ya tidak apa-apa, Bu. Tumben …." Lisa mencebik sinis, dan menatapku juga Mas Abi dengan pandangan tajam. "Biasanya 'kan, Ibu lebih suka ke rumah kami dan bermain dengan Naufal dan Salsa! Main bersama anak-anak kami!" katanya lagi."Naufal dan Salsa 'kan masih dirumah ibumu, bukannya kemarin kamu tinggal di sana?" tanya Ibu d
151. Ujaran kebencian dari Lisa (Bagian B) "Lagian kalian 'kan memang masih punya motor yang lain tuh, Mas Aji masih punya motor KLM yang gagah dan juga terlihat indah. Naik itu sajalah dulu, boncengan ke mana-mana," kataku dengan nada santai.Aku tidak akan membiarkan diriku termakan oleh ucapan-ucapannya yang pedas itu, aku harus membuat dialah yang merasa terpojok dan juga tersudut."Ana! Lancang kamu ya, berbicara seperti itu kepada mbakmu!" kata Mas Aji tiba-tiba. "Kalian itu memang tidak ada sopan santunnya kepada orang yang lebih tua, kami ini adalah Kakak kalian. Tapi kalian bisa-bisanya bersikap seperti itu kepada kami, lagi pula apa untungnya bagi kalian mengadu kepada Pak Sofyan dan juga Pak Abdul, Hah? Memang benar kata Lisa ya, ternyata kalian ini memang iri dengan kehidupan kami, iri dengan kemakmuran keluarga kecil kami!" kata Mas Aji lagi."Loh, kok malah marah sama istriku sih, Mas? Yang buat salah kan istrimu, siapa suruh kalian tidak membelikan motor itu secara cas
152. Ujaran kebencian dari Lisa (Bagian C)"Aku tidak pernah mendoakan kalian, Mas, Mbak. Tapi diri kalian sendiri yang membuat kehidupan kalian seperti ini, sudah enak-enak diberi kehidupan sama Ibu. Diberi uang belanja, dibelikan apapun yang kalian inginkan, dibangunkan rumah, eh … malah bertingkah!" sahut Mas Abi dengan sewot. "Aku ya … bahkan tidak pernah sepeserpun Ibu memberi uang kepadaku untuk kehidupanku dan juga Ana, Ibu bahkan tidak pernah memberikan satu butir beras pun untuk makan kami, jadi apa pernah aku menyusahkan Ibu? Apa pernah aku meminta hal lain kepada Ibu? Tidak! Yang selama ini, selalu menyusahkan Ibu itu, adalah kalian. Dengan permintaan-permintaan kalian yang tidak masuk akal itu," kata Mas Abi dengan nada emosi."Wah, kalau begitu jangan salahkan kami dong! Ya kalau kamu itu nggak diberi fasilitas oleh Ibu, ya itu kesalahan diri kamu sendiri. Berarti kamu itu tidak mempunyai sesuatu yang kami miliki," kata Lisa dengan nada ketus."Loh, maksudnya apa, Mbak? S
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)153. Kejutan dari Ibu! (Bagian A)"Memangnya apa yang akan Ibu bicarakan? Sampai harus seperti ini, lagi pula kalau ini hanya menyangkut tentang Abi, kenapa aku dan juga Lisa harus mendengarnya?" tanya Mas Aji lagi.Dia sepertinya belum menyerah untuk mencari tahu apa yang Ibu ingin sampaikan, tetapi Ibu pun sepertinya tidak mau kalah, karena dia sama sekali terlihat tidak terpengaruh dengan kata-kata Mas Aji.Dia menggeleng sambil menatap Mas Aji dan juga Lisa. "Tunggu Abi datang, maka akan Ibu sampaikan apa yang ingin Ibu bicarakan. Ya, sebenarnya kalian tidak perlu mendengar hal ini, tetapi jika kalian ingin mendengarnya juga boleh. Dan jika kalian ingin pulang, juga boleh. Silakan!" kata Ibu mempersilahkan.Aku bisa melihat Lisa dan juga Mas Aji yang saling berpandangan, mereka sepertinya sedang bertelepati untuk mencari jawaban atas perkataan Ibu.Apakah mereka ingin pulang, atau tetap menunggu di sini, untuk nanti bisa mend
154. Kejutan dari Ibu! (Bagian B)Aku bisa melihat dari ekor mataku, Ibu yang sepertinya terkesiap dengan apa yang Lisa ucapkan. Dia lalu menatap Lisa dengan pandangan tajam."Salah Ibu? Salah Ibu dari mana? Kok, bisa-bisanya kamu menyalahkan Ibu, ini udah nggak betul, Sa! Nggak betul namanya!" kata Ibu tidak terima."Ya salah ibu lah, kalau Ibu mau membayarkan tunggakan itu maka motor itu tidak akan ditarik!" kata Lisa dengan nada ketus. "Ibu sih, pelit banget sekarang sama kami," kata Lisa lagi.Ibu terlihat menghela nafas dengan panjang, dan juga berat. Sepertinya dia tengah meredam amarah yang sudah memuncak, terlihat dari wajahnya yang memerah dan juga nafasnya yang memburu."Salah Ibu, iya sih ini salah Ibu. Karena Ibu terlalu memanjakan kalian selama ini," kata Ibu dengan nada ketus. "Salah Ibu juga yang selalu menuruti apapun yang kalian inginkan, makanya mulai dari sekarang Ibu sudah membuat keputusan yang benar. Dengan tidak lagi memberikan apapun kepada kalian, lagi pula ka
155. Kejutan dari Ibu! (Bagian C)"Ya nggak tahu, Mas. Mungkin aja Mas Abi lagi bincang-bincang sama Pak Rasyid," kataku sekenanya, Pak Rasyid adalah suami dari Bu Sulis yang memang berada di rumah."Lama amat sih, lelet kayak cewek!" kata Mas Aji lagi.Aku hanya menatap Mas Aji dengan pandangan bosan, suruh siapa dia menunggu di sini? Tohz dia bisa pergi dan pulang ke rumahnya bersama Lisa.Kami juga tidak mengharapkan keberadaan mereka di sini, tapi sepertinya mereka berdua benar-benar kepo dengan apa yang ikan akan Ibu sampaikan, jadi mereka tetap bertahan di sini sampai selesai.Tak lama kemudian aku bisa melihat Mas Abi yang datang dengan membawa sebuah piring di tangannya, yang tertutup daun pisang. Dia langsung tersenyum dan meletakkan piring itu di atas meja."Ini apa, Bi?" tanya Ibu ingin tahu."Bu Sulis tadi buat bakwan, Bu. Jadi dia menyuruh Abi untuk menunggu sebentar, dan membawa ini pulang," kata Mas Abi dengan cepat.Lisa dengan cepat lalu membuka piring itu dan kami