155. Kejutan dari Ibu! (Bagian C)"Ya nggak tahu, Mas. Mungkin aja Mas Abi lagi bincang-bincang sama Pak Rasyid," kataku sekenanya, Pak Rasyid adalah suami dari Bu Sulis yang memang berada di rumah."Lama amat sih, lelet kayak cewek!" kata Mas Aji lagi.Aku hanya menatap Mas Aji dengan pandangan bosan, suruh siapa dia menunggu di sini? Tohz dia bisa pergi dan pulang ke rumahnya bersama Lisa.Kami juga tidak mengharapkan keberadaan mereka di sini, tapi sepertinya mereka berdua benar-benar kepo dengan apa yang ikan akan Ibu sampaikan, jadi mereka tetap bertahan di sini sampai selesai.Tak lama kemudian aku bisa melihat Mas Abi yang datang dengan membawa sebuah piring di tangannya, yang tertutup daun pisang. Dia langsung tersenyum dan meletakkan piring itu di atas meja."Ini apa, Bi?" tanya Ibu ingin tahu."Bu Sulis tadi buat bakwan, Bu. Jadi dia menyuruh Abi untuk menunggu sebentar, dan membawa ini pulang," kata Mas Abi dengan cepat.Lisa dengan cepat lalu membuka piring itu dan kami
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)BAB 62Tidak lagi dapat suplai dana apapun!Kemudian hening, kami semua tidak mengeluarkan suara apapun, seolah kami sedang menyelami pemikiran kami masing-masing. Sama seperti aku dan juga Mas Abi, Lisa dan juga Mas Aji hanya terpekur dan saling menatap satu sama lainnya dengan pandangan yang sulit diartikan.Bagaimanapun juga, perkataan Ibu tadi memang benar-benar hal yang sangat mengejutkan bagi kami semua. Karena Ibu dari dulu memang selalu berpihak kepada Mas Aji, dan selalu menomor duakan Mas Abi.Ketika Mas Aji diberikan lahan sawit, serta beberapa hektar sawah, Mas Abi sama sekali tidak mendapatkan hal itu. Begitu juga ketika Mas Aji dibangunkan sebuah rumah, di atas tanah yang dibeli oleh Bapak dan Ibu, Mas Abi juga tidak mendapatkan hal tersebut.Bahkan rumah yang dibangun oleh Ibu dan juga Bapak untuk Mas Aji, luasnya hampir menyamai rumah yang mereka tempati. Begitu juga dengan perabotan yang mahal dan juga lengkap, m
157. Tidak lagi dapat suplai dana apapun! (Bagian B)"Apaan sih, Bi? Kok malah menjalar ke mana-mana? Siapa yang mau menguasai semua harta Ibu dan Bapak, hah?" sahut Mas Aji dengan cepat."Loh, dengan kalian yang menyarankan aku untuk tidak menerima pemberian dari Ibu dan Bapak, itu sudah tanda-tanda kalau kalian ingin menguasai semuanya. Memangnya kenapa, kalau aku menerima rumah itu menjadi milikku? Toh, tidak ada ruginya kepada kalian, karena kalian sudah memiliki hal yang sama!" sahut Mas Abi sambil menatap mata Mas Aji, dengan pandangannya nyalang. "Ini yang tidak aku suka!" sahut Lisa tiba-tiba. "Kamu itu kalau punya harta sedikit saja, sudah mulai sombong, sudah mulai angkuh, tidak menghormati kami lagi. Ingat dong! Ibu yang memberi itu kepada kalian, tidak usah sok hebat dan juga sok berkuasa!" kata Lisa lagi."Yang sombong siapa sih? Heran deh, emang gini ya kalau orang punya penyakit hati, semua-semua serba salah, karena dia tidak suka saat orang lain bahagia!" sahutku samb
"Loh, Mbak nuduh kami ingin mengusir Ibu dan juga Bapak?" tanya Mas Abi lagi. "Iya, bener yang Mbak bilang. Rambut sama hitam, tetapi isi hati orang kita tidak tahu dalamnya bagaimana. Sama seperti kalian ini, ketika Ibu dan juga Bapak memiliki banyak uang, kalian masih sayang kepada mereka, tapi ketika mereka sudah tidak mempunyai uang lagi dan mereka sakit-sakitan, apa kalian mau mau mengurusnya?" tanya Mas Abi menembak langsung.Aku bisa melihat Lisa yang terlihat gelagapan, menjawab pertanyaan yang Mas Abi berikan."Bukannya tuduhan itu terlalu sadis, Mbak?" tanyaku lagi. "Bahkan jika Ibu tidak memberikan satu peser pun harta mereka untuk Mas Abi, dan ketika Ibu sudah tidak mempunyai apa-apa lagi, maka aku siap menampung Ibu di rumah kami!" kataku dengan nada tegas.Aku bisa melihat Ibu yang menatapku dengan pandangan dalam, begitu juga dengan Lisa dan Mas Abi yang langsung mencebik sinis ke arahku. Mereka sepertinya tidak mempercayai ucapanku, dan malah memberikan pandangan menge
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)159. Toko Emas! (Bagian A)"Apaan, sih, kalian teriak-teriak saja dari tadi! Nanti dikira orang kita ini kemalingan, kalau ada warga yang datang ke sini, bagaimana? Gara-gara mendengar teriakan kalian itu!" kata Ibu dengan nada tidak suka. "Kalian ini sudah besar, tetapi seperti anak kecil saja. Sama-sama sudah dewasa, suami istri kok sifatnya sama!" cibir Ibu lagi."Ya gimana kami nggak kaget, Bu. Bagaimana bisa Ibu menghentikan suplai dana kepada keluarga kami?" kata Mas Aji tidak suka."Loh, kenapa tidak bisa? Bukannya Ibu sudah bilang berkali-kali dari semalam?" tanya Ibu dengan menaikkan alisnya tinggi-tinggi. "Seharusnya kamu sudah dengar Aji, dari semalam Ibu bilang, Ibu akan menghentikan suplai dana untuk kalian. Ibu tidak mau lagi memberikan apapun kepada kalian!" kata Ibu menjelaskan."Ta—tapi … aku kira Ibu bercanda, Bu. Bagaimana bisa Ibu seperti itu? Bahkan Ibu tidak mau memberikan jajan untuk Naufal dan juga Salsa,
160. Toko Emas! (Bagian B)Sekarang aku sudah terbiasa mendengar Ibu yang berbicara seperti ini, karena aku tahu walaupun dia bersikap ketus dan juga dingin, tetapi dia memang benar-benar menyayangi suamiku. Jadi aku sudah tidak lagi mempunyai keraguan apa-apa kepadanya, aku hanya harus meyakini kalau Ibu menyayangi kami!"Bu, Ibu tidak mau pikir-pikir lagi?" tiba-tiba suara Mas Aji kembali terdengar.Ibu langsung memutar bola matanya, dan langsung berdiri memasuki toko dia sama sekali tidak menghiraukan perkataan Mas Aji."Ibu sudah memikirkan ini dan juga sudah mengambil keputusan, jadi kamu tidak boleh mempertanyakan keputusan yang Ibu sudah ambil!" kata Ibu dengan nada tegas, tanpa melihat sama sekali ke belakang. "Ana siapkan belanjaan Ibu tadi, karena Ibu mau pulang, mau memasak. Takut Bapakmu pulang cepat," kata Ibu lagi.Aku segera bergegas dan mengambil semua pesanan yang Ibu katakan tadi, karena bagaimanapun juga aku benar-benar bahagia saat ini. Bukan karena mendapatkan ha
161. Toko Emas! (Bagian C)"Lama juga nggak apa-apa, Dek. Ya udah sana, cepet Antar Ibu," kata Mas Abi santai. "Oh ya, nanti kalau nggak merepotkan, bisa nggak kamu ke pasar sebentar? Terus belikan es dawet yang di depan toko emas," kata Mas Abi lagi, sambil menunjukkan cengiran kecil."Ya sudah, nanti aku ke pasar dulu, dan membelikan es dawet yang Mas minta. Aku sama Ibu pergi ya, Mas. Assalamualaikum!" kataku berpamitan.Aku tidak sempat menunggu Mas Abi menjawab salamku, karena aku sudah menarik gas dengan dalam lalu melaju ke rumah ibu dengan kencang."Kamu mau ke pasar, An? Beli es dawet buat Abi?" tanya Ibu setelah kami sampai di rumahnya."Iya, Bu. Pesanan Mas Abi, ya aku belikan saja sekalian. Toh, ke pasar juga tidak membutuhkan waktu lama!" kataku sambil mengangkat bahu.Aku lalu membantu Ibu membawa belanjaannya ke teras, terutama beras yang berat itu, sedangkan Ibu hanya membawa kantong plastik yang berisikan barang-barang lainnya dan aku yakin itu juga tidak kalah beratm
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)162. Punya Lisa? (Bagian A)Aku dan juga Ibu kemudian kompak saling berpandangan, dan Ibu kemudian menaikkan alisnya sebelum kembali menatap orang itu dengan senyum lebar.“Oalah, Besan ternyata. Sedang apa di sini? Belanja?” tanya Ibu dengan ramah.Jika kalian kira itu adalah emakku, maka kalian salah. Karena itu adalah Ibu Lisa, yang merupakan Besan Ibu mertuaku juga. Dia menatap kami dengan pandangan yang sulit diartikan. Namun, aku sama sekali tidak mau terlalu memikirkan dirinya, makanya aku kembali melihat-lihat ke arah emas-emas yang dipajang di etalase ini.Banyak sekali model yang ada di sini, dari mulai gelang, cincin, kalung, hingga anting-anting. Semuanya terlihat mengkilap dan juga berkilau, sanggup membuat hati wanita manapun menjadi memberontak ingin membelinya.Ah … jika tahu akan ke sini maka aku akan membawa uang tadi, bukannya apa-apa, aku memang berniat untuk membeli beberapa perhiasan karena sampai sekarang p
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata