160. Toko Emas! (Bagian B)Sekarang aku sudah terbiasa mendengar Ibu yang berbicara seperti ini, karena aku tahu walaupun dia bersikap ketus dan juga dingin, tetapi dia memang benar-benar menyayangi suamiku. Jadi aku sudah tidak lagi mempunyai keraguan apa-apa kepadanya, aku hanya harus meyakini kalau Ibu menyayangi kami!"Bu, Ibu tidak mau pikir-pikir lagi?" tiba-tiba suara Mas Aji kembali terdengar.Ibu langsung memutar bola matanya, dan langsung berdiri memasuki toko dia sama sekali tidak menghiraukan perkataan Mas Aji."Ibu sudah memikirkan ini dan juga sudah mengambil keputusan, jadi kamu tidak boleh mempertanyakan keputusan yang Ibu sudah ambil!" kata Ibu dengan nada tegas, tanpa melihat sama sekali ke belakang. "Ana siapkan belanjaan Ibu tadi, karena Ibu mau pulang, mau memasak. Takut Bapakmu pulang cepat," kata Ibu lagi.Aku segera bergegas dan mengambil semua pesanan yang Ibu katakan tadi, karena bagaimanapun juga aku benar-benar bahagia saat ini. Bukan karena mendapatkan ha
161. Toko Emas! (Bagian C)"Lama juga nggak apa-apa, Dek. Ya udah sana, cepet Antar Ibu," kata Mas Abi santai. "Oh ya, nanti kalau nggak merepotkan, bisa nggak kamu ke pasar sebentar? Terus belikan es dawet yang di depan toko emas," kata Mas Abi lagi, sambil menunjukkan cengiran kecil."Ya sudah, nanti aku ke pasar dulu, dan membelikan es dawet yang Mas minta. Aku sama Ibu pergi ya, Mas. Assalamualaikum!" kataku berpamitan.Aku tidak sempat menunggu Mas Abi menjawab salamku, karena aku sudah menarik gas dengan dalam lalu melaju ke rumah ibu dengan kencang."Kamu mau ke pasar, An? Beli es dawet buat Abi?" tanya Ibu setelah kami sampai di rumahnya."Iya, Bu. Pesanan Mas Abi, ya aku belikan saja sekalian. Toh, ke pasar juga tidak membutuhkan waktu lama!" kataku sambil mengangkat bahu.Aku lalu membantu Ibu membawa belanjaannya ke teras, terutama beras yang berat itu, sedangkan Ibu hanya membawa kantong plastik yang berisikan barang-barang lainnya dan aku yakin itu juga tidak kalah beratm
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)162. Punya Lisa? (Bagian A)Aku dan juga Ibu kemudian kompak saling berpandangan, dan Ibu kemudian menaikkan alisnya sebelum kembali menatap orang itu dengan senyum lebar.“Oalah, Besan ternyata. Sedang apa di sini? Belanja?” tanya Ibu dengan ramah.Jika kalian kira itu adalah emakku, maka kalian salah. Karena itu adalah Ibu Lisa, yang merupakan Besan Ibu mertuaku juga. Dia menatap kami dengan pandangan yang sulit diartikan. Namun, aku sama sekali tidak mau terlalu memikirkan dirinya, makanya aku kembali melihat-lihat ke arah emas-emas yang dipajang di etalase ini.Banyak sekali model yang ada di sini, dari mulai gelang, cincin, kalung, hingga anting-anting. Semuanya terlihat mengkilap dan juga berkilau, sanggup membuat hati wanita manapun menjadi memberontak ingin membelinya.Ah … jika tahu akan ke sini maka aku akan membawa uang tadi, bukannya apa-apa, aku memang berniat untuk membeli beberapa perhiasan karena sampai sekarang p
163. Punya Lisa? (Bagian B)"Ya sudah kalau begitu, kami melihat-lihat dulu ya, Bu," kata Ibu sambil menarik tanganku, untuk kembali berbalik ke etalase.Namun tanpa disangka-sangka, Bu Maryam mengikuti langkah kami. Dia berdiri di sebelah Ibu, ikut melihat-lihat ke etalase yang sedang memajang gelang dan juga kalung. Sesekali dia berkomentar, kalau gelang yang ada di sana terlihat murahan, tidak seperti gelang yang dia pakai.Ibu hanya mengangguk, dan menggeleng, sesekali dia juga bergumam untuk menyahuti kata-kata Bu Maryam. Tetapi aku melihat Ibu tidak terlalu antusias, untuk berbicara dengan besannya itu."Oh iya, An, yang mana yang bagus, kalau menurut kamu?" tanya Ibu sambil menunjukkan dua buah kalung ke arahku. Terlihat cukup besar, dan juga cukup padat. Aku bisa mengira, setidaknya kalung ini beratnya hampir mencapai dua puluh gram, dan juga terlihat sangat indah di mataku."Yang mana saja terlihat bagus, Bu!" jawabku sekenanya."Oalah, Bu Sri. Tidak usah bertanya kepada ora
164. Punya Lisa? (Bagian C)"Tapi ini memang terlalu besar untuk Ana, Bu. Carikan saja yang kecil-kecil," kataku lagi.Aku bisa mendengar Mbak pemilik toko itu tertawa kecil, dia lalu menggeleng sambil menatapku dengan pandangan geli."Ada apa ya, Mbak? Kenapa mbaknya tertawa?" tanyaku sungkan."Baru Mbak Ana ini, yang mau dibelikan emas besar oleh mertuanya, malah menolak, Mbak. Biasanya menantu Ibu yang satu lagi, kalau datang ke sini dibelikan emas, maka dia yang memilih paling besar. Maunya besar kurang besar," kata Mbak itu lagi.Aku langsung meringis sambil menatap Ibu dengan pandangan tidak enak. "Bukannya Ana tidak mau, Bu. Tetapi itu terlalu besar untuk Ana, lagi pula nanti uang Ibu habis. Pilihkan saja yang kecil-kecil, namun terlihat elegan!" kataku lagi."Oalah! Dasar kamu itu bodoh!" kata Bu Maryam tiba-tiba. "Ya kalau mertuamu itu mau belikan emas, harusnya kamu itu pilih yang paling gede, yang paling besar!" kata Bu Maryam Lagi."Tapi saya tidak mau menyusahkan Ibu, Bu
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)165. Gosip (Bagian A)“An!” Suara Bi Ramlah terdengar hingga ke dalam, aku yang sedang menyusun mie instan langsung menoleh.Namun, Bi Ramlah belum terlihat. Kebiasaan! Suka sekali berteriak padahal dia belum sampai ke tempat yang dituju, apa salahnya menunggu sebentar, sih? Heran sekali aku.“An!” Suaranya kembali terdengar, dilengkapi dengan kemunculannya di depan toko.Dia langsung mendudukkan dirinya di kursi, dan melambaikan tangannya ke arahku. Mungkin maksudnya agar aku menghampirinya, tapi sorry-sorry sajalah, pekerjaanku masih banyak. Tidak ada waktu untuk bergosip!“An! Mau dengar gosip tentang Lisa tidak?” tanya Bi Ramlah dengan alis yang terangkat.Yah, kalau tentang Lisa boleh juga! Aku langsung bergegas mendatangi Bi Ramlah, namun tetap memasang wajah yang terlihat cuek dan juga malas. Tentunya agar Bibi dari suamiku itu tidak tahu kalau aku tengah antusias saat ini.“Apa sih, Bi? Pagi-pagi sudah mengajak orang berb
166. Gosip (Bagian B)Oh, yeahhhh …Aku sama sekali tidak menyesal karena sudah meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita Bi Ramlah, karena apa yang dia ceritakan memang benar-benar fenomenal dan membuat aku menjadi sangat bersemangat.~Aksara Ocean~"Dek, nanti malam tidak usah masak!" kata Mas Abi tiba-tiba.Dia baru saja pulang dari kantor desa, mengurus surat sertifikat atas tanah, sawah, juga rumah yang Ibu beri untuknya. Karena kebetulan Ibu memang menyuruh untuk segera diurus, dan kebetulan juga uang kami memang cukup."Kenapa, Mas?" tanyaku ingin tahu. Padahal sebelum dia pergi tadi, dia sudah menyuruhku untuk membeli ikan nila karena dia ingin nila bakar untuk menu makan malam nanti. Eh, setelah ikan nilanya dibeli dia malah menyuruhku untuk tidak memasak. "Oh, kata Ibu nanti malam makan di sana saja. Tadi Ibu beli daging sapi, karena sapinya Wak Leman masuk lubang jadi di sembelih. Ibu masak rendang, sam sop juga," kata Mas Abi cepat.Dia sedang menggantung rentengan shamp
167. Gosip (Bagian C)"Ya, siapa yang tahu, Mas. Mungkin saja Mas ketemu Rika yang bekerja di toko baju itu di kantor desa, aku 'kan tidak tahu," kataku sambil mengangkat bahu. "Lah, terus si Rika ini ngomong apa?" tanyaku lagi."Aduh … Mas ngomongnya kok jadi tidak enak, ya!" kata Mas Abi sambil menggaruk rambutnya."Memangnya dia ngomong apa?" tanyaku berusaha sabar."Mas takut jatuhnya malah ghibah, Dek, dan juga fitnah. Ini dosa, loh!" kata mas Abi dengan pandangan memelas."Ya Allah, Mas. Kalau Mas tidak mau memberitahu, seharusnya ngomong dari tadi. Bukannya malah memberi teka-teki seperti ini, membuat orang penasaran saja!" kataku dengan nada ketus.Mas Abi malah cengengesan, dia hanya menatapku dengan pandangan geli, dan juga tidak nampak sedikitpun rasa bersalah di wajahnya Suamiku itu benar-benar sangat pintar membuatku marah dan juga kesal."Maaf, maaf!" kata Mas Abi akhirnya."Ya terus si Rika ini ngomong apa?" tanyaku lagi."Dia ini ngomong, kalau Mbak Lisa …."Oalah, tern
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata