Bab 5 - Mengejar Masa Depan
Di tempat lain, Nyonya Wijaya geram karena detektif yang disewanya belum juga menemukan keberadaan Sari dan Dito. Wanita itu terus menekankan untuk segera menangkap mereka berdua. "Kalian harus segera menemukannya! Aku tidak peduli dengan cara apa, pokoknya bawa mereka kembali padaku!" bentak Nyonya Wijaya kepada anak buahnya. Para anak buah Nyonya Wijaya tampak ketakutan. Mereka tahu konsekuensi jika mengecewakan majikan mereka. "Baik, Nyonya. Kami akan terus melakukan penyelidikan dan mencari keberadaan Tuan Muda Dito dan Nona Sari," sahut salah seorang anak buah itu. Nyonya Wijaya mendengus kesal. "Kalian harus segera menemukannya! Aku tidak mau tahu, pokoknya cari sampai ketemu!" Para anak buah Nyonya Wijaya segera bergerak, melakukan berbagai cara untuk melacak keberadaan Dito dan Sari. Mereka menyebar ke berbagai negara, berusaha menemukan jejak pasangan itu. Sementara itu, Dito dan Sari mulai menjalani kehidupan baru mereka di Spanyol. Mereka mencoba beradaptasi dengan budaya dan kebiasaan masyarakat setempat, agar tidak mudah dikenali. Suatu hari, Dito mengajak Sari ke sebuah taman kota yang indah. Pemandangan taman yang rindang dan bunga-bunga yang bermekaran membuat Sari tersenyum lega. "Tempat ini benar-benar indah, Dito. Aku merasa... tenang sekali di sini," ujar Sari. Dito tersenyum lembut. "Syukurlah kau menyukainya, Sayang. Aku ingin kau merasa nyaman dan bahagia di sini." Mereka duduk di salah satu bangku taman, menikmati suasana yang damai. Sari bersandar di bahu Dito, merasakan ketenangan yang menyelimuti hatinya. "Aku... aku benar-benar bersyukur kita bisa pergi dari sana. Aku tidak pernah menyangka bisa hidup seperti ini," gumam Sari. Dito menggenggam tangan Sari. "Aku berjanji akan selalu melindungimu, Sayang. Kita akan memulai hidup baru yang lebih bahagia di sini." Sari mengangguk pelan. "Aku percaya padamu, Dito. Bersamamu, aku merasa aman dan nyaman." Mereka larut dalam kebersamaan, menikmati setiap detik kebersamaan mereka. Untuk sesaat, Sari melupakan segala ketakutan dan kekhawatirannya. Ia merasa benar-benar bebas. Sayangnya, kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Suatu hari, ketika Dito dan Sari sedang berjalan-jalan di pasar, tiba-tiba salah satu anak buah Nyonya Wijaya mendapati mereka. "Tuan Muda Dito? Nona Sari?" seru orang itu dengan nada tak percaya. Dito dan Sari langsung tersentak kaget. Wajah mereka memucat pasi. "Ba-bagaimana bisa..." Sari tergagap, air matanya mulai mengalir. Anak buah Nyonya Wijaya itu segera menghubungi atasannya. "Nyonya, saya menemukan Tuan Muda Dito dan Nona Sari. Mereka ada di Spanyol." "Apa?! Cepat bawa mereka kembali!" perintah Nyonya Wijaya dengan nada penuh amarah. Dito meraih tangan Sari, berusaha menenangkannya. "Sari, kita harus segera pergi dari sini!" Sari mengangguk panik, air matanya semakin deras mengalir. Mereka segera berlari meninggalkan tempat itu, berusaha menghindari kejaran anak buah Nyonya Wijaya. Dito dan Sari berlari sekencang-kencangnya, bersembunyi di gang-gang kecil untuk menghindari pengejaran. Namun, anak buah Nyonya Wijaya terus mengikuti jejak mereka. "Dito, bagaimana ini? Mereka tidak menyerah," isak Sari. Dito memeluk Sari erat. "Tenang, Sayang. Kita pasti akan menemukan cara untuk lolos." Mereka terus berlari, mencoba mencari jalan keluar. Namun akhirnya mereka terpojok di sebuah gang sempit tanpa jalan keluar. "Tidak... Dito, aku takut," tangis Sari semakin menjadi. Dito menatap Sari dengan tatapan cemas. "Sari, dengarkan aku. Aku tidak akan membiarkan mereka membawamu." Tiba-tiba, dari arah belakang mereka, segerombolan anak buah Nyonya Wijaya muncul. Dito segera melindungi Sari, siap menghadapi mereka. Namun, sebelum mereka sempat bereaksi, tiba-tiba muncul seorang pria asing yang langsung menarik Dito dan Sari menjauh. "Cepat, ikut aku!" perintahnya. Dito dan Sari tak punya pilihan selain menuruti pria itu. Mereka mengikutinya, sementara anak buah Nyonya Wijaya tak bisa berbuat apa-apa. Pria itu membawa mereka ke sebuah gedung tua yang tampak tak berpenghuni. Begitu tiba di dalam, ia langsung mengunci pintu. "Kalian aman di sini untuk sementara waktu," ujar pria itu. Dito menatapnya tak percaya. "Siapa kau? Kenapa kau menolongkam kami?" "Namaku Pedro. Aku mendengar pembicaraan kalian tadi dan tahu kalian sedang dalam bahaya," jelas pria itu. Sari menatapnya dengan penuh harap. "Bisakah kau... membawa kami pergi dari sini? Mereka tidak boleh menemukan kami." Pedro mengangguk. "Tenang saja, aku akan membantu kalian. Ikuti aku." Pria itu lalu membawa mereka menyusuri lorong-lorong di dalam gedung tua itu, menuju sebuah pintu rahasia. Mereka berhasil lolos dari pengejaran anak buah Nyonya Wijaya. Setelah merasa cukup aman, Dito dan Sari bisa bernafas lega. Mereka bersyukur terselamatkan berkat bantuan Pedro. "Terima kasih banyak, Pedro. Kau benar-benar menyelamatkan kami," ujar Dito tulus. Pedro tersenyum. "Tidak masalah. Aku senang bisa membantu kalian." "Tapi bagaimana... bagaimana kau tahu kami sedang dalam bahaya?" tanya Sari penasaran. "Saat aku melewati gang tadi, aku mendengar suara-suara yang mencurigakan. Lalu saat aku melihat kalian dikejar, aku langsung mengenali kalian," jelas Pedro. Dito mengangguk-angguk. "Syukurlah kau ada di sana saat itu." "Jadi... apa kalian punya rencana selanjutnya?" tanya Pedro. Dito dan Sari saling berpandangan dengan cemas. "Kami... kami tidak tahu. Kami harus segera pergi dari Spanyol sebelum mereka menemukan kami lagi," ujar Dito. Pedro tampak berpikir sejenak. "Hmm... Bagaimana kalau kalian pergi ke Perancis? Kurasa di sana kalian bisa aman untuk sementara waktu." "Perancis?" Sari mengerutkan kening. "Apa di sana kami benar-benar bisa aman dari kejaran mereka?" "Ya, kurasa itu pilihan yang tepat. Keluarga Wijaya tidak akan mudah melacak kalian jika kalian pergi ke Perancis," ujar Pedro meyakinkan. Dito mengangguk. "Baiklah, kalau begitu, kami akan pergi ke Perancis. Tapi... bagaimana caranya kami bisa sampai ke sana?" "Tenang saja, aku akan membantu kalian mengatur kepergian kalian. Kalian hanya perlu bersiap-siap," kata Pedro. Dito dan Sari merasa lega mendengar tawaran itu. Setidaknya mereka masih punya kesempatan untuk kabur dari kejaran anak buah Nyonya Wijaya. Dengan bantuan Pedro, Dito dan Sari akhirnya berhasil tiba di Perancis dengan selamat. Mereka menetap di sebuah kota kecil bernama Nice, sebuah tempat yang Pedro rekomendasikan. "Kalian bisa tinggal di sini untuk sementara waktu. Saya akan memastikan keluarga Wijaya tidak bisa menelusuri keberadaan kalian," kata Pedro sebelum kembali ke Spanyol. Dito dan Sari memandangi tempat tinggal baru mereka dengan rasa syukur. Setidaknya untuk saat ini, mereka merasa lebih aman. "Akhirnya... kita bisa beristirahat sejenak," gumam Sari. Dito memeluk Sari erat. "Ya, Sayang. Kita pasti akan baik-baik saja." Meskipun masih dihantui rasa was-was, Sari mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Bersama Dito, ia merasa lebih aman dan tenang. Hari-hari berlalu, Dito dan Sari perlahan mulai beradaptasi dengan kehidupan baru mereka di Perancis. Mereka berusaha berbaur dengan penduduk lokal agar tidak mudah dikenali. Suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan di pasar, Sari mendengar bisik-bisik dari beberapa orang. "Hei, katanya ada seseorang yang mirip dengan Nyonya Wijaya yang datang ke kota ini," bisik seorang wanita. Jantung Sari berdegup kencang. "Ti-tidak mungkin..." gumamnya panik. Sari segera kembali ke tempat tinggal mereka dan memberitahu Dito. "Dito, aku... aku mendengar ada seseorang yang mirip Nyonya Wijaya datang ke kota ini," ujar Sari dengan wajah pucat pasi. Dito langsung memeluk Sari, berusaha menenangkannya. "Jangan khawatir, Sayang. Kita pasti akan baik-baik saja." "Tapi... bagaimana jika mereka berhasil menemukan kita lagi? Aku tidak mau kembali ke sana, Dito," Sari terisak. "Sshhh... Tenang, kita pasti akan menemukan cara untuk lolos," bisik Dito menenangkan. Mereka berdua terus waspada dan berusaha mencari informasi lebih lanjut. Dito memutuskan untuk keluar mencari tahu apakah benar Nyonya Wijaya atau anak buahnya datang ke kota ini. Setelah beberapa jam, Dito kembali dengan wajah cemas. "Sari, kurasa kita harus segera pergi dari sini. Anak buah Nyonya Wijaya sudah mulai menyebar mencari kita." Sari langsung panik. "Apa? Bagaimana ini, Dito? Ke mana lagi kita harus pergi?" "Tenang, Sayang. Aku sudah berbicara dengan Pedro, dia menawarkan bantuan untuk kita pergi ke Inggris," jelas Dito. "Inggris?" Sari mengerutkan kening. "Apa di sana kita benar-benar akan aman?" "Pedro yakin kita akan lebih sulit dilacak jika pergi ke Inggris. Setidaknya untuk sementara waktu," ujar Dito. Meskipun masih diliputi kekhawatiran, Sari akhirnya mengangguk menyetujui rencana itu. Mereka tidak punya pilihan lain selain terus berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran keluarga Wijaya. Dengan bantuan Pedro, Dito dan Sari kembali berhasil lolos menuju Inggris. Mereka menetap di sebuah kota kecil di pinggiran London, tempat yang Pedro rekomendasikan. "Semoga di sini kalian bisa benar-benar aman," ujar Pedro sebelum kembali ke Perancis. Dito merangkul Sari dengan lembut. "Kita aman sekarang, Sayang. Keluarga Wijaya tidak akan bisa menjangkau kita lagi." Sari menyandarkan kepalanya di dada Dito. "Aku... aku harap kali ini kita benar-benar bisa tenang." Mereka pun mulai membangun kehidupan baru di Inggris. Dito berusaha mencari pekerjaan untuk menghidupi mereka berdua, sementara Sari mengurus rumah tangga. Meskipun masih sering dihantui rasa cemas, perlahan-lahan Sari mulai merasakan ketenangan. Ia tidak lagi terlalu takut akan dikejar oleh keluarga Wijaya. Suatu hari, ketika Dito pulang dari bekerja, ia mendapati Sari sedang tersenyum bahagia. "Kenapa kau tersenyum begitu, Sayang?" tanya Dito lembut. Sari menatap Dito dengan tatapan penuh kasih. "Aku... aku merasa sangat bersyukur kita bisa sampai ke sini, Dito. Aku merasa lebih tenang dan aman." Dito tersenyum lebar, lalu menarik Sari ke dalam pelukannya. "Aku senang mendengarnya, Sayang. Aku janji akan selalu melindungimu." Sari membalas pelukan Dito dengan erat. "Terima kasih, Dito. Aku... aku benar-benar mencintaimu." Mereka berdua larut dalam kebahagiaan, menikmati ketenangan yang menyenangkan.Bab 6 - Masa Depan yang Tak TerdugaSementara itu, di lain tempat, Nyonya Wijaya terus berusaha mencari keberadaan Dito dan Sari. Kemarahan dan rasa frustasinya semakin memuncak setelah anak buahnya tak kunjung berhasil menemukannya."Bagaimana bisa mereka lolos dari pengejaran kita?!" bentak Nyonya Wijaya pada anak buahnya.Para anak buah itu tampak ketakutan. "M-maafkan kami, Nyonya. Kami sudah melakukan pencarian di berbagai negara, tapi mereka terus berpindah-pindah tempat."Nyonya Wijaya mendengus marah. "Kalian semua tidak berguna! Kenapa sulit sekali menemukan dua orang itu?!"Salah seorang anak buah memberanikan diri bertanya. "Nyonya, apa kita tidak bisa meminta bantuan pihak berwenang untuk mencari mereka?"Nyonya Wijaya menatapnya tajam. "Apa kau gila?! Aku tidak mau melibatkan pihak luar dalam masalah ini. Itu hanya akan memperlambat pencarian."Anak buah itu menunduk, takut membuat Nyonya Wijaya semakin marah."Kalian harus menemukan mereka, bagaimanapun caranya! Aku tida
Bab 7 - Kembali ke Masa Lalu Dito menatap pria itu dengan tatapan putus asa. Ia tidak bisa membayangkan jika Sari harus kembali ke dalam cengkeraman keluarga Wijaya. Apalagi sekarang Sari sedang mengandung anak mereka. "Kumohon, jangan sakiti Sari. Dia... dia sedang mengandung anak kita," lirih Dito. Pria itu tampak sedikit terkejut mendengar penuturan Dito. Namun, ekspresinya kembali datar. "Itu bukan urusanku. Yang jelas, anda harus segera ikut dengan saya," ucapnya tegas. Dito mengepalkan tangannya erat. Ia tidak punya pilihan lain selain menyerahkan diri demi keselamatan Sari dan calon anak mereka. Dengan berat hati, Dito akhirnya berjalan mengikuti pria itu. Dalam perjalanan, ia terus berdoa agar Sari dan bayinya tetap aman. Sesampainya di tempat tujuan, Dito disambut dengan tatapan dingin Nyonya Wijaya. Wanita itu tampak sangat marah. "Akhirnya kau kembali juga, Tuan Muda Dito," ujarnya dengan nada sinis. Dito menundukkan kepalanya. "Tolong jangan sakiti Sari d
Bab 8 - Perjuangan Merebut KebebasanSari menatap Dito dan Nyonya Wijaya dengan pandangan penuh kekhawatiran. Tidak mungkin ia meninggalkan Dito kembali ke dalam cengkeraman keluarga Wijaya."Tidak, aku tidak bisa pergi tanpa Dito!" seru Sari dengan nada putus asa.Nyonya Wijaya memandangnya dengan tatapan dingin. "Jangan membantah, Nona Sari. Kau sudah bebas, sekarang pergilah."Sari menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Tidak! Aku tidak akan meninggalkan Dito di sini. Apa yang akan kau lakukan padanya?"Dito menatap Sari dengan lembut. "Sayang, kumohon pergilah. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu dan bayi kita.""Tapi Dito, aku... aku tidak bisa meninggalkanmu. Aku sangat mencintaimu," isak Sari.Nyonya Wijaya menghela napas dengan jengkel. "Baiklah, kalau begitu. Kau boleh tinggal di sini, Nona Sari. Tapi ingat, jangan pernah coba-coba kabur lagi."Sari menatap Nyonya Wijaya dengan ketakutan. "Apa yang akan kau lakukan pada kami?"Nyonya Wijaya menyeringai. "Kau akan tahu nanti
Bab 9 - Rencana PelarianSetelah pertemuan singkat dengan Dito, Sari kembali ke kamarnya. Hatinya terasa semakin berat memikirkan nasib mereka. Bagaimana caranya ia dan Dito bisa lolos dari sini?Tak lama kemudian, Nyonya Wijaya datang mengunjunginya."Nah, Nona Sari. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Nyonya Wijaya dengan nada sinis.Sari menelan ludah gugup. "A-aku baik-baik saja, Nyonya."Nyonya Wijaya tersenyum tipis. "Syukurlah kalau begitu. Aku harap kau tetap menjaga kandunganmu dengan baik."Sari mengangguk pelan. "I-iya, Nyonya. Saya akan menjaganya."Nyonya Wijaya menghela napas. "Kau tahu, Nona Sari, aku sebenarnya ingin membantu. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada cucuku."Sari memandang Nyonya Wijaya dengan was-was. "Benarkah, Nyonya? Apa... apa yang Anda rencanakan?"Nyonya Wijaya menyeringai. "Tenang saja, aku hanya ingin memastikan bayi itu lahir dengan sehat. Kau tidak perlu khawatir."Sari mengepalkan tangannya erat. "Tolong, Nyonya... Jangan sakiti bayiku."Nyonya
Bab 10 - Pelarian yang MenegangkanSetelah harus meninggalkan Dito, Sari merasa hatinya hancur. Ia tidak bisa berhenti memikirkan nasib pria yang dicintainya itu. Bagaimana keadaan Dito sekarang? Apa yang akan dilakukan Nyonya Wijaya padanya?Sari menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangis. Ia tahu ia tidak boleh larut dalam kesedihan. Saat ini, yang terpenting adalah keselamatan dirinya dan bayi yang dikandungnya.Mobil yang dikendarai Bibi Amelia melaju dengan kecepatan tinggi, membelah kegelapan malam. Sari memandang ke luar jendela, melihat pemandangan pedesaan yang terlewati. Ia berharap bisa menemukan tempat yang aman untuk bersembunyi.Bibi Amelia sesekali melirik Sari melalui kaca spion. Wanita itu tahu betul betapa berat dan sulit keadaan Sari saat ini."Nona Sari, saya tahu ini semua berat bagi Anda. Tapi saya berjanji akan membawa Anda ke tempat yang aman," ucap Bibi Amelia lembut.Sari mengangguk pelan. "Terima kasih, Bi. Saya percaya pada Anda."Bibi Amelia terseny
Bab 11 - Perjuangan untuk KebebasanDito tidak menyerah. Meskipun tangan dan kakinya terikat, ia terus berusaha mencari celah untuk melarikan diri. Ia harus bisa menemukan Sari dan bayinya, bagaimanapun caranya.Penjaga yang berjaga di ruangannya sesekali datang memeriksa, tapi Dito tidak pernah berhenti mencoba melawan. Ia tahu jika ia berhasil lolos, ia masih harus menghadapi Nyonya Wijaya dan anak buahnya. Tapi ia tidak peduli, yang terpenting adalah ia harus bisa menyelamatkan Sari dan bayinya.Suatu hari, saat penjaga itu datang, Dito mencoba mengalihkan perhatiannya. "Hei, bisakah kau membawakan aku makanan? Aku lapar."Penjaga itu menaikkan sebelah alisnya, tampak ragu. "Maaf, tapi aku tidak bisa membawakan apapun untukmu. Perintahnya, aku hanya boleh menjagamu di sini."Dito menghela napas panjang. "Kumohon... aku benar-benar lapar. Aku butuh tenaga untuk bertahan."Penjaga itu tampak tergoda, tapi kemudian menggeleng tegas. "Tidak bisa. Aku tidak bisa mengambil risiko. Nyonya
Bab 12 - Pertarungan untuk KebebasanSari terkejut mendengar suara Dito dan segera berlari keluar. Perutnya yang membesar terasa berat, tapi rasa bahagia dan lega membuncah di dadanya."Dito?!" pekiknya.Dito mendengar suara Sari dan langsung berlari ke arahnya. "Sari! Syukurlah kau baik-baik saja!"Mereka berdua berpelukan erat, air mata bahagia membasahi pipi Sari. "Dito, aku sangat merindukanmu! Aku takut terjadi sesuatu padamu."Dito mengecup puncak kepala Sari. "Aku juga sangat merindukanmu, sayang. Tapi sekarang, ayo kita segera pergi dari sini."Sari mengangguk, tapi tiba-tiba teringat sesuatu. "Tunggu, Bi Amelia masih di dalam. Kita harus membawanya juga."Dito mengangguk. "Baiklah, ayo kita jemput Bi Amelia."Mereka berdua bergegas masuk ke dalam, tapi tiba-tiba Bibi Amelia keluar dengan panik."Nona Sari! Tuan Muda Dito! Cepat, kita harus segera pergi dari sini!" serunya.Dito mengerutkan kening. "Kenapa, Bi? Apa yang terjadi?"Bibi Amelia menarik tangan mereka. "Nyonya Wija
Bab 13 - Rencana PelarianDito, Sari, dan Bibi Amelia akhirnya bisa beristirahat dengan tenang di pos polisi itu. Mereka merasa lega karena terhindar dari kejaran Nyonya Wijaya.Polisi yang mengantarkan mereka segera menghampiri Dito. "Tuan Muda, bisakah Anda menceritakan apa yang sebenarnya terjadi?"Dito mengangguk. "Baik, Pak. Seperti yang saya katakan tadi, Nyonya Wijaya menculik Sari. Kami berhasil melarikan diri, tapi dia terus mengejar kami."Polisi itu mengangguk-angguk. "Saya mengerti. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?""Kami terdesak di sebuah lorong buntu. Terjadi pertarungan antara saya dan anak buah Nyonya Wijaya. Kemudian, Nyonya Wijaya sendiri muncul dan menyerang kami. Tapi Sari berhasil menghentikannya, dan akhirnya kami bisa melarikan diri," jelas Dito.Polisi itu mengerutkan kening. "Menghentikannya? Maksud Anda, Nona Sari?"Dito mengangguk. "Ya, Pak. Sari menggunakan pecahan kaca untuk menyerang Nyonya Wijaya, dan itu membuat kami bisa kabur."Polisi itu tampak t