Bab 13 - Rencana PelarianDito, Sari, dan Bibi Amelia akhirnya bisa beristirahat dengan tenang di pos polisi itu. Mereka merasa lega karena terhindar dari kejaran Nyonya Wijaya.Polisi yang mengantarkan mereka segera menghampiri Dito. "Tuan Muda, bisakah Anda menceritakan apa yang sebenarnya terjadi?"Dito mengangguk. "Baik, Pak. Seperti yang saya katakan tadi, Nyonya Wijaya menculik Sari. Kami berhasil melarikan diri, tapi dia terus mengejar kami."Polisi itu mengangguk-angguk. "Saya mengerti. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?""Kami terdesak di sebuah lorong buntu. Terjadi pertarungan antara saya dan anak buah Nyonya Wijaya. Kemudian, Nyonya Wijaya sendiri muncul dan menyerang kami. Tapi Sari berhasil menghentikannya, dan akhirnya kami bisa melarikan diri," jelas Dito.Polisi itu mengerutkan kening. "Menghentikannya? Maksud Anda, Nona Sari?"Dito mengangguk. "Ya, Pak. Sari menggunakan pecahan kaca untuk menyerang Nyonya Wijaya, dan itu membuat kami bisa kabur."Polisi itu tampak t
Bab 14 - Babak Baru di Negeri AsingSetelah perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Dito, Sari, dan Bibi Amelia tiba di negara tujuan mereka. Selama di kapal, mereka terus bersembunyi, berusaha menghindari perhatian awak kapal maupun penumpang lainnya.Kini, mereka berdiri di depan bandara asing yang asing bagi mereka. Sari tampak cemas, menggenggam erat tangan Dito."Dito, apa kita... apa kita benar-benar akan aman di sini?" tanyanya dengan suara pelan.Dito merangkul bahu Sari, berusaha menenangkannya. "Tenang, sayang. Selama kita berhati-hati, kita pasti akan baik-baik saja. Bibi Amelia sudah mengurus semuanya."Bibi Amelia mengangguk meyakinkan. "Benar, Nona Sari. Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Kita hanya perlu mengikuti petunjuk yang diberikan."Sari menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Baiklah, aku percaya pada kalian."Mereka pun memasuki bandara, mengikuti instruksi yang diberikan oleh kontak Bibi Amelia. Dengan bantuan dokumen palsu, mereka
Bab 15 - Merajut Kembali HarapanSetelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kondisi Sari dan kandungannya berangsur-angsur membaik. Dokter menyatakan bahwa mereka sudah melewati masa kritis dan bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa.Dito terus setia mendampingi Sari, memberikan dukungan dan semangat. Ia sangat lega melihat istrinya perlahan-lahan pulih."Bagaimana perasaanmu hari ini, sayang?" tanya Dito sambil menggenggam tangan Sari.Sari tersenyum lembut. "Aku merasa jauh lebih baik, Dito. Dokter bilang kandunganku juga sudah stabil.""Syukurlah... aku sangat bersyukur mendengarnya. Aku tahu kau pasti bisa melewati ini semua," ujar Dito sambil mengecup kening Sari.Sari mengangguk dan balas menatap Dito. "Itu semua berkat doa dan dukunganmu, Dito. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak ada di sisiku."Dito tersenyum lega. "Tentu saja, sayang. Aku akan selalu ada untukmu dan bayi kita. Kita akan berjuang bersama-sama."Bibi Amelia yang sejak tadi setia menunggu di lu
Bab 16 - Menantikan Sang Buah HatiHari yang sangat menegangkan itu pun tiba. Sari segera dipersiapkan untuk menjalani proses kelahiran prematur atas saran dokter. Dito tidak pernah meninggalkan sisi Sari, memberikan dukungan dan semangat yang tak henti-hentinya."Kau pasti bisa melewati ini, Sari. Aku percaya padamu," ujar Dito sambil menggenggam erat tangan Sari.Sari memaksakan sebuah senyuman di wajahnya yang pucat. "Aku... aku juga akan berjuang, Dito. Demi bayi kita."Bibi Amelia yang sejak tadi setia mendampingi mereka, juga turut memberikan semangat. "Nona Sari, Tuan Muda, saya yakin semuanya akan baik-baik saja. Doakan yang terbaik."Sari mengangguk pelan. "Terima kasih, Bi. Aku sangat bersyukur memiliki kalian berdua."Tak lama kemudian, dokter dan tim medis segera masuk ke dalam ruang operasi. Dito dan Bibi Amelia hanya bisa menunggu dengan cemas di luar.Selama proses kelahiran berlangsung, Dito tak berhenti berdoa dan berharap agar Sari dan bayinya bisa selamat. Jemarinya
Bab 17 - Mengarungi KetidakpastianPerjalanan yang mereka lalui tidaklah mudah. Dito, Sari, dan Bibi Amelia harus bergerak hati-hati untuk menghindari kejaran mereka yang mencari keberadaan Sari dan bayi mereka. Kecemasan dan kekhawatiran terus menghantui mereka sepanjang perjalanan.Sari tak henti-hentinya memikirkan kondisi putranya yang terpaksa mereka tinggalkan di rumah sakit. Hatinya terasa sangat berat, ingin segera kembali dan menjemput sang buah hati."Dito, aku mohon... bisakah kita segera kembali untuk menjemput bayi kita?" pinta Sari dengan nada memohon.Dito menatap Sari dengan tatapan prihatin. "Aku tahu, sayang. Tapi saat ini, kita harus fokus untuk menyembunyikan diri dahulu. Kondisi kita dan bayi masih belum aman."Sari menundukkan kepalanya, air mata kembali mengalir di pipinya. "Aku... aku sangat merindukannya, Dito. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?"Dito langsung memeluk Sari, berusaha menenangkannya. "Sari, percayalah bahwa putra kita akan baik-baik saja. T
Bab 18 - Perjuangan untuk KeluargaDito akhirnya memutuskan untuk membawa Sari ke rumah sakit, meski hati mereka dipenuhi kekhawatiran. Kondisi bayi mereka yang kritis membuat Sari semakin panik dan tak tenang.Setelah memastikan keamanan, mereka segera bergegas menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Sari terus menggumamkan doa, berharap bayinya baik-baik saja."Dito, bagaimana kalau terjadi sesuatu pada bayi kita? Aku... aku tidak bisa membayangkannya," ujar Sari dengan suara bergetar.Dito meraih tangan Sari dan menggenggamnya erat. "Sari, percayalah bahwa anak kita akan baik-baik saja. Tim medis pasti melakukan yang terbaik untuk merawatnya.""Tapi Dito... aku sangat khawatir. Aku ingin segera bertemu dengannya," Sari berkata dengan air mata mengalir di pipinya."Kita akan segera bertemu dengannya, Sari. Aku janji," Dito berkata sambil menatap Sari dengan tatapan meyakinkan.Akhirnya, mereka tiba di rumah sakit. Dengan cepat, Dito dan Sari menuju ruang perawatan bayi, ditemani o
Bab 19 - Membangkitkan Semangat HidupSetelah beberapa hari berusaha meyakinkan dan membangkitkan semangat hidup Sari, akhirnya ada sedikit perubahan pada dirinya. Meski masih tampak rapuh dan terpuruk, setidaknya Sari mulai mau menerima dukungan dari Dito dan Bibi Amelia."Sari, syukurlah kau mau keluar dari kamar. Aku dan Bibi Amelia sangat mengkhawatirkanmu," ujar Dito lembut sambil menatap Sari.Sari mengangguk pelan, matanya sembab akibat terlalu banyak menangis. "Maafkan aku, Dito... Bibi Amelia. Aku... aku masih belum bisa menerima semua ini."Bibi Amelia dengan sabar mendekati Sari dan menggenggam tangannya. "Nona Sari, kami mengerti perasaan Anda. Tapi kami mohon, jangan menyerah. Kami ada di sini untuk Anda."Sari menatap Bibi Amelia dengan pandangan sendu. "Aku... aku ingin sekali melihat bayi kita lagi, Bi. Aku sangat merindukan sosoknya."Dito bergerak mendekati Sari dan merangkulnya dengan lembut. "Sari, aku tahu ini sangat berat. Tapi percayalah, anak kita pasti bahagia
Bab 20 - Membuka Lembaran BaruSetelah melalui masa-masa sulit, akhirnya Sari mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Berkat dukungan penuh dari Dito dan Bibi Amelia, ia perlahan-lahan bisa menerima kepergian sang buah hati dan berusaha untuk terus berjuang demi kenangan indah mereka.Sari pun memutuskan untuk melanjutkan impiannya membuka toko bunga. Ia ingin mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada bunga-bunga, sebagaimana ia mencintai sang bayi."Dito, aku sudah memutuskan. Aku ingin segera membuka toko bunga itu," ujar Sari dengan semangat yang mulai terpancar di wajahnya.Dito tersenyum lebar mendengar keputusan Sari. "Itu berita yang sangat bagus, Sayang. Aku tahu kau pasti bisa melakukannya."Bibi Amelia juga tampak gembira. "Nona Sari, saya senang Anda akhirnya memutuskan untuk mewujudkan impian Anda. Kami akan selalu mendukung Anda."Sari menatap Dito dan Bibi Amelia dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Dito... Bibi Amelia. Kalian telah banyak membantuku untuk sa