Bab 9 - Rencana PelarianSetelah pertemuan singkat dengan Dito, Sari kembali ke kamarnya. Hatinya terasa semakin berat memikirkan nasib mereka. Bagaimana caranya ia dan Dito bisa lolos dari sini?Tak lama kemudian, Nyonya Wijaya datang mengunjunginya."Nah, Nona Sari. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Nyonya Wijaya dengan nada sinis.Sari menelan ludah gugup. "A-aku baik-baik saja, Nyonya."Nyonya Wijaya tersenyum tipis. "Syukurlah kalau begitu. Aku harap kau tetap menjaga kandunganmu dengan baik."Sari mengangguk pelan. "I-iya, Nyonya. Saya akan menjaganya."Nyonya Wijaya menghela napas. "Kau tahu, Nona Sari, aku sebenarnya ingin membantu. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada cucuku."Sari memandang Nyonya Wijaya dengan was-was. "Benarkah, Nyonya? Apa... apa yang Anda rencanakan?"Nyonya Wijaya menyeringai. "Tenang saja, aku hanya ingin memastikan bayi itu lahir dengan sehat. Kau tidak perlu khawatir."Sari mengepalkan tangannya erat. "Tolong, Nyonya... Jangan sakiti bayiku."Nyonya
Bab 10 - Pelarian yang MenegangkanSetelah harus meninggalkan Dito, Sari merasa hatinya hancur. Ia tidak bisa berhenti memikirkan nasib pria yang dicintainya itu. Bagaimana keadaan Dito sekarang? Apa yang akan dilakukan Nyonya Wijaya padanya?Sari menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangis. Ia tahu ia tidak boleh larut dalam kesedihan. Saat ini, yang terpenting adalah keselamatan dirinya dan bayi yang dikandungnya.Mobil yang dikendarai Bibi Amelia melaju dengan kecepatan tinggi, membelah kegelapan malam. Sari memandang ke luar jendela, melihat pemandangan pedesaan yang terlewati. Ia berharap bisa menemukan tempat yang aman untuk bersembunyi.Bibi Amelia sesekali melirik Sari melalui kaca spion. Wanita itu tahu betul betapa berat dan sulit keadaan Sari saat ini."Nona Sari, saya tahu ini semua berat bagi Anda. Tapi saya berjanji akan membawa Anda ke tempat yang aman," ucap Bibi Amelia lembut.Sari mengangguk pelan. "Terima kasih, Bi. Saya percaya pada Anda."Bibi Amelia terseny
Bab 11 - Perjuangan untuk KebebasanDito tidak menyerah. Meskipun tangan dan kakinya terikat, ia terus berusaha mencari celah untuk melarikan diri. Ia harus bisa menemukan Sari dan bayinya, bagaimanapun caranya.Penjaga yang berjaga di ruangannya sesekali datang memeriksa, tapi Dito tidak pernah berhenti mencoba melawan. Ia tahu jika ia berhasil lolos, ia masih harus menghadapi Nyonya Wijaya dan anak buahnya. Tapi ia tidak peduli, yang terpenting adalah ia harus bisa menyelamatkan Sari dan bayinya.Suatu hari, saat penjaga itu datang, Dito mencoba mengalihkan perhatiannya. "Hei, bisakah kau membawakan aku makanan? Aku lapar."Penjaga itu menaikkan sebelah alisnya, tampak ragu. "Maaf, tapi aku tidak bisa membawakan apapun untukmu. Perintahnya, aku hanya boleh menjagamu di sini."Dito menghela napas panjang. "Kumohon... aku benar-benar lapar. Aku butuh tenaga untuk bertahan."Penjaga itu tampak tergoda, tapi kemudian menggeleng tegas. "Tidak bisa. Aku tidak bisa mengambil risiko. Nyonya
Bab 12 - Pertarungan untuk KebebasanSari terkejut mendengar suara Dito dan segera berlari keluar. Perutnya yang membesar terasa berat, tapi rasa bahagia dan lega membuncah di dadanya."Dito?!" pekiknya.Dito mendengar suara Sari dan langsung berlari ke arahnya. "Sari! Syukurlah kau baik-baik saja!"Mereka berdua berpelukan erat, air mata bahagia membasahi pipi Sari. "Dito, aku sangat merindukanmu! Aku takut terjadi sesuatu padamu."Dito mengecup puncak kepala Sari. "Aku juga sangat merindukanmu, sayang. Tapi sekarang, ayo kita segera pergi dari sini."Sari mengangguk, tapi tiba-tiba teringat sesuatu. "Tunggu, Bi Amelia masih di dalam. Kita harus membawanya juga."Dito mengangguk. "Baiklah, ayo kita jemput Bi Amelia."Mereka berdua bergegas masuk ke dalam, tapi tiba-tiba Bibi Amelia keluar dengan panik."Nona Sari! Tuan Muda Dito! Cepat, kita harus segera pergi dari sini!" serunya.Dito mengerutkan kening. "Kenapa, Bi? Apa yang terjadi?"Bibi Amelia menarik tangan mereka. "Nyonya Wija
Bab 13 - Rencana PelarianDito, Sari, dan Bibi Amelia akhirnya bisa beristirahat dengan tenang di pos polisi itu. Mereka merasa lega karena terhindar dari kejaran Nyonya Wijaya.Polisi yang mengantarkan mereka segera menghampiri Dito. "Tuan Muda, bisakah Anda menceritakan apa yang sebenarnya terjadi?"Dito mengangguk. "Baik, Pak. Seperti yang saya katakan tadi, Nyonya Wijaya menculik Sari. Kami berhasil melarikan diri, tapi dia terus mengejar kami."Polisi itu mengangguk-angguk. "Saya mengerti. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?""Kami terdesak di sebuah lorong buntu. Terjadi pertarungan antara saya dan anak buah Nyonya Wijaya. Kemudian, Nyonya Wijaya sendiri muncul dan menyerang kami. Tapi Sari berhasil menghentikannya, dan akhirnya kami bisa melarikan diri," jelas Dito.Polisi itu mengerutkan kening. "Menghentikannya? Maksud Anda, Nona Sari?"Dito mengangguk. "Ya, Pak. Sari menggunakan pecahan kaca untuk menyerang Nyonya Wijaya, dan itu membuat kami bisa kabur."Polisi itu tampak t
Bab 14 - Babak Baru di Negeri AsingSetelah perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Dito, Sari, dan Bibi Amelia tiba di negara tujuan mereka. Selama di kapal, mereka terus bersembunyi, berusaha menghindari perhatian awak kapal maupun penumpang lainnya.Kini, mereka berdiri di depan bandara asing yang asing bagi mereka. Sari tampak cemas, menggenggam erat tangan Dito."Dito, apa kita... apa kita benar-benar akan aman di sini?" tanyanya dengan suara pelan.Dito merangkul bahu Sari, berusaha menenangkannya. "Tenang, sayang. Selama kita berhati-hati, kita pasti akan baik-baik saja. Bibi Amelia sudah mengurus semuanya."Bibi Amelia mengangguk meyakinkan. "Benar, Nona Sari. Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Kita hanya perlu mengikuti petunjuk yang diberikan."Sari menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Baiklah, aku percaya pada kalian."Mereka pun memasuki bandara, mengikuti instruksi yang diberikan oleh kontak Bibi Amelia. Dengan bantuan dokumen palsu, mereka
Bab 15 - Merajut Kembali HarapanSetelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kondisi Sari dan kandungannya berangsur-angsur membaik. Dokter menyatakan bahwa mereka sudah melewati masa kritis dan bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa.Dito terus setia mendampingi Sari, memberikan dukungan dan semangat. Ia sangat lega melihat istrinya perlahan-lahan pulih."Bagaimana perasaanmu hari ini, sayang?" tanya Dito sambil menggenggam tangan Sari.Sari tersenyum lembut. "Aku merasa jauh lebih baik, Dito. Dokter bilang kandunganku juga sudah stabil.""Syukurlah... aku sangat bersyukur mendengarnya. Aku tahu kau pasti bisa melewati ini semua," ujar Dito sambil mengecup kening Sari.Sari mengangguk dan balas menatap Dito. "Itu semua berkat doa dan dukunganmu, Dito. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak ada di sisiku."Dito tersenyum lega. "Tentu saja, sayang. Aku akan selalu ada untukmu dan bayi kita. Kita akan berjuang bersama-sama."Bibi Amelia yang sejak tadi setia menunggu di lu
Bab 16 - Menantikan Sang Buah HatiHari yang sangat menegangkan itu pun tiba. Sari segera dipersiapkan untuk menjalani proses kelahiran prematur atas saran dokter. Dito tidak pernah meninggalkan sisi Sari, memberikan dukungan dan semangat yang tak henti-hentinya."Kau pasti bisa melewati ini, Sari. Aku percaya padamu," ujar Dito sambil menggenggam erat tangan Sari.Sari memaksakan sebuah senyuman di wajahnya yang pucat. "Aku... aku juga akan berjuang, Dito. Demi bayi kita."Bibi Amelia yang sejak tadi setia mendampingi mereka, juga turut memberikan semangat. "Nona Sari, Tuan Muda, saya yakin semuanya akan baik-baik saja. Doakan yang terbaik."Sari mengangguk pelan. "Terima kasih, Bi. Aku sangat bersyukur memiliki kalian berdua."Tak lama kemudian, dokter dan tim medis segera masuk ke dalam ruang operasi. Dito dan Bibi Amelia hanya bisa menunggu dengan cemas di luar.Selama proses kelahiran berlangsung, Dito tak berhenti berdoa dan berharap agar Sari dan bayinya bisa selamat. Jemarinya