Bab 4 - Menuju Kebebasan
Dito, Sari, dan Rudi bergegas meninggalkan kota, melaju menyusuri jalan-jalan sepi di malam hari. Mereka harus segera menjauh dari jangkauan keluarga Wijaya sebelum diketahui. Sepanjang perjalanan, Sari tampak gelisah. Bayangan tentang kemungkinan Nyonya Wijaya mengetahui kepergian mereka membuat gadis itu terus-menerus melirik ke belakang, takut dikejar. "Tenanglah, Sari. Selama kita pergi dari sini, mereka tidak akan bisa menemukanmu," Dito berusaha menenangkan. Sari menghela napas panjang. "Aku... aku hanya takut, Dito. Apa yang akan Ibu lakukan jika ia tahu kita kabur?" Dito meraih tangan Sari, menggenggamnya erat. "Kau tidak perlu khawatir. Selama ada aku, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu." Di kursi kemudi, Rudi melirik sekilas ke arah pasangan itu melalui kaca spion. Wajahnya tampak khawatir. "Kita harus segera sampai di tempat tujuan. Nyonya Wijaya pasti sudah menyadari kalian berdua hilang," ujar Rudi. Mereka terus memacu mobil menembus kegelapan malam, berusaha secepat mungkin menjauh dari kota. Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di sebuah desa kecil yang tampak sepi dan terpencil. "Nah, kita sudah sampai. Ini adalah kampung halamanku," Rudi berkata sambil menepikan mobil. Dito dan Sari turun dari mobil, memandang sekeliling dengan takjub. Suasana di desa ini begitu tenang dan damai, jauh berbeda dengan hiruk-pikuk kota yang selama ini mereka tinggali. "Tempat ini... begitu indah," gumam Sari. Rudi tersenyum. "Iya, desa ini memang selalu menjadi tempat yang tenang untukku. Ayo, ikut aku." Mereka berjalan menyusuri jalan setapak menuju sebuah rumah sederhana di ujung desa. Begitu tiba di depan pintu, Rudi segera mengeluarkan kunci dan membuka pintu. "Ini rumahku. Kalian bisa beristirahat di sini untuk sementara waktu," ujar Rudi. Dito dan Sari masuk dengan hati-hati, memandangi ruangan di dalam rumah itu. Meskipun sederhana, suasananya begitu hangat dan nyaman. "Terima kasih, Rudi. Kau benar-benar menyelamatkan kami," Dito berkata tulus. Rudi menepuk bahu Dito. "Anggap saja rumah sendiri. Kalian bisa bersembunyi di sini sampai keadaan aman." Sari tersenyum lega. "Kami benar-benar berhutang budi padamu, Rudi." "Tidak perlu sungkan. Aku senang bisa membantu kalian," balas Rudi. Ia lalu mengarahkan mereka menuju kamar tamu. "Istirahatlah dulu, besok kita bicarakan langkah selanjutnya." Setelah Rudi meninggalkan mereka, Dito merangkul Sari erat. "Kita aman sekarang, Sari. Keluarga Wijaya tidak akan bisa menemukanmu di sini." Sari menyandarkan kepalanya di dada Dito. "Aku... aku masih takut, Dito. Bagaimana jika mereka tetap bisa menemukan kita?" "Sshhh... Jangan khawatir. Selama ada aku, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu," Dito berbisik, menenangkan Sari. Sari membalas pelukan Dito, mencoba meyakinkan dirinya bahwa mereka telah aman. Perlahan, kecemasan di hatinya mulai memudar, berganti dengan rasa lega. Malam itu, mereka terlelap dengan perasaan lebih tenang, meskipun masih ada sedikit kekhawatiran yang tersisa. Keesokkan harinya, Rudi membangunkan mereka dengan kabar mengejutkan. "Dito, Sari, bangun! Nyonya Wijaya sudah mengetahui kalian menghilang," ujar Rudi panik. Dito dan Sari langsung terbangun dengan kaget. "Apa? Bagaimana bisa?" "Sepertinya salah satu anak buahnya menyadap informasi dan mengetahui kalian kabur. Mereka sudah menyebar orang-orang untuk mencari kalian," jelas Rudi. Sari tampak ketakutan. "Ya Tuhan... Apa yang harus kita lakukan, Dito?" Dito mengepalkan tangannya erat. "Kita harus segera pergi dari sini. Keluarga Wijaya tidak akan berhenti sampai menemukan kita." "Tapi ke mana lagi kita akan pergi? Mereka pasti akan terus mengejar kita," ujar Sari putus asa. Rudi terdiam sejenak, tampak berpikir keras. "Aku punya ide. Kita harus segera keluar dari negara ini. Jika kalian pergi ke luar negeri, mungkin keluarga Wijaya tidak akan bisa menjangkau kalian." Dito mengangguk setuju. "Itu ide yang bagus, Rudi. Aku dan Sari harus segera meninggalkan Indonesia." "Tapi... bagaimana caranya?" tanya Sari. "Tenang saja, aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Kalian tinggal mengikuti petunjukku," ujar Rudi. Tanpa membuang waktu, mereka segera bergegas merapikan barang-barang dan bersiap untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Rudi membantu mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan, sementara Dito dan Sari menunggu dengan cemas. "Semoga rencana ini berhasil," gumam Sari. Dito menggenggam tangannya erat. "Tenang, Sayang. Kita pasti akan berhasil lolos." Setelah semua persiapan selesai, Rudi mengantar Dito dan Sari menuju bandara. Dengan hati-hati, mereka melewati pemeriksaan imigrasi dan berhasil terbang meninggalkan Indonesia. Sari memandangi pemandangan di bawah awan dengan raut wajah lega sekaligus cemas. "Akhirnya... kita berhasil meloloskan diri." Dito menghela napas panjang. "Ya, tapi kita harus tetap waspada. Keluarga Wijaya pasti tidak akan menyerah begitu saja." "Aku... aku takut mereka akan terus mengejar kita, Dito," ujar Sari dengan suara bergetar. "Sshhh... Tenang, Sayang. Kita akan baik-baik saja," Dito menenangkan Sari sambil memeluknya erat. Setelah berjam-jam penerbangan, akhirnya mereka tiba di negara tujuan, Singapura. Rudi menjemput mereka di bandara dan segera mengantarkan ke tempat persembunyian yang telah disiapkan. "Kalian bisa tinggal di sini sementara waktu. Semoga keluarga Wijaya tidak bisa melacak keberadaan kalian," ujar Rudi. Dito dan Sari memandangi tempat tinggal barunya dengan perasaan lega sekaligus cemas. Meskipun mereka telah berhasil lolos dari Indonesia, kekhawatiran akan dikejar terus menghantui mereka. "Terima kasih banyak, Rudi. Kami benar-benar berhutang budi padamu," kata Dito. "Jangan sungkan. Aku senang bisa membantu kalian," balas Rudi. "Nah, sekarang istirahatlah dulu. Besok kita pikirkan langkah selanjutnya." Sepeninggal Rudi, Dito merangkul Sari erat. "Kita berhasil lolos, Sayang. Keluarga Wijaya tidak akan bisa menjangkau kita di sini." Sari menyandarkan kepalanya di dada Dito. "Aku harap... kita benar-benar aman di sini." "Tenang saja, aku akan selalu melindungimu," ujar Dito meyakinkan. Meskipun merasa lebih tenang, Sari masih dihantui rasa was-was. Bagaimana jika keluarga Wijaya tetap berhasil menelusuri keberadaan mereka? Apa yang akan terjadi jika Nyonya Wijaya berhasil menemukan mereka? Hari-hari berlalu dengan penuh kewaspadaan. Dito dan Sari mencoba menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka di Singapura, sementara Rudi terus memantau perkembangan situasi di Indonesia. Suatu hari, Rudi mendatangi Dito dan Sari dengan wajah cemas. "Dito, Sari, aku mendapat kabar buruk," ujarnya. Dito dan Sari langsung was-was. "Apa yang terjadi, Rudi?" "Keluarga Wijaya... mereka telah menyewa seorang detektif swasta untuk mencari keberadaan kalian berdua," jelas Rudi. Sari tersentak kaget. "Tidak mungkin... Mereka benar-benar tidak akan menyerah?" Dito mengepalkan tangannya erat. "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Rudi tampak berpikir keras. "Kita harus segera pergi dari Singapura. Keluarga Wijaya pasti akan melacak kalian sampai ke sini." "Ke mana lagi kita harus pergi?" tanya Sari dengan nada putus asa. "Aku sudah memikirkan hal itu. Bagaimana kalau kita pergi ke Eropa? Setidaknya di sana, keluarga Wijaya tidak akan bisa menjangkau kalian dengan mudah," usul Rudi. Dito mengangguk setuju. "Ide bagus. Kita harus segera merencanakan kepergian kita ke Eropa." Mereka pun segera menyusun rencana perjalanan ke Eropa. Dito dan Sari harus berangkat secepat mungkin sebelum detektif bayaran keluarga Wijaya berhasil melacak keberadaan mereka. Di tengah persiapan, Sari tampak semakin cemas. "Dito, apa kita... benar-benar bisa lolos kali ini?" Dito menggenggam erat tangan Sari. "Percayalah padaku, Sayang. Kita pasti akan berhasil pergi ke Eropa dengan selamat." "Tapi... bagaimana jika Ibu dan Ayah tetap bisa menemukan kita? Aku takut kita akan terus dikejar-kejar selamanya," ujar Sari dengan raut wajah khawatir. Dito menarik Sari ke dalam pelukannya. "Sshhh... Jangan khawatir. Kali ini kita akan benar-benar bebas dari cengkeraman keluarga Wijaya. Aku janji akan melindungimu, apapun yang terjadi." Sari membenamkan wajahnya di dada Dito, mencoba menenangkan diri. Ia ingin mempercayai kata-kata Dito, tapi ketakutan akan terus dikejar masih menghantuinya. Keesokan harinya, Dito, Sari, dan Rudi segera berangkat menuju Eropa. Mereka harus berpindah-pindah tempat agar tidak mudah dilacak oleh detektif yang disewa Nyonya Wijaya. Selama perjalanan, Sari terus-menerus melirik ke belakang, takut ada yang mengikuti mereka. Dito berusaha menenangkannya, tapi kecemasan Sari sulit untuk dihilangkan. Sesampainya di Eropa, mereka memulai hidup baru di sebuah kota kecil di Spanyol. Rudi menyiapkan segala sesuatunya agar Dito dan Sari bisa menetap dan berbaur dengan penduduk lokal. "Kalian harus berhati-hati. Jangan sampai ada yang mengenali kalian," pesan Rudi. Dito mengangguk. "Kami akan sangat berhati-hati, Rudi. Terima kasih atas semua bantuanmu." Rudi tersenyum tipis. "Aku hanya berharap kalian bisa hidup tenang dan bahagia di sini." Hari-hari berlalu, Dito dan Sari mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka di Spanyol. Perlahan, ketegangan dan kecemasan Sari mulai berkurang. Ia merasa lebih aman dan tenang. "Lihat, Sari. Kita bisa hidup dengan damai di sini," ujar Dito suatu hari saat mereka sedang berjalan-jalan. Sari mengangguk, memandangi pemandangan kota dengan senyum lega. "Ya, aku... aku merasa lebih tenang sekarang." Dito meraih tangan Sari, menggenggamnya erat. "Tidak ada lagi yang perlu kau khawatirkan. Keluarga Wijaya tidak akan bisa menjangkau kita di sini." "Terima kasih, Dito. Aku... aku benar-benar bersyukur kita bisa pergi dari sana," ucap Sari tulus. Dito membawa Sari ke dalam pelukannya. "Aku janji akan selalu melindungimu, Sayang. Kita akan memulai hidup baru yang bahagia." Sari membalas pelukan Dito, merasakan ketenangan yang membanjiri hatinya. Meskipun masih sedikit khawatir, ia percaya mereka akhirnya bisa hidup bebas tanpa bayang-bayang keluarga Wijaya. Di tempat lain, Nyonya Wijaya geram karena detektifBab 5 - Mengejar Masa DepanDi tempat lain, Nyonya Wijaya geram karena detektif yang disewanya belum juga menemukan keberadaan Sari dan Dito. Wanita itu terus menekankan untuk segera menangkap mereka berdua."Kalian harus segera menemukannya! Aku tidak peduli dengan cara apa, pokoknya bawa mereka kembali padaku!" bentak Nyonya Wijaya kepada anak buahnya.Para anak buah Nyonya Wijaya tampak ketakutan. Mereka tahu konsekuensi jika mengecewakan majikan mereka."Baik, Nyonya. Kami akan terus melakukan penyelidikan dan mencari keberadaan Tuan Muda Dito dan Nona Sari," sahut salah seorang anak buah itu.Nyonya Wijaya mendengus kesal. "Kalian harus segera menemukannya! Aku tidak mau tahu, pokoknya cari sampai ketemu!"Para anak buah Nyonya Wijaya segera bergerak, melakukan berbagai cara untuk melacak keberadaan Dito dan Sari. Mereka menyebar ke berbagai negara, berusaha menemukan jejak pasangan itu.Sementara itu, Dito dan Sari mulai menjalani kehidupan baru mereka di Spanyol. Mereka mencoba
Bab 6 - Masa Depan yang Tak TerdugaSementara itu, di lain tempat, Nyonya Wijaya terus berusaha mencari keberadaan Dito dan Sari. Kemarahan dan rasa frustasinya semakin memuncak setelah anak buahnya tak kunjung berhasil menemukannya."Bagaimana bisa mereka lolos dari pengejaran kita?!" bentak Nyonya Wijaya pada anak buahnya.Para anak buah itu tampak ketakutan. "M-maafkan kami, Nyonya. Kami sudah melakukan pencarian di berbagai negara, tapi mereka terus berpindah-pindah tempat."Nyonya Wijaya mendengus marah. "Kalian semua tidak berguna! Kenapa sulit sekali menemukan dua orang itu?!"Salah seorang anak buah memberanikan diri bertanya. "Nyonya, apa kita tidak bisa meminta bantuan pihak berwenang untuk mencari mereka?"Nyonya Wijaya menatapnya tajam. "Apa kau gila?! Aku tidak mau melibatkan pihak luar dalam masalah ini. Itu hanya akan memperlambat pencarian."Anak buah itu menunduk, takut membuat Nyonya Wijaya semakin marah."Kalian harus menemukan mereka, bagaimanapun caranya! Aku tida
Bab 7 - Kembali ke Masa Lalu Dito menatap pria itu dengan tatapan putus asa. Ia tidak bisa membayangkan jika Sari harus kembali ke dalam cengkeraman keluarga Wijaya. Apalagi sekarang Sari sedang mengandung anak mereka. "Kumohon, jangan sakiti Sari. Dia... dia sedang mengandung anak kita," lirih Dito. Pria itu tampak sedikit terkejut mendengar penuturan Dito. Namun, ekspresinya kembali datar. "Itu bukan urusanku. Yang jelas, anda harus segera ikut dengan saya," ucapnya tegas. Dito mengepalkan tangannya erat. Ia tidak punya pilihan lain selain menyerahkan diri demi keselamatan Sari dan calon anak mereka. Dengan berat hati, Dito akhirnya berjalan mengikuti pria itu. Dalam perjalanan, ia terus berdoa agar Sari dan bayinya tetap aman. Sesampainya di tempat tujuan, Dito disambut dengan tatapan dingin Nyonya Wijaya. Wanita itu tampak sangat marah. "Akhirnya kau kembali juga, Tuan Muda Dito," ujarnya dengan nada sinis. Dito menundukkan kepalanya. "Tolong jangan sakiti Sari d
Bab 8 - Perjuangan Merebut KebebasanSari menatap Dito dan Nyonya Wijaya dengan pandangan penuh kekhawatiran. Tidak mungkin ia meninggalkan Dito kembali ke dalam cengkeraman keluarga Wijaya."Tidak, aku tidak bisa pergi tanpa Dito!" seru Sari dengan nada putus asa.Nyonya Wijaya memandangnya dengan tatapan dingin. "Jangan membantah, Nona Sari. Kau sudah bebas, sekarang pergilah."Sari menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Tidak! Aku tidak akan meninggalkan Dito di sini. Apa yang akan kau lakukan padanya?"Dito menatap Sari dengan lembut. "Sayang, kumohon pergilah. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu dan bayi kita.""Tapi Dito, aku... aku tidak bisa meninggalkanmu. Aku sangat mencintaimu," isak Sari.Nyonya Wijaya menghela napas dengan jengkel. "Baiklah, kalau begitu. Kau boleh tinggal di sini, Nona Sari. Tapi ingat, jangan pernah coba-coba kabur lagi."Sari menatap Nyonya Wijaya dengan ketakutan. "Apa yang akan kau lakukan pada kami?"Nyonya Wijaya menyeringai. "Kau akan tahu nanti
Bab 9 - Rencana PelarianSetelah pertemuan singkat dengan Dito, Sari kembali ke kamarnya. Hatinya terasa semakin berat memikirkan nasib mereka. Bagaimana caranya ia dan Dito bisa lolos dari sini?Tak lama kemudian, Nyonya Wijaya datang mengunjunginya."Nah, Nona Sari. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Nyonya Wijaya dengan nada sinis.Sari menelan ludah gugup. "A-aku baik-baik saja, Nyonya."Nyonya Wijaya tersenyum tipis. "Syukurlah kalau begitu. Aku harap kau tetap menjaga kandunganmu dengan baik."Sari mengangguk pelan. "I-iya, Nyonya. Saya akan menjaganya."Nyonya Wijaya menghela napas. "Kau tahu, Nona Sari, aku sebenarnya ingin membantu. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada cucuku."Sari memandang Nyonya Wijaya dengan was-was. "Benarkah, Nyonya? Apa... apa yang Anda rencanakan?"Nyonya Wijaya menyeringai. "Tenang saja, aku hanya ingin memastikan bayi itu lahir dengan sehat. Kau tidak perlu khawatir."Sari mengepalkan tangannya erat. "Tolong, Nyonya... Jangan sakiti bayiku."Nyonya
Bab 10 - Pelarian yang MenegangkanSetelah harus meninggalkan Dito, Sari merasa hatinya hancur. Ia tidak bisa berhenti memikirkan nasib pria yang dicintainya itu. Bagaimana keadaan Dito sekarang? Apa yang akan dilakukan Nyonya Wijaya padanya?Sari menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangis. Ia tahu ia tidak boleh larut dalam kesedihan. Saat ini, yang terpenting adalah keselamatan dirinya dan bayi yang dikandungnya.Mobil yang dikendarai Bibi Amelia melaju dengan kecepatan tinggi, membelah kegelapan malam. Sari memandang ke luar jendela, melihat pemandangan pedesaan yang terlewati. Ia berharap bisa menemukan tempat yang aman untuk bersembunyi.Bibi Amelia sesekali melirik Sari melalui kaca spion. Wanita itu tahu betul betapa berat dan sulit keadaan Sari saat ini."Nona Sari, saya tahu ini semua berat bagi Anda. Tapi saya berjanji akan membawa Anda ke tempat yang aman," ucap Bibi Amelia lembut.Sari mengangguk pelan. "Terima kasih, Bi. Saya percaya pada Anda."Bibi Amelia terseny
Bab 11 - Perjuangan untuk KebebasanDito tidak menyerah. Meskipun tangan dan kakinya terikat, ia terus berusaha mencari celah untuk melarikan diri. Ia harus bisa menemukan Sari dan bayinya, bagaimanapun caranya.Penjaga yang berjaga di ruangannya sesekali datang memeriksa, tapi Dito tidak pernah berhenti mencoba melawan. Ia tahu jika ia berhasil lolos, ia masih harus menghadapi Nyonya Wijaya dan anak buahnya. Tapi ia tidak peduli, yang terpenting adalah ia harus bisa menyelamatkan Sari dan bayinya.Suatu hari, saat penjaga itu datang, Dito mencoba mengalihkan perhatiannya. "Hei, bisakah kau membawakan aku makanan? Aku lapar."Penjaga itu menaikkan sebelah alisnya, tampak ragu. "Maaf, tapi aku tidak bisa membawakan apapun untukmu. Perintahnya, aku hanya boleh menjagamu di sini."Dito menghela napas panjang. "Kumohon... aku benar-benar lapar. Aku butuh tenaga untuk bertahan."Penjaga itu tampak tergoda, tapi kemudian menggeleng tegas. "Tidak bisa. Aku tidak bisa mengambil risiko. Nyonya
Bab 12 - Pertarungan untuk KebebasanSari terkejut mendengar suara Dito dan segera berlari keluar. Perutnya yang membesar terasa berat, tapi rasa bahagia dan lega membuncah di dadanya."Dito?!" pekiknya.Dito mendengar suara Sari dan langsung berlari ke arahnya. "Sari! Syukurlah kau baik-baik saja!"Mereka berdua berpelukan erat, air mata bahagia membasahi pipi Sari. "Dito, aku sangat merindukanmu! Aku takut terjadi sesuatu padamu."Dito mengecup puncak kepala Sari. "Aku juga sangat merindukanmu, sayang. Tapi sekarang, ayo kita segera pergi dari sini."Sari mengangguk, tapi tiba-tiba teringat sesuatu. "Tunggu, Bi Amelia masih di dalam. Kita harus membawanya juga."Dito mengangguk. "Baiklah, ayo kita jemput Bi Amelia."Mereka berdua bergegas masuk ke dalam, tapi tiba-tiba Bibi Amelia keluar dengan panik."Nona Sari! Tuan Muda Dito! Cepat, kita harus segera pergi dari sini!" serunya.Dito mengerutkan kening. "Kenapa, Bi? Apa yang terjadi?"Bibi Amelia menarik tangan mereka. "Nyonya Wija