Share

MENYUSUN RENCANA

Bab 3 - Menyusun Rencana

Dito terus bergulat dengan gejolak perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. Ambisi keluarga Wijaya telah memojokkannya ke dalam situasi yang amat sulit. Di satu sisi, ia terikat dengan kontrak pernikahan yang mengikatnya pada Sari. Namun di sisi lain, Tuan Wijaya telah memberikan ultimatum yang tak dapat diabaikan begitu saja.

Dito menghela napas panjang, berusaha menjernihkan pikirannya. Ia harus segera menemukan cara untuk meloloskan diri dari perangkap keluarga Wijaya ini. Jika tidak, bukan hanya masa depannya yang terancam, tetapi juga kebahagiaannya bersama Sari.

Dengan langkah pasti, Dito bergegas menuju kamar Sari. Gadis itu tampak terkejut melihat Dito datang dengan ekspresi serius.

"Dito, ada apa?" tanya Sari dengan nada cemas.

Dito menggenggam tangan Sari erat-erat. "Sari, kita harus segera pergi dari sini."

Sari membelalakkan matanya, tak menyangka Dito akan berkata demikian. "Pergi? Tapi... kenapa?"

"Keluargamu, Sari. Mereka memiliki rencana lain untukku dan kita. Aku tidak bisa membiarkan kita terjebak lebih dalam," ujar Dito dengan suara bergetar.

Sari mengernyit bingung. "Rencana apa yang kau maksud, Dito? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Dito menarik napas dalam-dalam sebelum menceritakan apa yang dibicarakan Tuan Wijaya dengannya. Sari mendengarkan dengan raut wajah semakin cemas dan terkejut.

"Ya Tuhan... Jadi Ayah dan Ibu berniat memaksakan semua itu?" Sari tampak begitu terpukul. "Dito, aku... aku tidak tahu harus berbuat apa."

Dito memeluk Sari erat, berusaha menenangkannya. "Itulah sebabnya kita harus pergi dari sini, Sayang. Aku tidak ingin kau terus-menerus menjadi objek ambisi mereka."

"Tapi... bagaimana caranya? Kita tak mungkin bisa kabur begitu saja. Ayah dan Ibu pasti akan mengejar kita," ujar Sari dengan nada putus asa.

Dito terdiam, berusaha memikirkan rencana yang matang. Ia tak bisa bertindak terburu-buru, karena itu hanya akan memperparah situasi. Keluarga Wijaya pasti akan berusaha segala cara untuk menemukannya dan Sari.

"Kita harus menyusun rencana yang matang, Sari. Kita tidak bisa gegabah," kata Dito akhirnya.

"Lalu bagaimana?" tanya Sari dengan pandangan penuh harap.

"Pertama-tama, kita harus mencari tempat aman untuk bersembunyi sementara waktu. Kemudian, kita bisa memikirkan langkah selanjutnya untuk kabur dari sini," jelas Dito.

"Tapi... ke mana kita bisa pergi? Keluarga Wijaya pasti akan mencari kita ke seluruh penjuru," Sari tampak begitu cemas.

Dito terdiam sejenak, mencoba mencari solusi terbaik. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya.

"Aku punya seorang teman yang mungkin bisa membantu kita," ujar Dito. "Namanya Rudi, dia adalah seorang teknisi seperti aku. Mungkin dia bisa menyembunyikan kita untuk sementara waktu."

Sari tampak ragu. "Tapi... apa kita bisa mempercayainya?"

"Rudi orang yang bisa dipercaya, Sari. Dia selalu membantuku ketika aku sedang kesulitan," Dito berusaha meyakinkan Sari.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya Sari menyetujui rencana Dito. Mereka sepakat untuk menemui Rudi di kediamannya malam hari, ketika keluarga Wijaya sudah terlelap. Dito berharap Rudi bersedia membantu mereka.

Malam itu, Dito dan Sari bergegas menuju apartemen sederhana Rudi. Dengan hati-hati, mereka mengetuk pintu, berharap Rudi ada di rumah.

Tak lama kemudian, pintu terbuka, menampakkan sosok Rudi yang tampak terkejut melihat kedatangan mereka.

"Dito? Dan... Nona Sari?" Rudi membelalakkan matanya tak percaya.

"Maaf Rudi, kami datang secara mendadak. Bisakah kami masuk sebentar? Ada yang ingin kami bicarakan," ujar Dito dengan nada memohon.

Rudi mengangguk pelan, memberi jalan bagi Dito dan Sari untuk masuk. Begitu pintu tertutup, Sari tak dapat menahan air matanya lagi.

"Rudi, tolong kami... Kami harus segera pergi dari sini," isak Sari.

Rudi tampak kebingungan, namun segera memimpin mereka ke ruang tamu. "Tentu, silakan duduk dulu. Coba ceritakan apa yang terjadi."

Dito menjelaskan situasi rumit yang mereka hadapi dengan keluarga Wijaya. Rudi mendengarkan dengan saksama, sesekali mengernyitkan dahi.

"Jadi, kalian ingin aku menyembunyikan kalian di sini?" tanya Rudi setelah Dito selesai bercerita.

Dito mengangguk mantap. "Ya, Rudi. Kami tak punya tempat lain untuk bersembunyi. Keluarga Wijaya pasti akan terus mencari kami."

Rudi terdiam sejenak, tampak mempertimbangkan permintaan Dito. Ia tentu sadar bahwa membantu Dito dan Sari kabur dari keluarga Wijaya bukan perkara mudah. Mereka bisa saja terlibat masalah besar.

Namun, melihat Sari yang begitu ketakutan dan memohon bantuan, Rudi tak tega untuk menolak.

"Baiklah, kalian bisa tinggal di sini untuk sementara waktu," putus Rudi akhirnya. "Tapi kalian harus benar-benar berhati-hati. Jangan sampai keluar rumah atau kontak dengan siapapun."

Sari langsung menghambur memeluk Rudi. "Terima kasih, Rudi! Kau benar-benar penyelamat kami."

Rudi tersenyum kecil, menepuk-nepuk punggung Sari. "Jangan khawatir, Nona Sari. Selama kalian di sini, aku akan melindungi kalian."

Dito merasa lega, setidaknya mereka telah menemukan tempat aman untuk bersembunyi sementara waktu. Namun, ia tahu rencana selanjutnya akan menjadi tantangan yang lebih besar.

"Terima kasih banyak, Rudi. Maaf kami merepotkanmu," ujar Dito tulus.

"Jangan sungkan, Dito. Kau sahabatku, tentu saja aku akan membantumu," balas Rudi. "Nah, sekarang sebaiknya kalian segera istirahat. Besok kita bisa memikirkan langkah selanjutnya."

Dito dan Sari mengangguk, lalu bergegas menuju kamar tamu yang disediakan Rudi. Sari tampak sedikit lebih tenang, meskipun masih ada sedikit kekhawatiran di wajahnya.

"Kita pasti bisa melewati ini semua, Sari," bisik Dito sambil menggenggam tangan Sari.

"Aku percaya padamu, Dito," balas Sari dengan senyum tipis.

Keesokan harinya, Dito, Sari, dan Rudi berkumpul di ruang tamu untuk mendiskusikan rencana mereka selanjutnya.

"Pertama-tama, kita harus memastikan bahwa keluarga Wijaya belum menyadari kalian berdua kabur," ujar Rudi.

"Bagaimana caranya?" tanya Sari.

"Aku akan mencoba menghubungi beberapa orang di lingkungan Wijaya Corp. Siapa tahu ada yang bersedia memberi informasi," jawab Rudi.

Dito mengangguk setuju. "Itu ide bagus. Sementara itu, kami akan tetap bersembunyi di sini."

"Baiklah, aku akan segera mengurus hal itu. Kalian berdua tetaplah di sini dan jangan ke mana-mana," pesan Rudi sebelum bergegas meninggalkan apartemen.

Sari menoleh ke arah Dito, raut wajahnya penuh kekhawatiran. "Dito, apa menurutmu kita bisa lolos dari Ayah dan Ibu?"

Dito meraih tangan Sari, menggenggamnya erat. "Percayalah padaku, Sayang. Aku akan melindungimu, apapun yang terjadi."

"Tapi... bagaimana jika mereka menemukanku? Aku takut Ayah dan Ibu akan berbuat sesuatu yang buruk padamu," ujar Sari dengan nada cemas.

"Ssshhh... Jangan berpikir yang tidak-tidak. Selama aku ada di sini, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu," Dito menenangkan Sari.

Sari menyandarkan kepalanya di bahu Dito, mencoba menenangkan diri. "Aku takut, Dito... Aku tidak ingin kehilanganmu."

"Kau tidak akan kehilangan aku, Sayang. Aku berjanji akan selalu ada untukmu," bisik Dito, menarik Sari ke dalam pelukannya.

Mereka berdua pun larut dalam keheningan, berdoa agar rencana Rudi berjalan lancar dan mereka bisa segera keluar dari jeratan keluarga Wijaya.

Sementara itu, Rudi sibuk menghubungi beberapa orang yang ia percayai di lingkungan Wijaya Corp. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya ia mendapatkan informasi yang mengejutkan.

"Astaga... Jadi mereka belum menyadari kalau Dito dan Sari kabur?" Rudi terkesiap tak percaya.

Rupanya, Nyonya Wijaya masih mengira Dito dan Sari berada di rumah, sibuk dengan pelatihan dan persiapan menjadi penerus Wijaya Corp. Keluarga itu belum menyadari kepergian Dito dan Sari.

Rudi segera menghubungi Dito dan memberitahukan kabar tersebut. Dito dan Sari merasa lega, setidaknya mereka masih memiliki waktu untuk merencanakan pelarian selanjutnya.

"Ini kesempatan yang baik. Kita harus segera meninggalkan kota ini sebelum mereka menyadari kalian berdua menghilang," ujar Rudi.

"Tapi... ke mana kita akan pergi?" tanya Sari cemas.

"Bagaimana kalau kita pergi ke kampung halamanku? Di sana kita bisa bersembunyi dengan aman," usul Rudi.

Dito mengangguk setuju. "Ide bagus. Kita harus segera berangkat sebelum keluarga Wijaya mulai mencurigai sesuatu."

Sari menggenggam tangan Dito erat. "Aku siap, Dito. Asal bersamamu, aku tidak takut apapun."

Dito tersenyum lembut, mengecup kening Sari dengan penuh kasih sayang. "Aku berjanji akan selalu melindungimu, Sayang. Kita pasti bisa melewati semua ini bersama-sama."

Malam itu juga, Dito, Sari, dan Rudi segera bergegas meninggalkan kota, menuju ke kampung halaman Rudi yang jauh dari jangkauan keluarga Wijaya. Mereka bertekad untuk memulai hidup baru, tanpa tekanan dan ambisi orang lain.

Namun, tanpa sepengetahuan mereka, Nyonya Wijaya telah menyadari bahwa Dito dan Sari menghilang. Wanita itu geram, tak menyangka mereka berani kabur dari genggamannya. Ia pun segera memerintahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan Dito dan Sari, tak peduli dengan cara apapun.

Perburuan tak terelakkan telah dimulai. Dito, Sari, dan Rudi harus bergerak cepat dan cerdik jika ingin selamat dari amukan Nyonya Wijaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status