Share

Bab 17C

“Ayah kenapa nangis?” Dafa yang duduk di sebelahku rupanya menyadari saat aku mengusap anak sungai yang mengalir di pipiku.

Mendengar kata-kata Dafa, Namira yang sibuk dengan Dafi, seketika menatapku.

“Oh, klilipan, Kak!” ujarku berbohong.

“Kok bisa, Yah? Kan ngga ada debu. Ngga ada angin. Biasanya klilipan kalau ada debu yang tertiup angin, trus masuk ke mata…” ujar Dafa lagi. Matanya menatapku lekat yang masih berusaha mencari alasan.

Ya Tuhan, anak umur tiga tahun saja ngerti kebohonganku. Bagaimana dengan Namira? Apakah aku saja yang bodoh, yang menganggap semua orang bodoh?

Aku mencuri pandang pada Namira. Wanita ibu dari anak-anakku itu terdiam menatapku. Dafi juga menghentikan celotehannya.

"Ayah ke kamar mandi dulu," ucapku saat menyadari suasana menjadi aneh.

***ETW***

“Jangan dibiasakan berbohong pada siapapun. Sepandai-pandainya tupai melompat, suatu ketika akan jatuh juga,” ujar Namira sambil mengelap meja saat anak-anak sudah pindah ke ruang tamu.

Aku sudah kembali
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status