Share

PERTUNANGAN PUTUS!

"Apakah aku salah? Kita sudah dewasa, aku tidak mau gaya berpacaran seperti anak SMP yang hanya bergandengan tangan saja, anak SMP sekarang justru banyak yang sudah melebihi dari itu, masa aku harus kalah?"

"Pria gila kamu! Sekarang, aku bukan tunangan kamu lagi! Aku tidak mau memiliki tunangan yang juga dimiliki teman aku sendiri!"

Maira tidak bisa menahan perasaan kesal dan sakit hatinya saat mendengar apa yang diucapkan oleh Dafa. Rasanya sekarang ia hancur, tidak tahu harus bersikap seperti apa, hingga pada akhirnya ia berbalik dan keluar dari ruang kerja sang tunangan setelah melempar cincin tunangan yang diberikan oleh Dafa padanya ketika mereka bertunangan.

Rasanya ia ingin menangis. Namun, jika itu dilakukannya, ia akan membuat dirinya sendiri malu, sampai Maira berusaha menahan diri untuk tidak menangis.

Sudahlah, Maira! Hanya kehilangan satu pria bejat tidak akan membuat duniamu terhenti, bukan? Tidak perlu dipikirkan, Dafa memang bukan calon suami yang baik buat kamu!

Hatinya berulang kali mengatakan kalimat tersebut, untuk membuat Maira jadi kuat saja setelah dirasa seluruh kekuatannya laksana tidak bersisa, karena merasa dikhianati oleh tunangan dan sahabatnya sekaligus.

Dafa yang sebenarnya masih cinta dengan Maira ingin mengejar Maira keluar, namun, Rani menangkap lengannya dan memeluk tubuh mantan tunangan sahabatnya itu dengan mesra.

"Ngapain sih masih dikejar? Kamu ditinggalkan ya, bagus, dong! Kan, enggak enak juga punya calon istri kayak Maira gitu, kaku!" katanya sambil mengusap bagian dada Dafa hingga tangannya menyentuh dasi yang dikenakan pria tersebut lalu tangan wanita itu menarik dasi itu hingga tubuh tinggi Dafa condong ke hadapannya dan kesempatan itu digunakan oleh Rani untuk melumat bibir Dafa dengan agresif.

Dafa awalnya menolak, karena ia masih terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Maira tadi, mengakhiri hubungan mereka sementara dirinya berharap apa yang dilakukannya dengan Rani justru membuat Maira bisa introspeksi diri, tapi ternyata dugaannya salah besar.

Maira justru mengakhiri pertunangan mereka, dan Dafa merasa tidak beruntung karena saat bersama Maira ia hanya sampai mencium bibir perempuan itu saja, belum mendapatkan keseluruhan, dan bagi Dafa, itu sangat tidak membuatnya merasa puas.

Namun, godaan Rani tidak bisa ia elakkan. Meskipun awalnya menolak, tapi kelelakiannya terpancing hingga akhirnya ia membalas ciuman perempuan tersebut dan Rani merasa berhasil merampas Dafa dari pelukan Maira.

***

"Pak, ini laporan yang Bapak minta."

Maira meletakkan map yang dibawanya ke hadapan sang bos sambil bicara demikian.

"Kenapa dengan wajahmu?" tanya Pak Salim dan pertanyaan itu membuat Maira jadi was-was.

Ia sudah berusaha menyamarkan matanya yang sembab karena menangis, apakah wajahnya masih berantakan juga di mata bosnya?

"Saya, tidak enak badan, Pak."

Akhirnya sebuah kebohongan diucapkan oleh Maira.

"Kenapa tetap bekerja?"

"Saya masih bisa bekerja, Pak."

"Kau yakin?"

"Insya Allah, Pak. Nanti kalau saya tidak kuat, saya akan minta izin pulang pada Bapak," janji Maira agar bosnya tidak curiga bahwa ia berantakan seperti itu karena sedang patah hati bukan karena sakit.

Pak Salim menarik napas sesaat, ia menatap wajah Maira dan Maira tidak nyaman dengan tatapan itu.

"Kalau aku melamar kamu, apakah kau bersedia?"

"Apa?"

Maira tidak bisa menahan perasaan terkejutnya mendengar apa yang diucapkan oleh sang bos padanya.

"Ya. Aku tahu kau punya tunangan tapi pria yang tidak berani melamar saat hubungan dan usia sudah matang itu tidak layak untuk diharapkan, Maira, lagipula kau tidak bisa mendapatkan promosi jabatan kalau kau belum menikah, jadi jangan berharap karirmu bisa menjadi lebih baik."

Maira bungkam. Namun, satu kata yang bisa ia ucapkan untuk tawaran sang bos padanya adalah, bahwa ia belum memikirkan untuk menikah sekarang. Akan tetapi, kata-kata bahwa karirnya tidak akan maju jika belum menikah itu cukup mengganggu pikiran Maira. Sangat mengganggu.

***

"Ini apa-apaan, Pi?" kata Moreno, ketika melihat berkas yang diberikan oleh sang ayah, saat orang kepercayaan ayahnya meminta dirinya untuk pulang ke rumah setelah sekian lama ia hidup di luar lantaran tidak suka dikekang oleh ayahnya di rumah.

Moreno adalah putra tunggal seorang pengusaha yang tidak suka hidup layaknya putra pewaris yang banyak aturan, itu sebabnya usai bertengkar dengan sang ayah, ia memutuskan untuk keluar dari rumah dan hidup di luar sendiri, mengandalkan peruntungan di arena balap liar yang kerap dilakukannya dan selalu menang.

"Menikahlah, maka secepatnya kau akan dilantik menjadi pengganti Papi."

"Apa? Menikah?"

"Ya, Papi sudah memilihkan jodoh terbaik untukmu, mau sampai kapan kamu ugal-ugalan di luar tidak peduli dengan tanggung jawab kamu sebagai pewaris ku?"

"Papi lupa, aku tidak mau jadi pewaris? Mau sampai kapanpun, aku tidak akan bisa mengikuti kemauan Papi, aku enggak suka hidup banyak aturan!"

"Tapi, Moreno, ini penting, kau tidak melihat kesehatan Papi sudah tidak seperti dulu? Berharap pada siapa lagi, Papi kalau bukan padamu!?"

"Gunakan uang Papi yang banyak untuk berobat! Papi harus terus sehat! Kalau tidak, suruh Mami hamil lagi, biar ada yang bisa jadi pewaris!"

Setelah bicara demikian, Moreno membalikkan tubuh dan meninggalkan sang ayah yang murka mendengar apa yang ia katakan tadi.

Namun, Moreno tidak peduli, menikah dengan jalan dijodohkan, ditambah lagi jadi pewaris, itu bukan sebuah hal yang menyenangkan buatnya.

Ia sudah bahagia dengan hidup bebasnya yang sekarang, dan malam ini, ia akan berlaga lagi di arena balap dengan uang taruhan yang besar.

Moreno yakin, tanpa jadi pewaris, ia tidak akan kesulitan uang.

***

Maira pulang sedikit malam karena selesai bekerja ia justru membuang penat otaknya ke tepian sungai Mahakam.

Saat turun dari angkot dan menyeberangi jalan, tiba-tiba saja sebuah motor melaju kencang ke arahnya.

Maira tidak menyangka ada motor dengan kecepatan tinggi seperti itu hingga ia yang sedang menyeberang setengah melamun justru diam saja di tempat tanpa menghindar sama sekali.

Kecelakaan pun terjadi, motor itu menghindari Maira yang tidak bergeming di tempatnya sampai ia merubah jalurnya, dan perhitungannya meleset sehingga sang pengendara motor justru tidak bisa mengimbangi kuda besi tersebut lalu motornya menabrak trotoar!

Suara tabrakan yang sangat keras mengundang semua orang yang ada di sekitar tempat itu langsung memberikan pertolongan.

Maira ternganga melihat kejadian di hadapannya, sampai seorang warga mengingatkan dirinya untuk mengikuti mereka yang membawa korban kecelakaan ke klinik terdekat, dan Maira mengiyakan.

Biar bagaimanapun, sang pemuda kecelakaan karena menghindari dirinya, artinya, pemuda itu juga tidak mau dirinya celaka.

***

"Lu, yang bikin gue kecelakaan? Gue Moreno, dan lu harus tanggung jawab atas apa yang udah terjadi sekarang, lu harus bayar semua biaya perawatan gue, dan juga ganti rugi motor gue yang rusak!!"

"Apa?" kata Maira, tidak bisa menahan rasa terkejutnya.

"Ya, kenapa? Enggak mau?"

"Bukan begitu, tapikan Anda kecelakaan bukan karena salah saya sepenuhnya, kenapa harus saya yang tanggung jawab semuanya? Oke, untuk biaya perawatan, saya akan bertanggung jawab, tapi masa motor Anda saya juga yang membiayai?"

"Gue kecelakaan karena lu ada di tengah jalan! Lagian, ngapain bengong di tengah jalan, sih? Meskipun sudah larut malam, jalan bukan tempat untuk bengong, Nona!"

"Ya, saya mengakui kalau itu kesalahan saya, tapi, saya-"

"Enggak ada tapi-tapian! Kalo lu enggak mau gue tuntut, tanggung jawab semua biaya perbaikan motor dan perawatan gue di sini!" potong Moreno disertai ancaman.

Maira menghela napas panjang, ingin melawan bagaimana caranya ia melawan? Pria itu celaka karena berusaha untuk tidak menabrak dirinya, jadi memang sudah seharusnya ia bertanggung jawab, tapi jika membiayai motor laki-laki yang bernama Moreno itu juga, bagaimana nasib keuangannya?

"Maaf, bukannya saya tidak mau bertanggung jawab, tapi sebenarnya keuangan saya sedang tidak baik, sepertinya tidak akan cukup jika harus membiayai perbaikan motor Anda juga, saya boleh minta keringanan? Bukankah Anda juga salah karena Anda mengebut di jalan?"

Wajah Moreno terlihat merah padam bercampur menahan sakit mendengar apa yang diucapkan oleh Maira, laki-laki itu tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Maira meskipun Maira membicarakan masalah keuangannya yang tidak stabil belakangan ini.

"Terserah, kalau Anda tidak mau bertanggung jawab, masalah ini bisa kita bawa ke jalur hukum, dan kita akan bertemu di pengadilan!"

Moreno merubah cara bicaranya menjadi lebih formal dan untuk sesaat Maira tertekun karena jika demikian laki-laki tersebut seperti berubah menjadi pria yang lebih berkarisma dibandingkan berbicara santai seperti tadi yang menurutnya sangat tengil.

Namun, jalur hukum yang disebut Moreno bukan sebuah pertanda baik, Maira tidak punya uang untuk menyewa seorang pengacara.

Akan tetapi membayangkan ia harus mengeluarkan uang untuk perbaikan motor Moreno, Maira juga merasa tidak sanggup.

"Pak, tolonglah, saya ini kurang uang, orang miskin, motor Anda itu bukan motor biasa, pasti biayanya juga sangat mahal, bisakah saya mendapatkan keringanan sedikit saja?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status