Ancaman yang diucapkan oleh Moreno memang membuat Maira sebal, apalagi beberapa pengendara motor juga menatap mereka, Maira jadi tengsin, hingga mau tidak mau ia tidak merespon dampratan Moreno walaupun ia sangat dongkol.Motor melaju dengan kencang ketika lampu sudah menyala merah.Nyaris saja Maira terjungkal ke belakang, jika saja ia tidak langsung menarik jas yang dipakai Moreno untuk berpegangan. Lagi-lagi, Maira ingin memukul punggung pria tersebut, namun sayangnya itu tidak mungkin dilakukan oleh Maira karena sangat berbahaya jika motor melaju seperti itu, lalu ia membuat Moreno terkejut karena pukulannya. Bisa- bisa mereka akan celaka dan Maira tidak mau itu terjadi hingga Maira memutuskan untuk menahan diri saja. Beberapa menit kemudian, motor Moreno berhenti tepat di depan kost Maira. Maira mendadak pusing dan mual, karena tidak biasa naik motor sekencang itu. Rambutnya yang panjang berantakan, walaupun tertutup helm sepanjang perjalanan. Rasanya, Maira sangat murka dan
"Ooh, jadi ini mantan tunangan istri gue yang brengsek itu?" sinis Moreno usai mendengar apa yang diucapkan oleh Dafa pada Maira. Dafa yang tadi menatap lurus ke arah Maira mengalihkan pandangannya pada Moreno. Sorot matanya terlihat tidak suka ketika ia menentang tatapan sinis mata Moreno padanya. "Hati-hati kamu bicara, kamu mau terlibat hukum sama aku?""Hukum? Lu mau menghukum gue dengan tuduhan apa? Gue ngawinin mantan tunangan lu? Terus, kalo gue lapor balik tentang perselingkuhan lu, gimana? Apa di kantor, lu masih punya muka?"Dafa emosi mendengar balasan sinis yang diucapkan oleh Moreno. Tangannya terangkat untuk menampar wajah Moreno, tapi dengan sigap, Moreno menangkap tangan itu dan menghempaskannya dengan kasar sehingga tubuh Dafa terjajar ke belakang."Pergi lu dari sini! Sebelum gue mengatakan pada seluruh warga di sini kalo lu mengganggu rumah tangga mantan lu!" usir Moreno dengan suara yang menggelegar di telinga. Nyali Dafa menciut. Pria itu hanya bisa mengepalka
Nasihat yang diucapkan Moreno makin membuat Maira tenggelam dalam tangis. Pelukan Moreno mampu membuat perasaannya menjadi nyaman, sampai Maira tidak sadar ia justru balas memeluk Moreno.Apa yang dilakukan oleh Maira cukup membuat Moreno tidak senang. Namun, ia tidak melerai pelukan wanita tersebut hingga beberapa detik lamanya ia membiarkan itu dilakukan Maira, sampai kemudian...."Mau sampai kapan lu meluk gue?" Pertanyaan Moreno cukup membuat Maira yang tadi terhanyut dalam perasaan nyaman saat memeluk Moreno musnah seketika. Maira tersadar, sehingga buru-buru melepaskan pelukannya, dan setelah merasa dirinya bebas, Moreno langsung mundur lalu membersihkan kemeja putihnya seolah wajah Maira tertinggal di sana."Cuci muka sana! Kalo perlu pelukan ketika lu enggak punya orang yang bisa lu peluk, peluk guling, atau lu shalat sana biar tenang!"Moreno bangkit setelah bicara demikian. Ia berbalik dan memungut jas nya yang tadi dilepaskannya begitu saja di lantai kamar kost Maira. N
Wajah Rani langsung terlihat semringah mendengar permintaan Dafa. Gadis itu tidak merespon permintaan Dafa tapi ia langsung melumat bibir Dafa dengan sangat agresif hingga Dafa semakin terpancing untuk melampiaskan rasa sakit hatinya karena Maira. Pria itu membalas ciuman Rani dan kedua tangannya juga ikut beraksi masuk ke balik pakaian seksi Rani hingga menyentuh dada wanita tersebut. Rani yang sangat senang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Dafa langsung menarik pria itu ke dalam kamar. Terburu-buru, gadis itu membuka seluruh pakaiannya hingga dalam sekejap ia tampil di hadapan Dafa tanpa sehelai benang pun membalut tubuh sintalnya. Dafa menelan saliva melihat pemandangan tersebut. Sementara Rani memberikan isyarat padanya untuk berbaring saja di atas kasur yang ada di kamar kecil itu. Dafa spontan menurut, menanti apa yang akan dilakukan oleh Rani padanya agar ia merasa puas dan terhibur. "Minta diapain, Sayang?" tanyanya dengan nada menggoda sambil mempermainkan puncak
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Rani, membuat Dafa spontan melotot ke arah perempuan tersebut. Rasa marahnya bukannya berkurang, tapi justru bertambah. "Dengar, kalau kamu seperti ini terus, jangan salahkan aku untuk membuang kamu, Rani! Aku bisa mendapatkan wanita manapun yang aku mau, jangan pongah kamu!"Setelah bicara demikian, Dafa beranjak keluar meninggalkan Rani yang memanggilnya berulang kali, meminta dirinya untuk tidak pergi.Namun, Dafa acuh. Ia tetap keluar dari kost dengan emosinya yang memuncak. Rani yang sebenarnya ingin mengejar terpaksa tidak bisa melakukan hal itu, karena ia sendiri tanpa pakaian. Perempuan itu memaki kesal tatkala mendengar suara mobil pergi menjauh. Dafa sudah pergi."Maira, kenapa pikiran Dafa masih aja ke wanita sialan itu, ya, susah payah aku berusaha untuk merebut Dafa, tapi tetap aja Dafa mikirin Maira, aku enggak akan membiarkan ini begitu aja! Awas aja kamu, Maira!"Sambil berpakaian lagi, Rani bicara demikian setelah itu ia menyambar p
"Pi, Mami enggak ngomong begitu lho, bukan maksud Mami mengatakan Papi yang bermasalah, kalau kita sudah tahu, bahwa ternyata kita tidak bermasalah, berarti kita tidak perlu cemas, benar, kan?"Viona berusaha untuk membuat kemarahan suaminya reda, tapi wajah Pak Salim tetap seperti tadi, terlihat marah dan kesal."Aku yakin aku sehat, kalau kamu sudah terbukti juga sehat, ya, sudah. Mungkin kita hanya bisa menunggu, tapi sejujurnya, usia yang terus bertambah akan membuat keadaan kita tidak produktif lagi, aku khawatir kalau menunggu terus, akhirnya aku tetap tidak punya keturunan sampai kapanpun.""Jadi, Papi mau bagaimana?""Kalau aku poligami bagaimana?""Apa?""Ya, sekaligus membuktikan, kalau aku itu sehat, tanpa periksa."Viona mengeratkan genggaman tangannya pada ujung piama yang dipakainya. Sesak. Tetapi, perempuan berambut panjang itu berusaha untuk tidak terpancing emosi."Pi, berikan Mami waktu untuk berpikir...."Akhirnya, hanya itu yang dikatakan oleh Viona, sebab, mengatak
"Terus, kamu pikir hidup aku enggak berantakan gitu?""Berantakan apa sih? Lu untung kawin sama gue, dapat promosi jabatan tuh, gaji gede, bisa pindah kost gede, berantakan apa? Gue yang berantakan!"Moreno tidak mau kalah, ia balik mendamprat dengan nada suara yang meninggi. Sehingga, Maira yang teringat tentang Moreno yang harus datang di acara kantor menjelang ia naik jabatan jadi mengurungkan niatnya untuk mendamprat balik Moreno.Gadis itu berusaha untuk menata perasaannya. Menata hati, agar tidak terpengaruh dengan emosinya yang sekarang meledak-ledak."Baiklah, sekarang, mari kita tenangkan perasaan, kita sudah terlanjur dengan situasi ini, dan kita harus bertanggung jawab sampai akhir, tapi aku mohon, kamu enggak usah ngomong soal pernikahan kita sama Adam, ya?"Suara Maira terdengar merendah ketika mengucapkan kalimat tersebut, agar Moreno juga tidak semakin mengeluarkan aura bantengnya."Emangnya lu pikir gue bangga gitu nikah sama lu terus gue cerita-cerita sama temen gue?
Maira bergumam seorang diri. Ia menatap layar ponselnya, di mana nomor Moreno ia simpan di sana. Sejujurnya, setelah ia mendengar apa yang dikatakan oleh sang adik, entah kenapa, Maira jadi penasaran ingin tahu lebih banyak suami berondong nya tersebut.Namun, untuk mengorek informasi lewat Adam, rasanya Maira sungkan. Ia khawatir, adiknya tahu pernikahan kontraknya dengan Moreno, apalagi, Adam sudah wanti-wanti padanya untuk tidak jatuh cinta pada Moreno, jika ia justru mengorek informasi tentang Moreno pada sang adik, Adam pasti curiga, dan Maira tidak mau itu terjadi.***"Tuan Besar, Tuan Muda sekarang ada di rumah sakit dan terancam diperiksa oleh kepolisian, jika itu terjadi, saham perusahaan bisa merosot tajam, apakah Tuan Besar ingin melakukan sesuatu untuk mencegah ini semua?"Asisten kepercayaan Pak Marvel, ayah Moreno bicara demikian di hadapan Pak Marvel yang saat itu usai melakukan sejumlah pemeriksaan rutin terkait penyakit kanker otak yang dideritanya."Apalagi yang di