"Pi, Mami enggak ngomong begitu lho, bukan maksud Mami mengatakan Papi yang bermasalah, kalau kita sudah tahu, bahwa ternyata kita tidak bermasalah, berarti kita tidak perlu cemas, benar, kan?"Viona berusaha untuk membuat kemarahan suaminya reda, tapi wajah Pak Salim tetap seperti tadi, terlihat marah dan kesal."Aku yakin aku sehat, kalau kamu sudah terbukti juga sehat, ya, sudah. Mungkin kita hanya bisa menunggu, tapi sejujurnya, usia yang terus bertambah akan membuat keadaan kita tidak produktif lagi, aku khawatir kalau menunggu terus, akhirnya aku tetap tidak punya keturunan sampai kapanpun.""Jadi, Papi mau bagaimana?""Kalau aku poligami bagaimana?""Apa?""Ya, sekaligus membuktikan, kalau aku itu sehat, tanpa periksa."Viona mengeratkan genggaman tangannya pada ujung piama yang dipakainya. Sesak. Tetapi, perempuan berambut panjang itu berusaha untuk tidak terpancing emosi."Pi, berikan Mami waktu untuk berpikir...."Akhirnya, hanya itu yang dikatakan oleh Viona, sebab, mengatak
"Terus, kamu pikir hidup aku enggak berantakan gitu?""Berantakan apa sih? Lu untung kawin sama gue, dapat promosi jabatan tuh, gaji gede, bisa pindah kost gede, berantakan apa? Gue yang berantakan!"Moreno tidak mau kalah, ia balik mendamprat dengan nada suara yang meninggi. Sehingga, Maira yang teringat tentang Moreno yang harus datang di acara kantor menjelang ia naik jabatan jadi mengurungkan niatnya untuk mendamprat balik Moreno.Gadis itu berusaha untuk menata perasaannya. Menata hati, agar tidak terpengaruh dengan emosinya yang sekarang meledak-ledak."Baiklah, sekarang, mari kita tenangkan perasaan, kita sudah terlanjur dengan situasi ini, dan kita harus bertanggung jawab sampai akhir, tapi aku mohon, kamu enggak usah ngomong soal pernikahan kita sama Adam, ya?"Suara Maira terdengar merendah ketika mengucapkan kalimat tersebut, agar Moreno juga tidak semakin mengeluarkan aura bantengnya."Emangnya lu pikir gue bangga gitu nikah sama lu terus gue cerita-cerita sama temen gue?
Maira bergumam seorang diri. Ia menatap layar ponselnya, di mana nomor Moreno ia simpan di sana. Sejujurnya, setelah ia mendengar apa yang dikatakan oleh sang adik, entah kenapa, Maira jadi penasaran ingin tahu lebih banyak suami berondong nya tersebut.Namun, untuk mengorek informasi lewat Adam, rasanya Maira sungkan. Ia khawatir, adiknya tahu pernikahan kontraknya dengan Moreno, apalagi, Adam sudah wanti-wanti padanya untuk tidak jatuh cinta pada Moreno, jika ia justru mengorek informasi tentang Moreno pada sang adik, Adam pasti curiga, dan Maira tidak mau itu terjadi.***"Tuan Besar, Tuan Muda sekarang ada di rumah sakit dan terancam diperiksa oleh kepolisian, jika itu terjadi, saham perusahaan bisa merosot tajam, apakah Tuan Besar ingin melakukan sesuatu untuk mencegah ini semua?"Asisten kepercayaan Pak Marvel, ayah Moreno bicara demikian di hadapan Pak Marvel yang saat itu usai melakukan sejumlah pemeriksaan rutin terkait penyakit kanker otak yang dideritanya."Apalagi yang di
Sebuah suara membuat Maira mengalihkan perhatiannya pada map yang dibacanya. Buru-buru, Maira menutup map itu, dan mendongakkan kepalanya, untuk meyakinkan bahwa pendengarannya salah. Suara itu milik Rani, dan ia tidak mau apa yang ia pikirkan ternyata benar, bahwa yang menyapanya adalah Rani.Namun, harapan Maira tidak terwujud karena dugaannya benar, bahwa yang menyapanya adalah Rani. Mengapa sahabat penghianatnya itu menemuinya?Maira tidak berniat untuk meladeni Rani. Karena semenjak ia sudah mendapatkan promosi jabatan, kehidupannya harus berubah. Maira tidak mau terjebak masa lalu, meskipun ketika melihat orang yang sangat ia pedulikan sewaktu dahulu itu ada rasa sakit dan marah menguasai hatinya, namun, Maira tidak mau membuang energi hingga akhirnya ia tidak fokus melakukan tanggung jawab barunya setelah mendapatkan promosi.Rani yang merasa diabaikan oleh Maira kesal. Perempuan itu mengejar Maira dan menghalangi wanita itu dengan wajah murka. "Sombong kamu sekarang?" katany
"Tapi, Pak?" "Sudahlah, mari aku bantu."Pak Salim mengulurkan tangannya pada Rani, dan Rani langsung menyambut uluran tangan bos Maira dengan hati gembira.Perempuan itu melirik ke arah Maira, yang benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya karena ia berhasil membuat bos Maira memberikan perhatian kepadanya.Lihat, Maira. Lihat aku! Pesonaku ini membuat semua pria takluk, jangankan Dafa tunangan kamu itu, bos kamu aja aku bisa menaklukannya!Rani bicara demikian di dalam hati, sambil tersenyum penuh arti, tapi tetap berusaha berakting agar bos Maira semakin tersentuh dengan kondisinya. Ya, ampun, kenapa dengan Pak Salim? Aku baru ngeliat dia kayak gitu, Rani bukan karyawannya, aku tahu itu bentuk rasa kemanusiaan, tapi, ini aneh ....Maira juga bicara di dalam hati, dan ia tidak bisa menghentikan niat Pak Salim yang benar-benar ingin menolong Rani. Pria itu memapah Rani untuk dibawa menuju mobilnya diiringi tatapan mata tidak mengerti dari Maira.Mengapa Pak Salim s
"Apa?""Iya, Tuan, jadi, ayolah, Tuan Muda menurut saja, kembali dengan saya, dokter juga sudah bilang kalau Tuan sudah boleh pulang sekarang, saya akan-""Keluar, Danu! Kamu mau melawan saya?!"Danu seketika terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno yang sengaja merubah caranya bicara menjadi lebih formal pertanda ia tidak sedang ingin dibantah. Asisten kepercayaan Pak Marvel itu menarik napas panjang. Mau tidak mau menurut, padahal ia tidak mau melakukannya lantaran memikirkan kondisi ayah Moreno. Jika ia gagal dalam tugas yang diberikan pria itu, bagaimana nanti kondisi majikannya tersebut?Namun, jika memaksa, ia khawatir Moreno semakin sulit untuk dipantau, jadi akhirnya asisten kepercayaan ayah Moreno itu mengalah....Selang beberapa saat Danu pulang, disusul Jee beberapa menit kemudian, Maira datang dan Moreno kesal melihat perempuan itu datang."Lu, ngapain datang, sih? Kan, gue udah bilang, enggak usah datang, jangan bersikap seperti seorang isteri sama suaminya, lu
Maira bergumam pada dirinya sendiri, sambil terus memperhatikan Moreno yang saat itu masih terlihat berdebat dengan perempuan berjilbab tersebut.Wajah Moreno terlihat sangat memelas di mata Maira. Tidak pernah ia melihat pria itu demikian karena yang selalu terlihat adalah pancaran wajah Moreno yang angkuh, tengil dan seperti tidak takut dengan hal apapun. Namun sekarang, Maira melihat sebaliknya, hingga kata-kata Adam adiknya, benar-benar mengganggu pikirannya. Segitu cintanya kah Moreno dengan perempuan itu sampai mampu membuat Moreno demikian? Tidak berapa lama kemudian, Maira melihat perempuan berjilbab yang berdebat dengan Moreno pergi meninggalkan Moreno yang masih memanggil wanita itu tapi tidak dihiraukan. Untuk sesaat, Maira bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang? Apakah ia pergi atau ia menghampiri untuk sekedar menguatkan?Pada akhirnya, Maira memutuskan untuk menghampiri Moreno, meskipun khawatir akan didamprat pemuda itu, tapi membiarkan Moreno seperti anak kecil
"Lu angkuh karena gue minta tolong sama lu?" kata Moreno tidak suka dengan reaksi Maira yang seolah merasa menang mendengar apa yang diucapkannya tadi."Enggak! Aku enggak kayak kamu yang suka merendahkan orang yang sedang kesulitan, aku tahu rasanya di situasi yang enggak punya uang, aku cuma ingin -""Lu jawab aja, mau atau enggak!" potong Moreno dengan wajah yang terlihat semakin bete. Badmood sekali terlihat pemuda tersebut hingga membuat Maira geleng-geleng kepala."Aku enggak punya uang, kamu lupa? Aku baru aja naik jabatan, baru masa training, setelah pekerjaan ini resmi menjadi pekerjaan aku, aku yang akan mengakhiri kontrak kita dengan cepat, bukan kamu, jadi aku enggak bisa bantu kamu meskipun tawaran pengurangan masa kontrak itu aku tergiur.""Ya, udah! Gue molor di kolong jembatan aja!"Moreno langsung ingin melewati Maira ketika ia usai bicara demikian. Akan tetapi, Maira langsung mencegahnya melewatinya, hingga Moreno melotot ke arahnya."Minggir!" "Reno! Please! Aku c
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,