"Tapi, Pak?" "Sudahlah, mari aku bantu."Pak Salim mengulurkan tangannya pada Rani, dan Rani langsung menyambut uluran tangan bos Maira dengan hati gembira.Perempuan itu melirik ke arah Maira, yang benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya karena ia berhasil membuat bos Maira memberikan perhatian kepadanya.Lihat, Maira. Lihat aku! Pesonaku ini membuat semua pria takluk, jangankan Dafa tunangan kamu itu, bos kamu aja aku bisa menaklukannya!Rani bicara demikian di dalam hati, sambil tersenyum penuh arti, tapi tetap berusaha berakting agar bos Maira semakin tersentuh dengan kondisinya. Ya, ampun, kenapa dengan Pak Salim? Aku baru ngeliat dia kayak gitu, Rani bukan karyawannya, aku tahu itu bentuk rasa kemanusiaan, tapi, ini aneh ....Maira juga bicara di dalam hati, dan ia tidak bisa menghentikan niat Pak Salim yang benar-benar ingin menolong Rani. Pria itu memapah Rani untuk dibawa menuju mobilnya diiringi tatapan mata tidak mengerti dari Maira.Mengapa Pak Salim s
"Apa?""Iya, Tuan, jadi, ayolah, Tuan Muda menurut saja, kembali dengan saya, dokter juga sudah bilang kalau Tuan sudah boleh pulang sekarang, saya akan-""Keluar, Danu! Kamu mau melawan saya?!"Danu seketika terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno yang sengaja merubah caranya bicara menjadi lebih formal pertanda ia tidak sedang ingin dibantah. Asisten kepercayaan Pak Marvel itu menarik napas panjang. Mau tidak mau menurut, padahal ia tidak mau melakukannya lantaran memikirkan kondisi ayah Moreno. Jika ia gagal dalam tugas yang diberikan pria itu, bagaimana nanti kondisi majikannya tersebut?Namun, jika memaksa, ia khawatir Moreno semakin sulit untuk dipantau, jadi akhirnya asisten kepercayaan ayah Moreno itu mengalah....Selang beberapa saat Danu pulang, disusul Jee beberapa menit kemudian, Maira datang dan Moreno kesal melihat perempuan itu datang."Lu, ngapain datang, sih? Kan, gue udah bilang, enggak usah datang, jangan bersikap seperti seorang isteri sama suaminya, lu
Maira bergumam pada dirinya sendiri, sambil terus memperhatikan Moreno yang saat itu masih terlihat berdebat dengan perempuan berjilbab tersebut.Wajah Moreno terlihat sangat memelas di mata Maira. Tidak pernah ia melihat pria itu demikian karena yang selalu terlihat adalah pancaran wajah Moreno yang angkuh, tengil dan seperti tidak takut dengan hal apapun. Namun sekarang, Maira melihat sebaliknya, hingga kata-kata Adam adiknya, benar-benar mengganggu pikirannya. Segitu cintanya kah Moreno dengan perempuan itu sampai mampu membuat Moreno demikian? Tidak berapa lama kemudian, Maira melihat perempuan berjilbab yang berdebat dengan Moreno pergi meninggalkan Moreno yang masih memanggil wanita itu tapi tidak dihiraukan. Untuk sesaat, Maira bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang? Apakah ia pergi atau ia menghampiri untuk sekedar menguatkan?Pada akhirnya, Maira memutuskan untuk menghampiri Moreno, meskipun khawatir akan didamprat pemuda itu, tapi membiarkan Moreno seperti anak kecil
"Lu angkuh karena gue minta tolong sama lu?" kata Moreno tidak suka dengan reaksi Maira yang seolah merasa menang mendengar apa yang diucapkannya tadi."Enggak! Aku enggak kayak kamu yang suka merendahkan orang yang sedang kesulitan, aku tahu rasanya di situasi yang enggak punya uang, aku cuma ingin -""Lu jawab aja, mau atau enggak!" potong Moreno dengan wajah yang terlihat semakin bete. Badmood sekali terlihat pemuda tersebut hingga membuat Maira geleng-geleng kepala."Aku enggak punya uang, kamu lupa? Aku baru aja naik jabatan, baru masa training, setelah pekerjaan ini resmi menjadi pekerjaan aku, aku yang akan mengakhiri kontrak kita dengan cepat, bukan kamu, jadi aku enggak bisa bantu kamu meskipun tawaran pengurangan masa kontrak itu aku tergiur.""Ya, udah! Gue molor di kolong jembatan aja!"Moreno langsung ingin melewati Maira ketika ia usai bicara demikian. Akan tetapi, Maira langsung mencegahnya melewatinya, hingga Moreno melotot ke arahnya."Minggir!" "Reno! Please! Aku c
Maira terkejut mendengar suara Moreno bicara demikian. Dirinya kepergok!Ingin melarikan diri, Maira merasa percuma, sudah terlanjur terlihat, hingga akhirnya, perempuan itu membalikkan tubuhnya, dengan wajah yang salah tingkah."Maaf, aku cuma penasaran apa yang kamu lakukan dengan wajah basah seperti tadi."Maira memilih jujur daripada berbohong yang pastinya nanti, membuat Moreno murka."Pasti lu mikir, gue lagi ngocok, kan?""Enggak!!" sahut Maira tegas dengan wajah yang merah mendengar ujung kalimat Moreno yang jorok. "Kurang kerjaan!"Moreno membalikkan tubuhnya, dan melangkah meninggalkan Maira, masuk kembali ke kamar lalu menutup pintunya tanpa peduli dengan ekspresi wajah Maira yang merah menahan malu. "Ya! Aku memang kayak kurang kerjaan, bisa terlibat dengan kamu yang menyebalkan itu!" rutuk Maira pada Moreno.Rasa dongkolnya yang tadi sempat hilang karena melihat Moreno shalat malam kini kembali muncul, membuat gadis itu akhirnya beranjak pula dari tempatnya berdiri masi
Sebelum panggilannya dijawab oleh orang yang ia hubungi, Pak Salim bicara seperti itu pada dirinya sendiri, untuk meyakinkan dirinya bahwa pertanyaan itu tidak condong seperti seseorang yang sedang memiliki perasaan suka. Biar bagaimanapun, Pak Salim tahu cara menjaga nama baik sebagai pemimpin perusahaan, ia tidak mau masalah hatinya sampai diketahui oleh orang yang bekerja dengannya.{Bagaimana dengan rumah yang ditempati oleh Maira? Apakah ia terlihat sudah menempati rumah itu}Pak Salim akhirnya merubah cara bertanyanya, tidak jadi memakai kalimat yang tadi, sebab, khawatir anak buahnya justru mencurigai sesuatu.{Sudah, Pak. Mereka sudah bermalam satu malam bersama di rumah itu}{Mereka?}{Ya, Mbak Maira dengan suaminya}Telapak tangan Pak Salim mengepal mendengar penjelasan anak buahnya dan detik berikutnya, ia mengakhiri percakapan setelah mengatakan pada sang anak buah, untuk terus memantau perkembangan situasi di hunian baru tempat di mana ia menyerahkan satu unit rumah un
Pertanyaan yang dilontarkan oleh sang bos membuat wajah Maira pucat. Namun, karena tidak mau bos-nya curiga, Maira berusaha untuk menekan perasaan terkejutnya dengan cara mempersilakan bosnya tersebut untuk masuk.Setelah mempersilakan Pak Salim masuk dan duduk, Maira bergegas ke dalam lalu menghampiri Moreno yang bersiap ingin mendampratnya ketika melihat sang istri kontrak kembali ke dapur. Namun, Maira lekas meletakkan telunjuknya di bibir meminta Moreno tidak melanjutkan omelan -omelannya karena di depan ada bos-nya.Mendengar apa yang diucapkan oleh Maira, Moreno mencibir. "Jorok lu! Ambil nasi berhamburan!" makinya tapi volume suaranya ia turunkan tidak lagi meninggi seperti tadi. "Duuuh, itu tadi aku kaget gara-gara kamu ngomong sembarangan! Maaf ya, nanti aku bereskan deh!""Sekarang! Jangan nanti! Nasi itu! Katanya lu miskin tapi lu enggak menghargai nasi!"Moreno masih melanjutkan omelannya, dan Maira menghela napas mendengarnya, lalu terpaksa meraih sapu untuk membersihk
Maira terpaksa patuh dengan perintah sang bos dan beranjak ke depan lalu duduk sejajar dengan bosnya di mobil tersebut.Rasanya benar-benar canggung, tapi, Maira berusaha untuk mengatasi perasaan itu karena tidak mau membuat kecurigaan sang bos makin menjadi-jadi."Maaf, Pak. Untuk apa yang Bapak lihat tadi."Karena Pak Salim tidak kunjung bicara meskipun mobil sudah melaju di atas jalan raya yang padat kendaraan, akhirnya, Maira yang berinisiatif bicara lebih dulu.Mendengar permintaan maaf Maira, Pak Salim menarik napas. Bagaimana caranya ia meluahkan perasaan kesalnya ketika ia melihat Maira di atas tubuh Moreno tadi?Mereka sudah menikah, bukankah wajar melakukan apa saja hingga terlihat mesra? Begitu hati Pak Salim terus menerus, sampai ia terdiam untuk beberapa saat lamanya agar mampu mengatasi perasaannya."Sikap suami kamu itu, apakah selalu seperti itu?"Akhirnya, sebuah kalimat keluar dari mulut Pak Salim, dan Maira sudah menebak, pasti itu yang akan dibahas bosnya."Kami me